Arrow left Sebelumnya
Apa itu
Artikel 19 dari 19

Buddhisme dan Evolusi

Study buddhism dino 1 1

Teori evolusi Darwin mengamati proses seleksi alam dan bagaimana seiring waktu terjadi perubahan pada tubuh biologis spesies. Sebagaimana diuraikan dalam karyanya, The Origin of the Species, yang pada masanya dianggap sesat karena teori tersebut bertentangan dengan gagasan tentang adanya Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta dunia yang tetap dan segala makhluk kekal di dalamnya. Meskipun hingga saat ini teori evolusi masih dianggap bersinggungan dengan beberapa agama, tidak ada ajaran Buddha yang bertentangan dengan gagasan umumnya. Nyatanya, bagi umat Buddha, teori ini sepenuhnya sejalan dengan ajaran Buddha tentang kemunculan yang penuh ketergantungan, bukan kreasionisme, dan yang pertama dari empat ciri Dharma: ketidaktetapan. Fenomena  senantiasa muncul dan berkembang akibat banyak sebab dan keaadan, dan akan aneh jika manusia dan hewan sama-sama bukan bagian dari arus besar ini, yang sifatnya tidak statis.

Ini tidak berarti bahwa gagasan Buddhis tentang waktu dan evolusi sama persis dengan gagasan Darwin. Teori Darwin berkonsentrasi pada dasar biologis dan fisik yang oleh karenanya dapat memunculkan kesadaran, dan meskipun ada gagasan tentang kemungkinan peningkatan kesadaran seiring semakin kompleksnya makhluk hidup, teori Darwin tidak menjelaskan sedalam yang Buddha lakukan berkaitan dengan deskripsi evolusi kesadaran yang beriringan meningkat dari bentuk kehidupan terendah hingga pencerahan sempurna yang dicapai oleh seorang Buddha. Selain itu, Darwin membahas evolusi kesadaran spesies secara keseluruhan, sedangkan Buddhisme berbicara hingga sejauh evolusi kesadaran pada makhluk hidup secara individu.

Lebih jauh, evolusi Darwinian menunjukkan "peningkatan" yang bertahap dan konstan - yaitu, makhluk-makhluk secara progresif dan positif berkembang menjadi bentuk-bentuk yang dapat mendukung kelangsungan hidup dan kemampuan mereka untuk menghasilkan keturunan dengan lebih baik. Menurut ajaran Buddha, makhluk hidup apa pun yang berkesadaran dapat terlahir kembali dalam berbagai bentuk, dan proses ini bukanlah sebuah peningkatan linier. Makhluk secara individu dan spesiesnya secara keseluruhan dapat mengalami kemunduran tergantung pada karma, penyebab, dan keadaan. Sehingga, walaupun secara detil terdapat perbedaan, namun asas evolusi ditemukan di kedua sistem.

Evolusi dan Terurainya Alam Semesta

Menurut para ilmuwan, Big Bang – ekspansi alam semesta yang besar dan cepat yang terjadi 14 miliar tahun yang lalu - adalah awal dari terjadinya waktu dan merupakan dasar terbentuknya planet kita 4 miliar tahun yang lalu. Seiring waktu, gas hidrogen berkembang membentuk beragam bintang dan planet, dan khususnya di planet ini yang sekarang kita sebut Bumi, organisme bersel tunggal muncul. Organisme ini kemudian tumbuh majemuk sehingga menghasilkan berbagai bentuk kehidupan tingkat lanjut yang kita lihat di sekitar kita saat ini. Para ilmuwan juga menyatakan bahwa, setelah miliaran tahun lamanya alam semesta mengembang dan berevolusi, alam semesta akan berakhir, dan mereka mendalilkan sejumlah teori berbeda tentang bagaimana hal itu akan terjadi.

Sang Buddha membahas evolusi dan kehancuran alam semesta pada akhirnya dalam Sutra Pengetahuan Asal-Usul (Pali: Agganna Sutta). Di dalamnya, Ia juga mengamati penciptaan dan penguraian yang terjadi di lingkungan di planet kita, termasuk kemunculan berbagai bentuk kehidupan dan kepunahannya, dan juga perkembangan beragam masyarakat dan keruntuhannya pada akhirnya. Namun, satu perbedaan antara sains modern dan Buddhisme adalah bahwa Sang Buddha berkata bahwa kemunculan, keberadaan, dan kemusnahan alam semesta hanyalah salah satu bagian dari banyak siklus dan bahwa waktu tidak memiliki awal maupun akhir. Di dalam sutra dinyatakan:

Cepat atau lambat, setelah lama berlalu, Vasettha, dunia ini surut... Tetapi cepat atau lambat, setelah waktu yang sangat lama berlalu, dunia ini berkembang ... Pada saat itu, Vasettha, hanya ada sekumpulan air, dan hanya terdapat kegelapan, kegelapan yang membutakan. Bulan dan matahari tidak terwujud, rasi dan bintang tidak terwujud, siang dan malam tidak terwujud, bulan dan dwimingguan tidak terwujud, musim dan tahun tidak terwujud, pria dan wanita tidak terwujud. Makhluk (hanya) digolongkan sebagai makhluk ...

Di sini, kita dapat melihat bahwa Sang Buddha dengan cukup jelas berbicara tentang siklus sistem dunia, bersama dengan penyebutan makhluk-makhluk. Sutra tersebut dilanjutkan dengan kemunculan perbedaan gender dan bagaimana masyarakat berkembang dengan berbagai kelas masyarakat yang berbeda. Kemudian juga dijelaskan bagaimana lingkungan dan makhluk di dalamnya merosot dan menghilang.

Dari sutra ini, dan dari ajaran Buddha tentang kemunculan-bergantung serta ketidakkekalan, kita dapat melihat bahwa tidak ditemukan kontradiksi terhadap teori-teori ilmiah, baik itu Big Bang maupun teori-teori ilmiah lain tentang akhir alam semesta ini.

Evolusi Tubuh

Sekarang, mari kita amati lebih seksama evolusi tubuh biologis. Teori evolusi cukup jelas - kita semua berevolusi dari organisme bersel tunggal. Teori Darwin mengusulkan kemungkinan terjadinya evolusi progresif, melibatkan evolusi makhluk ke atas - dengan kata lain, ada kecenderungan bawaan untuk makhluk hanya berevolusi menjadi sesuatu yang lebih baik. Di sini, kita hanya membahas dasar fisik, karena menurut ajaran Buddha, ada perbedaan signifikan antara bentuk kehidupan fisik di planet ini dan kesinambungan batin makhluk yang terlahir kembali di dalamnya.

Dahulu, dinosaurus berkeliaran di planet ini, tetapi sekarang mereka punah. Mengapa kita tidak bisa terlahir kembali sebagai dinosaurus sekarang? Menurut teori ilmiah, sekitar 66 juta tahun yang lalu, terjadi bencana yang menyebabkan kepunahan dinosaurus, namun mamalia (seperti kita manusia) selamat, dan kemudian berkembang. Teori Darwin menyatakan bahwa dinosaurus tidak selamat dari lomba "sintasan yang terbugar (survival of the fittest)", dan karenanya mereka punah.


Dari sudut pandang Buddhis, diperlukan unsur-sebab yang tepat agar kekuatan dan daya karma menjadi matang. Pada dasarnya, tidak ada unsur-sebab yang tepat untuk dapat terlahir kembali sebagai dinosaurus pada saat ini di planet ini. Di sisi lain, kita memiliki beragam bentuk fisik lain yang tersedia saat kita terlahir kembali. Ini juga hal yang dapat berubah seiring waktu. Tentu saja, jika saat ini ada dinosaurus di suatu planet di bagian lain alam semesta kita, Buddhisme akan menerima kemungkinan bahwa kita dapat terlahir kembali sebagai dinosaurus di sana!

Dalam diskusi yang dilakukan Yang Mulia Dalai Lama dengan para ilmuwan, ia ditanya apakah komputer dapat menjadi makhluk hidup berkesadaran: dapatkah komputer suatu hari memiliki cita? Dia menjawab dengan cara yang menarik, mengatakan bahwa jika komputer atau robot mencapai titik di mana ia cukup canggih untuk menjadi dasar dari suatu kesinambungan batin, tidak ada alasan untuk suatu kesinambungan batin tidak dapat terhubung dengan mesin yang murni anorganik sebagai dasar fisik untuk salah satu kehidupannya.

Ini tidak berarti bahwa komputer adalah cita. Ini tidak berarti bahwa kita dapat menciptakan cita secara artifisial di komputer. Namun, jika komputer cukup canggih, suatu kesinambungan batin dapat terhubung dengannya dan menjadikannya sebagai dasar fisiknya. Ini bahkan lebih jauh dari Darwin!

Mengapa Sang Buddha Tidak Menjelaskan Lebih Lanjut tentang Evolusi?

Mempertimbangkan bahwa menurut umat Buddha, Buddha dipandang mahatahu - setelah mencapai pencerahan sempurna, ia tahu segalanya - kita mungkin bertanya-tanya, mengapa ia kemudian tidak membahas atau mengungkapkan secara lebih rinci cara kerja alam semesta dan evolusi makhluk?

Secara umum, semua yang Buddha ajarkan bertujuan untuk mendukung kita lebih jauh dalam perjalanan kita menuju kebebasan dan pencerahan. Sehingga, tujuannya menjelaskan siklus besar yang dilalui alam semesta dan makhluk di dalamnya adalah untuk membantu manusia menyadari betapa langkanya kelahiran kembali dalam wujud manusia yang begitu berharga yang mereka miliki sekarang. Dengan menghargai kelangkaannya dan kesulitan mendapatkannya lagi, orang-orang akan terinspirasi untuk memanfaatkan sebaik-baiknya situasi mereka saat ini untuk bergerak menuju tujuan-tujuan kerohanian ini. Buddha tidak datang ke dunia ini untuk mengajari kita kosmologi atau astrofisika.

Merenungkan masalah yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dipandang sebagai pemborosan waktu dan energi. Terutama ketika pikiran kita sudah dipenuhi dengan kebingungan dan kita didorong oleh perasaan yang gelisah, untuk merenungkan tentang alam semesta dan jumlah makhluk hidup di dalamnya - terutama jika didasarkan pada kepercayaan kita pada informasi yang salah tentangnya - hanya akan membuat kita menyimpang dari tujuan kita untuk mencapai kebebasan dan kemampuan untuk membantu orang lain. Kita dapat berakhir dengan lebih banyak kebingungan.

Ada beberapa cerita dari kehidupan Buddha yang menggambarkan hal ini. Misalnya, Sang Buddha pernah ditanyai tentang apakah alam semesta itu kekal atau tidak, dan apakah, setelah kematian, diri kita terus ada atau tidak. Setiap kali hal ini ditanyakan, Buddha memilih untuk tetap diam, dan tidak menjawab. Pada akhirnya, Sang Buddha berkata bahwa ketika orang-orang bingung dan percaya pada hal-hal seperti penciptaan dan sebuah jiwa ciptaan yang sifatnya tidak berubah, jawaban apa pun yang akan ia berikan hanya akan menambah kebingungan mereka. Jika tidak ada yang namanya jiwa ciptaan yang tidak berubah, apa maknanya mempertanyakan apakah jumlah jiwa itu terbatas atau tidak?

Hal ini sendiri merupakan ajaran yang luar biasa. Lagi pula, apakah dengan mengetahui ukuran alam semesta atau jumlah makhluk di dalamnya - bahkan jika kita memiliki informasi yang tepat tentang bagaimana alam semesta dan makhluk itu berada – kita akan terbantu mengatasi penderitaan dan masalah kita? Apakah mengetahui hal tersebut membantu kita dalam membawa manfaat bagi makhluk lain? Sang Buddha berkata bahwa kita akan mati sebelum kita bisa menyelesaikan pertanyaan seperti itu, menyia-nyiakan hidup berharga yang kita miliki. Spekulasi seperti itu, meski mungkin menarik, tidak terlalu bermanfaat bagi kita. Yang penting adalah mengenali kenyataan situasi kita saat ini dan memanfaatkan peluang langka yang kita miliki. Memahami bahwa kita sebenarnya berada dalam samsara, tetapi sekarang memiliki tubuh dan pikiran seorang manusia, sebuah hal yang berharga, kita dapat menggunakannya untuk menghapus duka dan membantu semua orang. Kita dapat mempraktikkan metode yang menuntun kita menuju pencerahan sempurna. Dan, begitu kita sampai di sana, mungkin kita akan mendapatkan jawaban untuk semua pertanyaan yang tidak bisa dijawab ini!

Top