SEE Learning: Memahami Emosi Kita

Pembelajaran Sosial, Emosional, dan Etis, Emory University, Kerangka Ringkasan

14:19
Pembelajaran Sosial, Emosional dan Etis (SEE) adalah program yang dikembangkan oleh Pusat Ilmu Kontemplatif dan Etika Berbasis Welas Asih di Emory University. Tujuannya adalah untuk membina individu, kelompok sosial dan komunitas yang lebih luas, agar sehat secara emosional dan bertanggung jawab secara etis. Pada bagian pertama ini, SEE Learning: Memahami Emosi Kita, kita belajar bagaimana mengarahkan dan menangani emosi kita.

Pengenalan

SEE Learning dirancang untuk membantu kita dalam tiga lingkup kehidupan kita: pribadi, sosial, dan global. Ketiga domain ini dapat diamati melalui pendekatan masing-masing secara terpisah atau tanpa ada urutan tertentu; namun, jika kita ingin belajar untuk memenuhi kebutuhan orang lain dan komunitas yang lebih luas - bahkan seluruh dunia - pertama-tama kita perlu memenuhi kebutuhan dan kehidupan batin kita sendiri.

Kita mencapai ini dengan mengembangkan "literasi/kemelekan emosional". Ini terdiri dari kemampuan untuk mengenali dan mengidentifikasi emosi dan pengaruhnya terhadap diri kita sendiri dan orang lain. Pengenalan ini menjadikan kita dapat mengarahkan emosi kita dengan sukses. Pada akhirnya, literasi emosional memungkinkan kita untuk menahan diri dari perilaku impulsif yang dapat merugikan diri kita sendiri dan orang lain, sekaligus memiliki ketenangan pikiran yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat yang sesuai dengan kepentingan jangka panjang terbaik kita. Jadi, literasi emosional adalah keterampilan penting yang memungkinkan kita berkembang.

Kesadaran, Welas Asih, dan Keterlibatan dalam Domain Pribadi

SEE Learning berusaha menumbuhkan tiga kewenangan meliputi kesadaran, welas asih, dan keterlibatan, atau kita sebut "dimensi". Dimensi ini bersatu untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan motivasi untuk menangani masalah pribadi kita sendiri, untuk menghadapi dunia kita yang semakin kompleks, dan untuk menjadi warga global yang bertanggung jawab. Dalam ranah personal, ketiga dimensi tersebut diamati dari tiga sudut pandang yang berbeda:

  • Perhatian dan Kesadaran Diri
  • Welas Asih terhadap Diri Sendiri
  • Penataan Diri

Perhatian dan kesadaran diri mengacu pada mengarahkan perhatian kita sehingga kita menjadi semakin sadar akan keadaan mental dan fisik kita. Di dalamnya terlibat pembelajaran akan emosi kita dengan bimbingan "peta cita". Kemudian, dengan Welas Asih terhadap Diri Sendiri, kita belajar untuk mengamati perasaan dan emosi kita, dan mencoba untuk memahaminya dalam konteks yang lebih luas. Ini melibatkan mencermati bagaimana emosi kita muncul dari berbagai sebab dan keadaan, yang kemudian dapat mengarah pada penerimaan diri yang lebih luas. Akhirnya, dengan wawasan yang diperoleh dari dua perspektif pertama, kita terlibat dalam Penataan Diri untuk menumbuhkan kendali akan impuls, meningkatkan kemampuan kita untuk merespons secara konstruktif terhadap tantangan hidup sehari-hari.

Dilihat secara keseluruhan, topik-topik dalam domain pribadi ini semuanya dapat dilihat sebagai pengembangan literasi emosional. Tanpa kemampuan untuk mencari titik tengah dari medan batin yang kompleks terkait cita dan emosi kita, hampir tidak mungkin untuk mengatasi pola kebiasaan yang tertanam dalam dan merusak diri sendiri. Ini membatasi kemampuan kita untuk mengendalikan diri dan bahkan mempengaruhi kebebasan kita. Jauh dari sikap egois, kita dapat menggunakan kemampuan dan keterampilan khusus yang kita kembangkan selama pengembangan diri untuk menghindari pembajakan emosional, dan justru sebaliknya menjadikan kita mampu bertindak dengan cara yang mendukung perkembangan dan keberhasilan kita. Mari kita amati ketiga perspektif tersebut lebih dalam.

Perhatian dan Kesadaran Diri

Tujuan dari domain pribadi adalah untuk dapat menggabungkan kesadaran orang pertama tentang apa yang terjadi di tubuh dan cita kita dengan pengetahuan tentang tubuh dan cita. Misalnya, kita belajar mengenali kemarahan yang kita alami dengan memperhatikan perasaan dan emosi kita, seraya mengingat pemahaman intelektual tentang apa itu kemarahan, penyebab munculnya, dan bagaimana kemarahan bisa ditenangkan. Kombinasi pengalaman langsung dan pengetahuan yang dipelajari ini adalah langkah pertama menuju literasi emosional.

Perhatian dan kesadaran diri memerlukan tiga kemampuan:

  • Memperhatikan tubuh dan sensasi yang dialami
  • Memperhatikan emosi dan perasaan
  • Mengikuti peta cita

Memperhatikan tubuh dan sensasi yang dialami

Kita mulai dengan memperhatikan apa yang terjadi dalam tubuh kita pada tingkat sensasi. Tubuh adalah sumber informasi konstan tentang keadaan sistem saraf kita, karena keadaan emosional biasanya disertai dengan perubahan di seluruh tubuh: detak jantung, kontraksi atau relaksasi otot, perasaan panas atau dingin, dan lainnya. Menyadari apa yang terjadi di tubuh seringkali dapat memberi tahu kita tentang keadaan emosi kita lebih cepat daripada hanya menyesuaikan diri dengan aspek mental suatu pengalaman.

Dengan memperhatikan sistem saraf kita melalui kesadaran akan sensasi di tubuh kita, kita secara bertahap belajar mendeteksi tanda-tanda stres dan kesejahteraan. Kita akan mulai lebih cepat menyadari apakah kita berada dalam keadaan rangsangan kuat (kecemasan, kemarahan berlebihan, kegelisahan) atau rangsangan lemah (lesu, merasa tertekan). Kesadaran ini adalah langkah pertama dalam belajar menyeimbangkan tubuh dan kembali ke keadaan kesejahteraan fisiologis, yang merupakan prasyarat untuk bertindak sesuai kepentingan terbaik untuk kita sendiri dan orang lain.

Memperhatikan Emosi dan Perasaan

Belajar memperhatikan dan mengatur tubuh memberikan landasan untuk memperhatikan emosi dan perasaan. Semakin tenang dan tetap tubuh, semakin mudah untuk memusatkan perhatian pada cita.

Meskipun emosi dapat berkembang dengan sangat cepat, biasanya mereka muncul sebagai percikan sebelum berkembang jadi amukan kebakaran hutan. Jika kita dapat menyadari emosi negatif kita sejak awal saat masih percikan, kita dapat mengatasinya dengan cukup mudah. Namun untuk melakukan ini, kita perlu mengembangkan kemampuan memperhatikan emosi dan perasaan saat mereka baru muncul saat ini. Kemampuan ini dapat dipelajari dan ditingkatkan seiring waktu dengan praktik seperti kehati-hatian.

Mengikuti Peta Cita

Proses memperhatikan emosi dan perasaan kita akan sangat terbantu dengan adanya peta cita, sumber daya yang membantu kita menavigasi bentangan emosional kita. Peta cita memberikan informasi yang memungkinkan kita mengidentifikasi berbagai golongan emosi, ciri-ciri umumnya, dan apa yang memunculkan dan mendorong emosi-emosi ini. Kita belajar bahwa tidak semua emosi pada dasarnya bersifat merusak, namun akan jadi merusak bila tidak sesuai dengan konteks dan keadaannya. Misalnya, rasa takut bisa menjadi konstruktif ketika memperingatkan kita untuk tidak mendekati ular berbisa, tetapi bisa menjadi kontraproduktif ketika mencapai titik terjadinya kecemasan yang konstan.

Dengan menumbuhkan kesadaran emosional dengan panduan peta cita, kita akan melihat bahwa rasa jengkel adalah keadaan emosi yang lebih ringan yang dapat menyebabkan kemarahan, dan kemarahan yang tidak dikendalikan dapat menyebabkan kemarahan yang meluap. Mampu mengenali bentuk emosi yang lebih ringan sebelum berubah menjadi keadaan emosi yang tidak terkendali adalah keterampilan penting untuk kesehatan mental yang seimbang.

Welas Asih terhadap Diri Sendiri

Welas asih terhadap diri sendiri bukanlah mengasihani diri sendiri, memanjakan diri sendiri atau hanya sekadar tingginya harga diri. Welas asih adalah perawatan diri yang tulus, terutama yang berhubungan dengan kehidupan batin kita. Penting untuk memahami bagaimana emosi kita terkait dengan kebutuhan kita. Lapisan literasi emosional ini memungkinkan penerimaan diri yang lebih luas, sebab ketika kita memahami mengapa dan bagaimana emosi muncul, kita dapat menghubungkannya dengan berkurangnya penilaian diri. Kemudian, ketika kita melihat bahwa emosi bersifat sementara, muncul tergantung konteks, dan bukan merupakan bagian yang tidak dapat diubah dari cita kita, ini juga memberi kita kepercayaan diri dan motivasi untuk terus mengembangkan diri kita sendiri.

Kedua sifat ini - penerimaan diri dan kepercayaan diri - menciptakan landasan untuk menerima kritik dan menghadapi kemunduran secara konstruktif dan dengan ketahanan. Ini mencegah kekecewaan mengarah pada kritik diri yang berlebihan atau hilangnya harga diri. Welas asih memiliki dua aspek:

  • Memahami emosi dalam konteks
  • Penerimaan diri

Welas asih didasarkan pada penilaian realistis atas kemampuan kita. Jika kita tidak berbaik hati pada diri kita sendiri, kita mungkin merasa bahwa kita harus bisa berbuat lebih banyak ketika kita tidak bisa, yang mengarah pada kekecewaan dan ketidakberdayaan. Daripada menilai diri kita sendiri menurut kesuksesan duniawi, kita menyadari kekurangan kita dengan kejujuran, pemahaman, dan kesabaran.

Memahami Emosi dalam Konteks

Memahami emosi kita dalam konteks - bagaimana mereka terkait dengan nilai, kebutuhan dan harapan kita - membutuhkan pemikiran kritis. Sebelumnya setelah belajar untuk memperhatikan dunia batin kita, di sini kita mengamati bagaimana reaksi emosional kita terhadap suatu situasi tidak hanya didorong oleh pemicu eksternal, namun juga oleh perspektif dan sikap kita sendiri. Perspektif dan sikap ini berakar dari persepsi subjektif akan kebutuhan diri kita. Misalnya, kecemasan mungkin timbul akibat keinginan mengenai kepastian suatu situasi, yang mana pada keadaan tersebut bisa jadi tidak memungkinkan. Kemarahan dapat muncul dari kebutuhan untuk dihormati. Keputusasaan mungkin timbul dari keinginan untuk segera berpindah ke situasi yang padahal sejatinya butuh waktu dan kesabaran. Dalam semua kasus ini, emosi dipicu terutama oleh sikap dan harapan kita sendiri.

Seiring kita memperoleh wawasan ini, kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengenali dan menghargai nilai kita sendiri dan memupuk rasa harga diri dan kepercayaan diri, seraya belajar untuk mengidentifikasi harapan yang tidak realistis yang dapat mengarah pada penilaian diri yang tidak sehat. Dengan mengenali bagaimana reaksi emosional sering kali berasal dari kebutuhan, kita juga dapat mulai menilai kebutuhan ini secara kritis, yang mungkin tidak akan semuanya sama. Ini dapat melibatkan pembedaan kebutuhan dari keinginan dengan mencapai apresiasi yang lebih dalam terhadap nilai-nilai yang kita pegang dan apa yang akan membawa kita pada kehidupan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Ini berbeda dengan mengejar keinginan jangka pendek yang mungkin tidak mengarah pada kesejahteraan jangka panjang.

Penerimaan Diri

Penerimaan diri sangat penting, seiring kemarahan dalam masyarakat kita yang semakin diarahkan ke dalam. Kritik diri yang berlebihan, membenci diri sendiri, dan rasa muak akan diri sendiri sangat merusak kesehatan dan kebahagiaan individu, dan selanjutnya dapat menyebabkan kerugian yang luar biasa bagi orang lain. Memperkuat harga diri bukanlah solusi terbaik, sebab harga diri didasarkan pada perbandingan dengan orang lain, dan agresi sering kali muncul saat harga diri tinggi seseorang terancam. Cara yang lebih baik adalah menumbuhkan ketabahan batin, ketahanan diri, kerendahan hati, dan keberanian dengan mencapai pemahaman yang lebih luas tentang kehidupan dan kebutuhan emosional kita. Melakukan hal ini memungkinkan kita untuk mengendurkan idealisasi akan kesempurnaan dan bergerak menuju ekspektasi realistis terhadap diri kita sendiri dan orang lain.

Budaya modern sangat efektif dalam mengajarkan kita sejumlah gagasan yang tidak realistis melalui media sosial, televisi, film, dan sebagainya. Terlalu sering kita membandingkan diri kita dengan selebriti ideal atau percaya kita harus tampil layaknya "Superman" atau "Wonder Woman," bebas dari ketidaksempurnaan maupun batasan. Standar yang tidak mungkin dicapai ini menyebabkan duka mental yang tidak perlu. Frustrasi yang dihasilkan olehnya, berikutnya dapat terejawantahkan dalam bentuk depresi dan menyalahkan diri sendiri, bahkan sampai di tingkat menyakiti diri sendiri secara fisik, atau permusuhan dan kekerasan yang diarahkan ke luar.

Ketika kita memiliki pemahaman yang terbatas tentang kehidupan emosional kita, kita lebih sulit menoleransi tantangan, kesulitan, dan kemunduran, dan cenderung tidak mencari dan menemukan ruang untuk perubahan dan tindakan yang membangun. Perspektif realistis mengenai keterbatasan kita sendiri sangat penting untuk menghindari siklus beracun ini. Dengan mengembangkan kesabaran dan pemahaman tentang kesulitan yang kita hadapi, sifat dan asalnya, kita menjadi termotivasi untuk mengarahkan kembali diri kita sendiri menjauhi keadaan mental dan perilaku yang merusak ini. Bersamaan dengan ini, kita belajar bahwa kita memiliki harga diri terlepas dari kinerja kita atau kemampuan kita untuk memenuhi standar tidak berdasar yang ditetapkan oleh diri kita sendiri atau orang lain. Rasa harga diri ini - tidak bergantung pada keadaan eksternal - berfungsi sebagai penyokong yang kuat untuk ketahanan diri.

Kita memupuk jenis penerimaan diri ini dengan merefleksikan fakta bahwa pada beberapa tingkat, kekecewaan dan kesulitan tidak terhindarkan. Tidak mungkin menjadi yang terbaik dalam segala hal, menang sepanjang waktu, mengetahui segalanya, atau tidak pernah membuat kesalahan. Bukan hanya kita yang harus menghadapi ini. Ini adalah fakta kehidupan untuk semua orang.

Penataan Diri

Topik dan praktik yang tercakup dalam dua bagian sebelumnya memberikan dasar untuk penataan diri. Penataan diri mengacu pada praktik dan perilaku yang memperkuat wawasan dan kesadaran yang diperoleh sehubungan dengan tubuh, cita, dan emosi. Tujuannya di sini adalah agar kita dapat berhasil menavigasi emosi kita sehingga tidak menimbulkan masalah yang tidak semestinya pada diri kita sendiri atau orang lain: emosi kita menjadi teman kita, alih-alih rintangan. Penataan diri terdiri dari tiga komponen:

  • Menyeimbangkan tubuh
  • Pengendalian kognitif dan impuls
  • Menavigasikan emosi

Menyeimbangkan tubuh

Tidaklah mudah untuk menumbuhkan kontrol kognitif dan impuls yang diperlukan untuk berhasil menavigasi emosi kita jika kita stres atau dalam keadaan rangsangan kuat maupun lemah. Menciptakan stabilitas dan kejernihan pikiran hampir tidak mungkin tanpa penataan fisik tubuh. Oleh karenanya, latihan yang membantu keseimbangan tubuh akan sangat bermanfaat bagi kita. Menyeimbangkan tubuh adalah langkah yang sangat penting jika kita pernah menderita trauma atau pengalaman buruk pada masa kanak-kanak, atau jika kita hidup dalam kondisi yang kurang diidamkan.

Kita perlu membedakan antara menyeimbangkan tubuh dengan sekadar merelaksasikan tubuh atau memicu kantuk. Tujuannya di sini adalah untuk mewujudkan kondisi penataan fisik dan mental yang kondusif untuk perhatian dan pembelajaran. Ini adalah keadaan aktif, ulet dan seimbang, bukan keadaan lamban, mengantuk atau lesu.

Langkah pertama untuk menyeimbangkan tubuh adalah menciptakan ruang yang aman. Tanpa rasa kepercayaan dan keamanan, kita tetap dalam keadaan siaga tinggi. Namun, ketika kita merasa aman, kita bebas menjelajahi pikiran dan perasaan kita dengan rasa ingin tahu. Rasa aman muncul jika hal-hal dapat diprediksi, dan prediktabilitas diciptakan oleh perilaku yang konsisten. Di sini, konsistensi bukanlah tentang kekakuan dengan diri kita sendiri, melainkan konsistensi dalam menghadapi diri kita sendiri dengan pengertian dan welas asih.

Menyeimbangkan tubuh dan mengembangkan rasa aman dapat dibantu dengan hal-hal berikut ini:

  • Pencarian sumber daya adalah tempat kita berlatih mengakses "sumber daya", yang dapat bersifat eksternal atau internal. Sumber daya eksternal bisa berupa teman, tempat favorit, memori yang indah, hewan peliharaan kesayangan, dan sebagainya. Sumber daya internal bisa jadi berupa keterampilan yang kita miliki atau beberapa aspek positif dari diri kita sendiri seperti selera humor kita atau bagian tubuh kita yang terasa kuat dan mampu. Mengingat sumber daya kita dapat membantu memindahkan kita ke kondisi merasa yang kuat, aman, dan nyaman. Setelah terbentuk, kita kemudian dapat melacak sensasi kita ketika memikirkan sumber daya kita, dan membandingkannya dengan perasaan tubuh kita ketika kita stres atau cemas.
  • Membumi adalah di mana kita menyentuh atau memegang benda yang menjadi dasar kita, atau di mana tubuh terasa ditopang. Kita mengamati bagaimana rasanya objek atau sokongan, dan mengubah postur, mencoba memperhatikan bagaimana perasaan kita berubah.
  • Aktivitas seperti yoga, tai-chi, mendengarkan musik, menggambar, dan menulis jurnal juga merupakan cara yang baik bagi kita untuk beralih ke metode yang lebih formal untuk menyeimbangkan tubuh. Kita juga dapat menggunakan metode yang paling tua dan paling sederhana, di mana kita menghitung napas atau menarik napas dalam-dalam.

Pengendalian Kognitif dan Impuls

Untuk berhasil dalam hidup, kita harus bisa tetap fokus pada tugas tanpa pikiran terus-menerus teralihkan. Ini bukan hanya tentang kemampuan untuk memperhatikan selama pertemuan penting, tetapi juga kemampuan untuk memperhatikan pikiran dan perilaku kita yang kontraproduktif. Kemampuan mengendalikan impuls kita serta tidak melaksanakannya bergantung pada kita yang menjaga perhatian, untuk semampu kita mempertahankannya dan tidak terjebak oleh pengalih perhatian. Yang terpenting, perhatian di sini mengacu pada kemampuan kita untuk fokus ke dalam dan melacak perubahan dalam tubuh dan cita kita saat perubahan terjadi. Melatih perhatian kita mengajarkan kita untuk menciptakan ruang antara rangsangan dan tanggapan: ruang di mana tanggapan yang sudah lebih terpertimbangkan dapat dibentuk.

Kemampuan ini diperlukan jika kita ingin bertahan dengan tujuan jangka panjang dan berhasil mengelola tantangan yang kita hadapi. Ketika kita memiliki kendali yang baik atas perhatian kita, lebih dari sekadar memperhatikan guru atau atasan kita, kita dapat mengontrol proses kognitif dan emosi kita, dan menyampaikan tindakan kita dengan lebih baik. Dengan cara ini, kita bisa menikmati dan mendapatkan keunggulan dalam hidup.

Ada strategi khusus yang membantu meningkatkan perhatian kita. Kita bisa belajar untuk "berada sepenuhnya" dengan memusatkan perhatian pada objek perhatian tertentu, mengembangkan kesadaran tentang apa yang terjadi di tubuh dan cita kita, dan melibatkan diri dalam mengamati pikiran dan emosi kita.

Menavigasikan Emosi

Kita menggunakan keterampilan yang diperoleh dari menyeimbangkan tubuh dan mengembangkan kendali kognitif untuk menavigasi emosi kita. Langkah terakhir ini adalah tentang menerjemahkan pengetahuan ke dalam tindakan dan merupakan langkah terakhir dari literasi emosional.

Di sini, kita mengembangkan ketajaman emosional. Ini adalah kemampuan untuk mengenali kapan emosi itu produktif dan bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain, dan kapan emosi itu menjadi racun atau berbahaya bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita dapat melakukan ini dengan merefleksikan pengalaman pribadi kita dan menggunakan peta cita kita. Ketika kita mencoba mengikuti bagaimana emosi kita berperan di masa lalu dan hasil yang pernah timbul, secara alami kita akan mengembangkan pemahaman tentang emosi yang membangun dan merusak. Ini akan membuat kita berhati-hati terhadap kondisi mental yang mungkin merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Kita juga dapat menentukan sikap mana yang ingin kita dorong dalam diri kita sendiri, dan mana yang ingin kita ubah. Ketika kita mengembangkan kewenangan dalam mengidentifikasi dan mengatur emosi, kita harus mulai mengalami rasa antusias, keberanian, dan dorongan kepercayaan diri kita.

Rangkuman

Mengembangkan literasi emosional - pemahaman tentang cita, emosi, dan perasaan kita - merupakan langkah penting menuju rasa harga diri yang sehat dan kemampuan untuk menangani seluruh emosi kita. Ketika kita memahami bahwa emosi kita bukanlah bagian yang melekat pada diri kita, kita dapat mengatasinya dengan sukses dan mencapai penerimaan diri. Kita akan melihat bahwa tidak ada alasan untuk merasa bersalah karena marah, atau kesal karena merasa tertekan. Begitu kita memiliki peta cita kita dan memahami sebab dan akibat dari berbagai emosi, kita dapat menemukan sendiri apa yang membawa kedamaian cita bagi kita dan apa yang menyebabkan duka kita; dan untuk emosi negatif tersebut, kita akan memiliki keterampilan untuk menyadarinya dan memperbaikinya sebelum menjadi tidak terkendali. Pelatihan dalam hal ini memberikan kita kepercayaan diri dan membantu kita melihat dan mewujudkan potensi kita.


Jika Anda tertarik menelusuri lebih lanjut, silakan baca versi lengkap Kerangka SEE Learning dan pelajari program lain Pusat Ilmu Kontemplatif dan Etika Berbasis Welas Asih.   

Top