Sutra Nurani

03:21

Telah kudengar kata-kata ini. Pada suatu ketika, sang Guru Penakluk yang Melampaui Segala sedang bermukim di Gunung Puncak Nazar, di Kotaraja Rajagriha, bersama sekelompok besar sangha wihara dan sekolompok besar sangha bodhisattwa.

Ketika itu, sang Guru Penakluk yang Melampaui Segala sepenuhnya terserap dalam samadhi yang mengungkapkan keanekaragaman kejadian, yang dikenal sebagai "kenampakan yang mendalam".

Ketika itu juga, mahasattwa mahacita bodhisattwa, Arya Avalokiteshvara, Sang Kuasa yang Melihat Segala Penjuru, sambil menjalankan laku kesadaran pembeda yang mendalam dan menjangkau-jauh, sedang melihat ke segala penjuru, secara terperinci, seperti ini: Ia melihat ke segala penjuru, secara terperinci, kelima anasir gugusan pengalamannya dan bahkan mereka yang tanpa sifat swabina.

Kemudian, melalui kuasa sang Buddha, yang mulia Shariputra menyampaikan kata-kata ini kepada mahasattwa mahacita bodhisattwa, sang Arya Avalokiteshvara: "Bagaimanakah semua anak rohani dengan watak keluarga (Buddha) harus berlatih, jika ingin menjalankan laku kesadaran pembeda yang mendalam dan menjangkau-jauh?"

Ditanya seperti itu, mahasattwa mahacita bodhisattwa, sang Arya Avalokiteshvara, mengutarakan kata-kata ini kepada yang mulia Putra dari Sharadvati, "O Shariputra, semua putra-putri rohani dengan watak keluarga, yang ingin menjalankan laku kesadaran pembeda yang mendalam dan menjangkau-jauh, mestilah melihat ke segala penjuru, secara terperinci, seperti demikian ini:

"Ia mesti meninjau ke segala penjuru, secara sepenuhnya dan terperinci, kelima anasir gugusan pengalamannya tanpa sifat swabina. Rupa – sunyata; sunyata – rupa. Rupa tiada terpisah dari sunyata; sunyata tiada terpisah dari rupa. (Yang berupa, bersunyata; yang bersunyata, berupa.) Demikian juga, merasakan, membedakan, peubah berpengaruh, jenis-jenis kesadaran – sunyata. Seperti itu lah, Shariputra, dengan segala kejadian – sunyata: tiada ciri penentu, tiada kemunculan, tiada penghentian, tiada ternoda, tiada terpisah dari noda, tiada kurang, tiada tambah.

"Karena seperti itu lah, Shariputra, dalam sunyata, tiada rupa, tiada rasa, tiada beda, tiada peubah berpengaruh, tiada jenis kesadaran. Tiada mata, tiada telinga, tiada hidung, tiada lidah, tiada raga, tiada cita. Tiada penglihatan, tiada bunyi, tiada bau, tiada rasa, tiada perasaan ragawi, tiada kejadian. Tiada sumber pengetahuan yang berupa mata, sampai tiada sumber pengetahuan yang berupa cita, (tiada sumber pengetahuan yang berupa kejadian), tiada sumber pengetahuan yang berupa kesadaran batin. Tiada ketaksadaran, tiada penghapusan ketaksadaran, sampai tiada penuaan dan kematian, tiada penghapusan penuaan dan kematian. Demikian pula, tiada duka, sebab, penghentian, dan jalan cita. Tiada kesadaran mendalam, tiada perolehan, tiada nir-perolehan.

"Karena seperti itu lah, Shariputra, lewat tiadanya perolehan para bodhisattwa, ia hidup, bersandar pada kesadaran pembeda yang menjangkau-jauh, tanpa kesamaran batin. (Karena kesamaran batin itu tiada,) tiada rasa takut, hilang melampaui yang dibalikkan, (maka) nirwana pelepasan, purna sampai akhir. Malah, dengan bersandar pada kesadaran pembeda yang menjangkau-jauh lah semua Buddha yang dibariskan di sepanjang tiga masa merupakan para Buddha yang sepenuhnya nyata dalam keBuddhaan yang tanpa banding dan sempurna.

"Karena seperti itu lah, kesadaran pembeda yang menjangkau-jauh merupakan mantra pelindung-cita (yang agung), mantra pelindung-cita pengetahuan agung, mantra pelindung-cita yang tidak tertandingi, mantra pelindung-cita yang setara dengan yang tiada taranya, mantra pelindung-cita yang sepenuhnya membuat segala duka bergeming. Karena ia tiada bermuslihat, ia dikenal sebagai kebenaran. Dalam kesadaran pembeda yang menjangkau-jauh, mantra pelindung-cita telah dinyatakan, ‘Tadyatha, (om) gate gate paragate parasamgate bodhi svaha. Sifat yang sesungguhnya: pergi, pergi, pergi ke seberang, pergi jauh ke seberang, tataran termurnikan, jadilah demikian.’ O Shariputra, seorang mahasattwa mahacita bodhisattwa perlu berlatih seperti itu (untuk perilaku yang) di dalam kesadaran pembeda yang mendalam dan menjangkau-jauh."

Kemudian sang Guru Penakluk yang Melampaui Segala, muncul dari samadhi tersebut, memuji "istimewa" mahasattwa mahacita bodhisattwa, sang Arya Avalokiteshvara, "Istimewa, istimewa, putra rohaniku dengan watak keluarga, seperti itu lah adanya. Seperti itulah adanya ia mesti menjalankan (perilakunya) dalam kesadaran pembeda yang mendalam dan menjangkau-jauh. Sama serupa dengan yang telah engkau tunjukkan supaya para bodhisattwa, (arhat, dan Buddha) bersukacita."

Ketika sang Guru Penakluk yang Melampaui Segala telah melafalkan kata-kata tersebut, yang mulia Putra Sharadvati, dan sang mahasattwa mahacita bodhisattwa, Arya Avalokiteshvara, dan kedua rombongan insan yang diberkati dengan segala, serta pula dunia – para dewata, manusia, anti-dewata, dan para pelantun gita surgawi gandharva, menyanyikan puja-puji atas hal yang telah dinyatakan oleh sang Guru Penakluk yang Melampaui Segala.

Top