Membongkar Kecemburuan: Memahami Kekosongan

Izinkan saya meninjau sekilas. Kita telah berbicara tentang contoh-contoh dari beberapa jenis masalah perasaan yang kita miliki dan kita gunakan sebagai pokok pembahasan kita, kecemburuan. Dan tanpa mengulang seluruh uraian tentang kecemburuan dan iri, hal yang mendasarinya adalah kebingungan mendasar tentang kenyataan, tentang bagaimana orang-orang ada: “aku” dan “kamu,” “aku” dan orang lain.

Dan salah satu gejalanya adalah kita berpikir dalam kerangka kelompok-kelompok yang padu – misalnya, “pemenang” dan “pecundang.” Dan kemudian, kita tidak hanya membayangkan kelompok-kelompok padu dengan garis padu di sekelilingnya, tetapi kita juga membayangkan hal yang sama mengenai “aku” dan “kamu,” bahwa kita adalah suatu wujud padu dengan garis di sekeliling kita. Dan kemudian, seperti memilah sayuran ke dalam dua keranjang – “aku” yang padu ke dalam kotak “pecundang” yang padu dan “kamu” yang padu, dan mungkin semua orang lain, ke dalam kotak “pemenang” yang padu. Dan membekukannya di dalam lemari es.

Kita tidak membicarakan “aku” dan “kamu” sebagai kelompok-kelompok, seperti apel dan jeruk. Itu menjadi sedikit membingungkan di sini, karena memang “aku” dan “kamu” adalah kelompok-kelompok, karena semua orang berpikir dirinya sebagai “aku” dan kita berpikir semua orang lain sebagai “kamu,” jadi itu semua adalah kelompok-kelompok. Tetapi di sini saya mengacu pada benda-bendanya secara perorangan: “aku” secara perorangan dan “kamu” secara perorangan. Kita tidak hanya berbicara tentang sayur-mayur dan buah-buahan; kita berbicara tentang satu jenis sayur tertentu dan satu jenis buah tertentu. Kita perlu ketepatan ketika kita berbicara tentang hal-hal yang sangat halus seperti ini. Jika tidak, kita tidak mendapatkan gagasan yang jelas.

Sekarang, kita berbicara mengenai masalah yang berhubungan dengan seluruh pembahasan tentang sunyata dalam ajaran Buddha. Kita telah membahas hal ini. Dan yang kita telah lihat adalah bahwa ini sebenarnya berbicara mengenai apa yang membuktikan – atau menetapkan, kata teknisnya – yang membuktikan bahwa sesuatu itu ada? Dan ini adalah kata yang halus; ini bukan yang membuatnya nyata, “membuktikan” adalah arti sebenarnya di sini. Kata yang sama digunakan dalam lingkung Tibet untuk membuktikan sesuatu.

Arti dari sesuatu yang ada adalah sesuatu yang dapat diketahui secara sah; bukan seperti penyerbu dari dimensi kelima, yang tidak dapat diketahui secara sah. Kita memiliki khayalan bahwa ada penyerbu dari dimensi kelima, tetapi sebenarnya tidak ada hal semacam itu. Bukan cita yang sah yang dapat melihat mereka. Itu adalah halusinasi, atau bayangan ketakutan.

Baik, jadi sekarang masalahnya adalah bagaimana kita mengetahui bahwa, “Aku pecundang dan kamu pemenang? ” Apa yang membuktikan itu? Bukan bagaimana kita tahu, tapi apa yang membuktikan itu? Apa yang membuktikan bahwa, “Aku pecundang dan kamu pemenang? ” Ini pertanyaan yang menarik, maksud saya jika kita berpikir seperti itu, “Aku pecundang dan kamu pemenang,” apa yang membuktikan itu? Atau ini hanyalah khayalan? Karena jelas jika kita buncah, ini berdasar bahwa kita percaya itu benar. Kita memercayai bahwa, “Aku benar-benar seorang pecundang,” bahwa itu sesuai dengan kenyataan, dan semua orang lain adalah pemenang. Benar bukan?

Dan ini terasa seperti itu, itulah yang buruk. Maksud saya terasa seperti itu sehingga kita memercayainya. Karena kebingungan ini dan citra-citra ini muncul dengan sendirinya; bukan berarti kita harus memikirkannya dan memutuskan, “Ah, ya, coba kulihat di kamus, ‘pecundang’, ah, benar, itulah artinya dan itulah diriku.” Dan, maksud saya, itu semua muncul dengan sendirinya. Dalam beberapa kasus memang seperti itu – Anda tak tahu penyakit apa yang Anda miliki, dan Anda harus pergi ke dokter, dan dokter itu memberi Anda secarik kertas, “Anda memiliki penyakit ini.” Tetapi di sini dalam kasus ini tidak seperti itu, bukan? Akan lucu apabila kita pergi ke dokter atau penasihat, dan mereka memberi kita secarik kertas yang menyatakan bahwa kita seorang pecundang.

Banyak orang membuka buku-buku pertolongan di Internet untuk mencari tahu penyakit apa yang mereka miliki, dan mereka sampai pada segala macam citra.

Tepat. Itu contoh lebih jelas tentang apa yang kita bicarakan. Dan itu karena ketakutan, Anda tahu, orang-orang yang memeriksa semua situs-situs web kedokteran, mereka yang tergila-gila dengan mendiagnosa diri sendiri, bahwa mereka memiliki penyakit ini dan penyakit itu – itu contoh lebih jelas dari apa yang ingin saya jelaskan di sini, dan tentang apa yang dimaksud dengan sunyata.

Nah, ada kelompok-kelompok ini, “pecundang” dan “pemenang.” Jadi kita harus memeriksa apa yang menciptakan kelompok-kelompok itu. Dan kita melihat kelompok-kelompok itu dinamai dengan kata-kata – Anda tahu, kita memiliki kata “pemenang,” kita memiliki kata “pecundang” – kelompok-kelompok itu berdasar pada makna, bukan? Jadi, dari mana makna-makna tersebut berasal? Ya, seseorang menciptakannya, cita menciptakannya, bukankah begitu?

Jika kita melihat kehidupan secara umum. Apa yang terjadi dalam hidup? Ya? Kehidupan terdiri dari – jika kita berbicara dalam istilah yang sangat umum – peristiwa-peristiwa pengalaman tiap-tiap makhluk hidup yang tak terhitung. Semua makhluk mengalami setiap peristiwa dalam kehidupan mereka – binatang, serangga, semuanya. Dan, apa yang mereka alami? Kejadian-kejadian, itulah yang mereka alami. Hal-hal terjadi. Dan kejadian-kejadian itu tidak harus dramatis; kejadian itu bisa saja berdiri, bisa saja menggaruk kepala kita, bisa saja menggerakkan kepala kita dan memandang ke sana, ke dinding di sana. Inilah peristiwa-demi-peristiwa pengalaman hidup kita, isi kehidupan kita.

Dan tiap-tiap peristiwa pengalaman, tiap-tiap kejadian, selalu berbeda. Sekarang, bagi tiap makhluk hidup ada kesinambungan kejadian, dan mereka masuk akal. Mereka berurutan, mereka bukan peristiwa-peristiwa acak yang tak berkaitan. Dan kita bukan satu-satunya; ini bukan satu-satunya film yang diputar. Ini terjadi pada makhluk-makhluk yang tidak terhitung; peristiwa-peristiwa tak terhitung dalam mengalami kejadian demi kejadian. Dan bahkan jika kita melihat sesuatu misalnya gerakan, memindahkan cangkir dari sudut meja ini ke sudut lain, itu terdiri dari kejadian demi kejadian. Dan tiap-tiap kejadian itu berbeda. Ini peristiwa yang berbeda. Sekarang ada peristiwa menggerakkan tangan saya dua puluh sentimeter ke arah cangkir, dan peristiwa berikutnya adalah menggerakkan tangan saya, tangan saya sekarang delapan belas sentimeter dari cangkir itu. Dan kejadian berikutnya adalah menggerakkan tangan… Anda tahu, seperti itu. Setiap peristiwa berbeda.

Lalu, bagaimana kita memahami peristiwa-peristiwa pengalaman ini? Ya, kita melihat pola-polanya, bukankah begitu? Kita mencari suatu ciri penentu. Kita berbicara mengenai ciri-ciri penentu yang akan membantu kita menggolongkan dan, sedikit banyak, mencerna dan menghubungkan peristiwa itu dengan kelompok lebih besar dari apa yang terjadi. Dan bagaimana kita menggolongkan hal yang baru saja terjadi itu ke dalam kelompok ini? Dengan ciri penentu kelompok itu. Nah, ciri-ciri penentu yangkitacari di sini dapat sangat beragam. Dan kelompok-kelompok yang dapat kita gunakan – kata teknisnya adalah “cap batin” – apa yang terjadi, bisa sangat berbeda, dan di sini terdapat banyak sekali kelompok yang mungkin sah, yang mungkin tepat.

Saya akan coba menggambarkan itu dengan sebuah contoh. Contohnya adalah kejadian itu, saya tidak akan menggunakan kata-kata, sayangnya ini tidak dapat masuk ke rekaman, tetapi saya akan melakukan sebuah kejadian. Baik, kejadian ini bisa saya masukkan ke kelompok apa? Baik, kelompok pertama adalah menggerakkan lengan saya. Maksud saya tentu aneh dengan siapa yang menggerakkan lengannya, tetapi mari tinggalkan itu sejenak karena itu menjadi semakin rumit. Mari kita kumpulkan lebih banyak.

Memelihara.

Ya, ketika kita berbicara tentang suatu peristiwa, suatu tindakan – saya sedang memelihara. Minum. Meminum. Apa lagi yang terjadi?

Memberikan contoh.

Memberikan contoh, benar. Saya memberikan contoh. Apa lagi yang terjadi?

Merasa haus, haus.

Haus. Dan juga berusaha menyingkirkan haus itu. Tetapi mungkin saya tidak benar-benar haus, itu hanya kebiasaan, saya ingin tetap terjaga. Dan apakah saya hanya minum atau apakah kejadiannya juga minum teh?

Anda menambah kekuatan …

Saya menambah kekuatan. Apa lagi? Gugup. Baik, kita harus memeriksa apakah itu tepat atau tidak. Itu adalah penafsiran.

Meletakkan cangkir itu kembali…

Benar. Minum tidak diikuti meletakkan cangkir ke lantai, misalnya. Apa lagi? Apakah saya mengajar? Apakah saya bernafas? Apakah saya di Freiburg? Jadi ada banyak hal yang terjadi; banyak kelompok yang kita dapat gunakan secara tepat untuk menggambarkan kejadian itu. Itulah yang kita lakukan, bukan? Kita menggambarkan kejadian itu.

Tiap-tiap kelompok kegiatan yang kita gunakan untuk memahami kejadian ini – mereka berdasarkan pada makna tertentu, bukan? Kata-kata itu memiliki makna. Jadi sekarang pertanyaanya adalah apa yang membuktikan bahwa yang sedang terjadi sesuai untuk masuk ke dalam kelompok itu? Apa yang membuatnya pas dengan kelompok itu?

Saya telah menggambarkan sebuah kejadian dan salah satu kelompok yang kita ambil adalah minum. Sekarang, pertanyaannya adalah di mana batasan-batasan kejadian itu mulai dan kejadian itu berakhir? Lalu bagaimana kita membentuk kelompok itu? Itu pertanyaan tambahan, tetapi pertanyaan pertamanya – pertanyaan yang segera bisa saya jawab – adalah apa yang menentukan batasan-batasan itu?

Dalam hal ini Anda yang membuat makna – “saya membuat sebuah contoh” – jadi Anda menentukan batasan-batasannya.
Karena Anda mengatakan bahwa ada kesinambungan kejadian…

Benar, ada kesinambungan.

Dan Anda mengatakan, “Sekarang saya memberi sebuah contoh,” tetapi itu tetap saja sebuah kesinambungan.

Benar.

Jadi dalam hal ini Anda menentukan sebuah batasan yang mungkin sebagian besar dari kami menerima. Tetapi sebenarnya apa yang membuatnya masuk ke dalam sebuah kelompok jika Anda mengatakan, “Inilah bagian yang saya ingin lihat? ”

Benar, ini juga tak beraturan. Anda tahu, di mana kita memasukkan kesinambungan tak-putus dari sebuah pengalaman. Karena kita melihat bahwa kita dapat mengelompokkannya secara berbeda dalam kerangka menggerakkan tangan saya ke arah cangkir itu – itu adalah bagian dari kejadiannya – atau minum – itu adalah bagian dari kejadiannya.

Tetapi sebenarnya minum hanyalah ketika cangkir itu berada di mulut saya. Jadi, itu adalah bagian lebih kecil dari kejadian ini, atau kita dapat memasukkan mengembalikan cangkir itu ke meja atau kita dapat memasukkannya ke dalam bagian lebih besar dari kesinambungan dalam kerangka mengajar sebuah kelas. Tetapi saya tidak mengajar kelas itu sepanjang waktu. Jadi kita dapat juga memasukkannya ke dalam kelompok yang lebih besar yakni bernapas. Itu sepenuhnya tak beraturan, bagaimana kita membagi kesinambungan itu.

Dan itulah yang seringkali menjadi masalah besar – kita memusat pada satu kejadian kecil dalam hidup kita dan kita melebih-lebihkannya. Anda tahu, “Aku kehilangan pekerjaan” atau apapun. Atau, “Orang ini baru saja membentakku,” dan itu menjadi kejadian terbesar dalam hidup kita dan kita kehilangan bungkusan yang lebih besar dari seluruh pengalaman hidup kita. Dilihat dari sudut pandang pengalaman sepanjang hidup, ini hanya satu kejadian kecil. Seperti Anda berusia dua tahun, jatuh dan memar di lengan Anda. Pada waktu itu sepertinya itulah hal paling buruk di dunia. Tetapi dari sudut pandang masa kecil kita, apalagi seluruh hidup kita, itu bukan hal besar.

Jadi, apa yang sesuai dengan makna minum? Apakah itu termasuk niat dan keinginan untuk meminum sebelum saya menggerakkan tangan untuk meraih cangkir itu? Apakah itu berakhir setelah tehnya berada di dalam mulut saya? Atau apakah itu berlanjut ketika teh itu masuk ke dalam perut saya? Bagaimana dengan sesudahnya, setelah teh itu keluar dari perut saya? Apakah itu juga masuk dalam “minum secangkir teh? ” Jadi, bahkan batasan-batasan meminum itu tak beraturan. Tidak sepenuhnya kacau; dalam ketakberaturan ini, maksud saya ini dapat ditentukan dengan cara yang berbeda-beda.

Ia terjebak dengan pertanyaan bagaimana ia dapat yakin bahwa artinya tepat.

Terima kasih, di sini saya ingin kembali ke pembahasan yang kita tinggalkan sebelum pertanyaan ini. Bagaimana kita mengetahui apa yang membuat kejadian itu sesuai dalam kelompok-kelompok ini? Apa yang membuktikan bahwa kejadian itu ada dalam kelompok ini? Apa yang membuktikannya?

....mengulang Kita telah membuat kelompoknya, dan artinyasesuai dengan pengalaman itu. Nah, apa yang membuktikan itu?

Saya telah membuat artinya….

Anda telah membuat artinya, maka, adakah sesuatu pada sasaran yang sedang terjadi yang memungkinkan Anda menamainya secara benar? Saya juga dapat menamai apa yang Anda sebut “menggaruk kepala saya” dengan “minum.” Wow saya memutuskan bahwa saya akan menggunakan kata “minum secangkir teh” untuk tindakan yang Anda sebut “menggaruk kepala. ”

Kita telah mengubah bahasanya.

Baik, kita mengubah bahasanya. Atau kita mengubah artinya.

Itu karena kita memiliki bahasa yang sama, maka kita mengatakan itu tidak sah.

Ah, kita memiliki bahasa yang sama dan itulah mengapa kita mengatakan itu tidak sah. Sangat bagus. Maksud saya ini adalah pokok yang sangat penting dengan kita berkata seperti itu. Adakah ciri-ciri penentu yang dapat ditemukan pada sasaran itu? Jika ada, itu memungkinkan Anda untuk menempatkannya dalam kelompok yang benar, dalam kelompok yang tepat, di manakah mereka? Mengingat bahwa itu adalah sebuah kesinambungan, tiap peristiwa adalah berbeda. Tidak sepenuhnya berbeda karena mereka berhubungan, tetapi berbeda.

Dan di sini kita berbicara tentang sesuatu yang saya pikir sedikit lebih gamblang – sebuah kejadian, sebuah tindakan, yang kita sebut “minum” atau “bernafas” atau “menggerakkan tangan,” hal semacam itu. Ini sedikit lebih rumit dalam kerangka sebuah sasaran. Tetapi dengan sebuah tindakan, saya pikir ini sedikit lebih jelas. Luangkan waktu sejenak untuk benar-benar memikirkan hal itu. Ini bukan sesuatu yang baru saja Anda katakan, “Ya, ah, ya, baik, lalu apa? ” Akibat-akibat dari hal itu besar sekali.

Jadi, adakah sesuatu yang muncul pada isi tiap-tiap peristiwa ini yang menjadikannya sesuai dengan kelompok “minum? ” Dalam tiap peristiwa yang terdiri dari urutan yang kita sebut “minum,” apakah terdapat sesuatu di dalam tiap peristiwa itu yang menyatakan hal yang sama? Maksud saya itu harus menyatakan hal yang sama sehingga menjadikannya bagian dari kelompok “minum.” Dan kemudian juga harus sesuatu di sana yang menjadikannya bagian dari kelompok “menggerakkan sesuatu.” Dan sesuatu di sana yang menjadikannya bagian dari kelompok “berada di Freiburg.” Sesuatu yang menjadikannya masuk ke dalam kelompok “mengajar,” “kelas.” Itu akan sangat penuh, bukan? Dengan hal-hal dalam dirinya, dalam setiap peristiwa. Bukankah begitu?

Dan jika ada orang-orang yang mengamati, yang berbicara dengan banyak bahasa yang berbeda, uh, bukankah itu akan penuh sesak dengan kata-kata yang berbeda, karena bagaimana kita tahu bahwa sebuah kata berhubungan dengan sebuah makna? Apa yang menjadikannya? Dari sisi kejadiannya, dari sisi maknanya, dari sisi katanya, di mana?

Ia bermaksud mengatakan bahwa kita berbicara tentang kejadian-kejadian bagai sebuah rantai yang tak terputus seolah-olah mereka berasal dari antah-berantah dan terus berlanjut, tetapi sebelumnya, pagi ini Anda menyebutkan soal “dorongan” dan “tujuan.” Jadi sebenarnya ia mengatakan bahwa rantai kejadian ini berhubungan dengan dorongan dan tujuan itu.

Dan itu tidak hanya berhubungan dengan dorongan dan tujuan, melainkan juga berhubungan dengan semua sebabnya, seperti dengan orang yang membuat teh, toko yang menjualnya dan seterusnya, karena yang kita lakukan adalah menggambar garis, berbicara tentang bagian tertentu dari hal itu. Dan itu juga memiliki segala akibat yang muncul. Dari meminum ini agar tidak mati karena kehausan, agar dapat terus mengajar.

Dan kita tidak hanya berbicara tentang sebab dan akibat yang berhubungan dengan pengalaman pribadi saya. Juga semua sebab dan akibat yang merupakan bagian dari pengalaman orang lain, seperti dengan niat baik dan pikiran orang yang membuatnya, dan juga akibatnya seperti seseorang di ruangan ini melihat saya minum dan ini bertindak sebagai unsur sebab bagi mereka untuk berpikir, “Oh, Andai aku punya secangkir teh. ”

Saya harap ia tidak cemburu.

Mereka bisa juga cemburu, tentu saja. Tetapi itu pendapat yang sangat bagus, itu pendapat yang hebat – dan mereka bisa saja cemburu. Ini bertindak sebagai unsur sebab bagi perasaan yang gelisah untuk menyertai peristiwa-peristiwa berikutnya dalam pengalaman hidup mereka. Sebab dan akibat – tidak terbatas hanya dalam jangka waktu tertentu. Sebenarnya ini tak memiliki akhir, dalam kedua arah masa lalu dan masa depan.

Jadi ini semata-mata bagaimana kita memahami tiap peristiwa dalam hidup kita. Dan kita secara alami memahami itu dalam kerangka kelompok-kelompok dan bahasa ini. Dan ini tidak hanya demi kepentingan kita agar dapat memahaminya, tetapi juga agar mampu berkomunikasi dengan orang lain. Kita bukan satu-satunya orang di dunia ini, dan untuk bisa berkomunikasi, berbagi pengalaman dan seterusnya, sepenuhnya bergantung pada ini.

Bahkan pada tingkat paling dasar yaitu memperhatikan saya meminum secangkir teh ini, jika masing-masing dari Anda memotret saya, fotonya akan terlihat berbeda, karena masing-masing dari Anda melihatnya dari sudut dan jarak yang berbeda. Namun, kita bisa menyepakati – ini kata kuncinya – sebuah “kelaziman.” Berdasar pada bahasa yang umum yaitu minum secangkir teh. Menakjubkan, bukan?

Sebagian foto itu akan tajam, sebagian tidak. Dan sebagian dari Anda mungkin tidak memerhatikan. Begitu juga pada saat itu, jika Anda memotret sesuatu yang terlihat oleh mata Anda, mungkin itu adalah dinding, atau mungkin mata Anda terpejam. Tetapi Anda setuju meskipun Anda tidak benar-benar melihatnya atau memerhatikan, “Ya, tentu, saya meminum secangkir teh.” Maksud saya itu membawa kita lebih jauh – sekarang saya bermain-main dengan Anda – apa yang membuktikan bahwa saya telah minum secangkir teh? Anda bisa mendekat dan di dalam perut saya ada teh mengalir? Apakah itu minumannya? Mungkin cairan itu masuk ke dalam perut saya dengan cara lain. Bagaimana Anda tahu?

Begitu Anda mulai membongkar hal ini, dalam arti segala hal pada sasaran itu mulai lepas. Tetapi ini bukan nihilisme, bukan. Anda harus sangat berhati-hati. Dan bagaimana Anda tahu, ketika Anda melihat ke dalam cangkir dan Anda melihat beberapa tingkatan warna yang berbeda, putih dan cokelat di sana, dan Anda lebih melihat lebih banyak putih daripada cokelat, bagaimana Anda tahu di dalam cangkir itu lebih banyak teh berwarna cokelat sebelumnya? Bagaimana Anda tahu? Apa yang membuktikannya? Teh itu tak lagi di sana? Apakah teh itu pernah di sana? Bagaimana Anda tahu?

Hmm, Anda perlu menghubungkan ke pengalaman sebelumnya… Maksud saya ada banyak hal, tetapi tidak ada yang berasal dari sasaran itu. Anda tak dapat menemukan apapun dari sisi sasaran itu; semuanya terbukti, semuanya ditunjukkan dari sisi cita. Bagaimana dengan kelaziman, kelaziman dibuat oleh cita. Dan bahasa, bahasa dibuat oleh cita. Arti-arti, mereka dibuat oleh cita. Dan bagaimana kita tahu bahwa itu tepat? Apa yang membuatnya tepat?

Anda tadi mengatakan bahwa ada bahasa yang diterima secara umum, sebuah kelaziman, itu adalah patokan pertama. Ini sesuai dengan kelaziman yang kita telah sepakati dan kata-kata. Dan ini tidak bertentangan – maksud saya, ini dikatakan dalam ajaran Buddha dengan beberapa cara negatif – ini tidak bertentangan dengan cita yang secara sah melihat kebenaran lazim. Itu berarti bahwa jika Anda memotretnya dan tangan Anda gemetar, atau Anda tidak memotret secara keseluruhan dan Anda tahu, Anda melihat sebagian dinding, atau Anda tidak memakai kacamata atau hal-hal seperti itu, jadi Anda mengira itu adalah hal lain, atau di sana tidak cukup cahaya, tetapi jika Anda menyalakan lampu dan Anda menjaga semuanya memusat, ini adalah kesimpulan yang akan Anda jumpai. Ini tidak bertentangan dengan itu. Ini sedikit banyak dikuatkan kembali. Ini adalah penglihatan yang tepat; tidak kabur atau semacamnya. Jadi Anda harus memeriksa.

Dan patokan ketiga adalah ini tidak ditentang oleh cita yang secara sah melihat kebenaran terdalam. Jadi, jika Anda punya suatu khayalan liar, misalnya ada sesuatu yang dapat ditemukan pada diri sasaran yang menjadikannya itu, ini seperti mengatakan bahwa ada penyerang dari dimensi kelima pada diri sasaran. Ketika Anda benar-benar mengetahui apa yang terjadi dan melihat secara tepat, memahami secara tepat – ini menentangnya. Jadi ini harus tidak ditentang oleh sesuatu yang secara sah melihat kebenaran terdalam, apa yang terjadi. Dan semua itu berasal dari sisi cita. Tak ada yang berasal dari sisi sasaran.

Yang Anda katakan adalah seseorang yang akan melihat kebenaran terdalam, ia tidak akan bertentangan pada tingkat lazim itu adalah minum teh?

Tidak. Itu tidak akan bertentangan pada tingkat terdalam bahwa tidak ada pada diri sasaran yang menjadikan itu minum.

Dan sisi lainnya?

Apakah cita yang memakai kacamata dan seterusnya itu tidak akan menentang bahwa yang Anda lihat adalah minum teh?

Pada tingkat lazim.

Pada tingkat lazim. Kebenaran lazim dari apa yang terjadi. Itu bukan berarti ada dua tingkat yang terpisah, Anda tahu, dalam bidang yang berbeda; mereka adalah dua fakta mengenai kejadian itu. Apakah meminum secangkir teh dan apa yang menjadikannya minum secangkir teh – bahwa tak ada sesuatu pada diri sasaran. Itulah sunyata; sunyata dari segala hal pada diri sasaran yang menjadikannya sebagai minum secangkir teh.

Jadi izinkan saya menerapkan ini pada pokok bahasan kita di sini. “Aku kehilangan pasanganku.” “Aku kehilangan pekerjaanku.” “Apakah aku seorang pecundang? Kupikir aku seorang pecundang. Apa yang membuatku seorang pecundang? ” Baik, sekarang, jika seseorang menggambarkan kejadian “kehilangan sesuatu” – itu sedikit nirwujud, bukan? Dalam kerangka tiap peristiwa dari apa yang terjadi. Tapi tidak apa-apa, kita memiliki aturan dan kata “kehilangan.” Anda kehilangan pekerjaan, dan Anda tidak memilikinya lagi; kehilangan pasangan, pasangan Anda pergi. Jadi itu sesuai dengan aturan kehilangan sesuau. Itu tepat. Demikianlah kita menyebutnya, demikianlah semua orang menyebutnya.

Patokan kedua: Jika saya pergi ke kantor lagi, orang lain akan berkata, “Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu telah kehilangan pekerjaanmu.” Maka, ini tidak bertentangan dengan apa yang mereka amati. Saya menemui mantan pasangan saya lagi, dan mantan pasangan saya dan pasangan barunya memandang saya kemudian berkata, “Apa yang kamu lakukan disini? Hubungan kita sudah berakhir.” Itu adalah patokan kedua. Mungkin saya salah; saya pikir saya telah kehilangan pekerjaan saya, tetapi tidak. Maka saya pergi ke sana, dan memastikan. Mungkin saya lupa, mungkin saya bingung, saya semakin tua. Ini membuktikan bahwa saya kehilangan pekerjaan saya, kita bertanya pada orang lain.

Sekarang, patokan ketiga, dan ini adalah hal paling penting di sini. “Kupikir aku seorang pecundang, aku adalah pecundang sejati. Ada sesuatu yang asli dan dapat ditemukan pada diriku yang menjadikanku seorang pecundang, dan sesuatu yang asli dan dapat ditemukan pada dirimu yang menjadikanmu seorang pemenang, maka hatiku merasa sangat sakit dan amat sangat cemburu.” Jadi seolah-olah ada sesuatu pada diri saya, suatu ciri penentu yang tampak pada diri saya, yang membuat saya sesuai ke dalam kelompok ini, kotak ini, kata “pecundang” ini, yang hanyalah sebuah kesepakatan, yang menempatkan saya di sana, mengubur saya selamanya di sana.

Jadi sekarang, jika kita benar-benar memikirkan hal itu, dari apa yang saya katakan, itu bertentangan. Karena ketika kita menyelidiki, di mana saya menemukan ciri-ciri penentu seorang pecundang? Itu tidak ada dimanapun. Di mana itu? Apakah ada di hidung saya? Di mana? Di dalam cita saya? Di mana? Dan kejadian apa yang membuatnya di sana? Apakah itu selalu di sana? Sejak saya lahir, di mana itu? Hanyalah kelaziman yang dapat menggambarkan kejadian itu. Hanya itu, tak lebih. Saya secara asli bukan seorang pecundang. Itu konyol. Kemudian tanggapan perasaan kita sepenuhnya berbeda.

Selama saya mengikuti pembahasan ini, pendapat pertama saya adalah bahwa pohon diterima secara umum di semua budaya; mereka semua mengenal pohon. Tetapi kemudian Anda mengatakan bahwa kebudayaan atau bahasa seseorang menarik garis antara pohon dan semak pada tingkat yang berbeda, sebagai benda yang berbeda. Jadi itu membuktikan bahwa itu adalah kelompok yang tak beraturan.

Benar, itu secara budaya dan bahasa telah ditetapkan.

Ya, karena itu secara budaya dan bahasa telah ditetapkan, dan kita melihat bahwa mereka menetapkannya secara berbeda, jadi ini bukti bahwa hal itu tak beraturan. Maka, gagasan barunya adalah mengatakan, tetapi ada pengenalan wajah manusia yang diterima secara umum dalam setiap masyarakat manusia. Bahkan tak ada satupun masyarakat manusia yang akan salah melihat wajah manusia dengan wajah kera.

Ya, itu sangat jelas. Lihatlah semua pembahasan besar ilmiah mengenai evolusi dan apa pokok dalam evolusi, Anda tahu, menemukan tulang-belulang dari zaman kuno, dapatkah kita mengatakan dalam proses evolusi ini bahwa ini ada dalam kelompok “kera” dan ini ada dalam kelompok “makhluk mirip manusia? ” Saya mengatakan batasan-batasannya, apa yang menjadikannya sebagai manusia? Atau apa yang menjadikannya sebagai kera?

Sekarang, untuk mengatakan bahwa kelompok-kelompok ini secara bahasa dan budaya sudah ditetapkan dan kita menggunakan kata “tak beraturan” yang longgar ini, yang harus saya akui mungkin bukan kata yang cukup bertanggung jawab untuk digunakan – tidak berarti ini kacau. Bahwa segala sesuatu dapat dinamai apapun. Itulah mengapa kita memiliki tiga cara pengesahan, untuk memberi cap. Tetapi pertanyaanya adalah – dan ini adalah bantahan yang selalu muncul – tetapi apakah itu benar-benar sebuah pohon? Apakah benar-benar ada sebuah pohon?

Inilah mengapa kita mengatakan bahwa tak ada yang benar-benar berasal dari sisi sasaran yang membuktikan bahwa itu adalah sebuah pohon. Sekarang Anda sampai pada tingkat pemahaman yang lebih mendalam, ini seperti sebuah khayalan; seperti sebuah khayalan. Sepertinya ada sesuatu dari sisi sasaran itu yang menjadikannya sebagai pohon. Bukan seperti itu. Namun ini berfungsi; namun orang lain yang mengetahui bahasa yang sama dan setuju pada artiyang sama juga akan menyebutnya pohon. Mereka tidak akan menyebutnya anjing.

Tetapi ini adalah tingkat yang lebih halus untuk benar-benar memahami, itulah mengapa Anda mengawali pada tingkat yang lebih mudah, dengan, “Aku tidak jatuh ke kursi, tapi ke lantai.” Meskipun pada tingkat yang lebih dalam saya tahu bahwa ini tidak padu. Saya tahu bahwa kursi itu terbuat dari atom-atom dan atom-atom itu terbuat dari partikel-partikel subatom, dan itu sebagian besar ruang kosong. Dan saya tahu bahwa hal yang sama juga terjadi pada tubuh saya. Namun demikian, saya tidak jatuh dari kursi, kursi itu berfungsi untuk menopang saya. Tetapi fakta bahwa kursi itu menopang saya, apakah itu membuktikan bahwa benda ini ada sebagai kursi, atau benda ini ada sebagai pohon? Ada sedikit masalah dengan itu. Karena bagaimana Anda tahu kursi itu berfungsi sebagai pohon? Apa yang membuktikan bahwa kursi itu berfungsi sebagai pohon? Ini menjadi rumit.

Saya bisa membuat kursi dari pohon.

Ya, tetapi seluruh pertanyaan tentang fungsi ini membawa kita kembali pada pertanyaan tentang minum. Kita berbicara tentang tindakan-tindakan. Sebab dan akibat, hubungan antara sebab dan akibat, itu adalah pertanyaan yang sangat sangat dalam dan halus. Karena hanya ada satu peristiwa pada satu waktu. Apa yang menghubungkan mereka? Apa yang menghubungkan tiap-tiap peristiwa itu, sehingga pada akhirnya kita mengatakan bahwa mereka menjalankan fungsinya. Dan apa yang menjalankan fungsi itu?

Jadi, ini adalah hal yang sangat rumit, itulah mengapa pada tingkat yang lebih sederhana, pada tingkat satu atau dua atau tiga, Anda akan mengatakan apa yang menetapkan, apa yang membuktikan bahwa benda itu ada adalah bahwa benda itu berfungsi. Tetapi kemudian kita harus berhati-hati di sini; “Kurasa ada penyerbu dari dimensi kelima di bawah tempat tidurku.” Apakah itu berfungsi? “Ya, aku sangat ketakutan.” Tetapi penyerang dari dimensi kelima itu tidak menyebabkan itu; keyakinan saya bahwa ada penyerbu dari dimensi kelima yang menyebabkannya. Jadi kita harus memperhatikan semua hal ini dengan saksama. Dan juga apa yang berfungsi.

Jadi, Anda dapat menggunakan patokan itu pada tingkat sederhana dari “ia berfungsi,” oleh karenanya itu membuktikan bahwa ia ada, dan membuat pemisah antara apa yang ada dan apa yang tidak ada, seperti penyerbu dari dimensi kelima. Tetapi seperti yang saya katakana, itu masih merupakan pemahaman yang dangkal, bukan yang terdalam.

Membongkar kelompok-kelompok ini, sebagai sebuah sikap untuk meleburkan, sebuah cara untuk meleburkan dalam memahami sesuatu, seperti Anda memiliki kotak padu pecundang dan Anda perlahan melebur, Anda membongkar. Jadi pada akhirnya ke mana ini mengarah kecuali ke sebuah ketidakamanan yang besar? Dan pokok kedua adalah, seperti dalam masyarakat pascamodern banyak dibicarakan tentang kekosongan, tetapi itu bukan berarti sunyata, melainkan kekosongan makna, budi pekerti, aturan, dan seterusnya. Pembongkaran yang kita miliki dalam masyarakat pascamodern ini dan ia ingin ini dibedakan. . .

Benar, itu nihilisme. Ketika kita berbicara tentang sunyata dalam ajaran Buddha, apa yang tiada dari hal-hal? Ia tiada dari apapun yang ada dari sisi dirinya sendiri yang membuktikan bahwa ia ada. Itulah yang tak ada. Ini bukan berarti bahwa tak ada sesuatu yang ada. Bagaimana ia ada? Seperti khayalan. Apa yang membuktikan bahwa ia ada? Ya, ada kata-kata, orang-orang setuju, itu tidak bertentangan. Dan puaslah dengan itu – meskipun itu tampak padu dan sebagainya, tapi tidak – begitu juga dengan sunyata – meskipun demikian, semuanya berfungsi. Dan itu cukup. Jangan khawatir tentang itu, tak perlu merasa tidak aman.

Tetapi tentu, ketika memahami ini, ini membuat Anda tidak aman. Itulah mengapa seorang guru agung, Tsongkhapa, ketika salah seorang muridnya sedang bermeditasi pada sunyata, murid itu tiba-tiba menarik kerah kemejanya. Dan Tsongkhapa berkata, “Ah, bagus sekali, kamu baru saja menegaskan kembali kenyataan lazim dari segala sesuatu.” Jadi kita perlu menegaskan kembali itu. Ini tidak menyangkal. Yang kita sangkal adalah serupa dengan “Hal yang membuktikan bahwa aku ada” – saya pikir yang membuktikan bahwa saya ada adalah bahwa saya bisa pergi ke dimensi kelima. Ini konyol.

Sama konyolnya ketika kita berpikir bahwa sasaran yang diacu kata-kata dan wawasan-wawasan kita sebenarnya dapat ditemukan di luar sana. Dengan kata lain, ada sasaran-sasaran yang dapat ditemukan dengan ciri-ciri penentu yang dapat ditemukan di luar sana yang sesuai secara tepat dengan kotak-kotak dan kelompok-kelompok yang dinyatakan oleh kata-kata dan wawasan-wawasan itu. Dan bahwa fakta bahwa kita dapat menemukan mereka menetapkan atau membuktikan bahwa hal-hal itu benar-benar ada. Tetapi sebenarnya Anda tidak dapat menemukan sasaran yang diacu, Anda tidak dapat menemukan ciri-ciri penentu pada sasaran itu, sehingga itu tidak membuktikan bahwa sesuatu ada; inilah yang dimaksud bahwa sesuatu sepenuhnya tiada. Sasaran-sasaran itu, yang secara lazim ada, tidak memiliki hal-hal yang akan menetapkan mereka untuk ada, atau membuktikan bahwa mereka ada.

Itu bukan berarti bahwa kata-kata dan wawasan-wawasan kita tidak mengacu pada apapun; mereka mengacu pada sesuatu. Tetapi apa yang mereka acu tidak dapat ditemukan dan tidak sesuai secara tepat dengan kata-kata dan wawasan-wawasan itu. Seolah-olah kelompok-kelompok bahasa ada di luar sana. Tidak, mereka tersusun secara batin. Tetapi begitulah cara kita mengenal dunia, begitulah cara kita menggambarkannya. Jadi, ya, ini berfungsi. Kita dapat berkomunikasi. Saya dapat memahami. Cukup. Jalani hidup. Kebenaran lazim bukanlah sebuah tingkatan. Tidak benar bahwa seolah-olah ada dua tingkat, seperti tingkat lintas-fana dan tingkat duniawi – tak ada pandangan berganda di sini. Jadi tak ada alasan untuk buncah tentang suatu hal.

Seorang guru Zen, dalam keadaan yang sama, ketika muridnya ketakutan, “Aku tidak ada, tak ada yang ada,” apa yang kemudian dilakukan guru Zen? Ia memukul muridnya. “Apakah kamu merasakan itu? ” “Ya.” “Apakah sakit? ” “Ya.” Jadi, kebenaran lazim.

Orang pascamodern yang misalnya pergi ke psikiater dan mengatakan, “Meskipun aku berfungsi di dunia ini – aku bisa pergi ke toko dan seterusnya dan seterusnya, aku tidak punya masalah dengan kenyataan, aku berfungsi – namun demikian, aku merasakan kekosongan dalam diriku, ketakberartian dalam diriku. Aku tak bisa benar-benar terhubung dengan apa yang kulakukan, aku tak bisa terhubung dengan orang-orang, aku merasa terasing.” Bagaimana ini berhubungan dengan apa yang kita bicarakan di sini?

Itulah mengapa semua pembahasan mengenai sunyata ini berada di dalam lingkung seluruh ajaran-ajaran Buddha; tidak hanya berdiri sendiri. Dalam ajaran Buddha kita memiliki apa yang disebut “perlindungan.” Itu adalah kata yang menyesatkan. Ini berbicara tentang haluan dalam hidup; haluan aman dalam hidup pada upaya untuk menjadi seorang Buddha, pada dasarnya – untuk menyingkirkan pengaburan, kebingungan, memahami hal-hal, cara yang dilakukan Buddha, cara masyarakat yang sebagian menyadarinya dan terus menjalani dengan cara itu. Dan ini adalah haluan yang saya tuju dalam hidup saya, dan itu bisa semata-mata karena saya muak dengan semua masalah yang saya miliki – saya ingin keluar dari itu dan saya ingin menghentikannya – atau, selain itu, karena saya memiliki welas asih untuk orang lain dan saya ingin membantu mereka, karena mereka sangat menderita. Dan ketika saya gagal, saya tidak bisa membantu mereka; ketika saya bingung, saya tidak bisa membantu mereka sebaik mungkin. Jadi pemahaman tentang sunyata ada di dalam lingkung ini di mana hidup memiliki makna yang luar biasa banyaknya. Ini tidak hanya berdiri sendiri.

Jadi, welas asih saja tidak cukup, karena kemudian Anda akan berkecil hati, “Oh, orang-orang menderita” dan “Oh, Tuhan, saya tidak bisa membantu.” Tidaklah cukup hanya merasakan welas asih dan kasih; Anda harus memiliki pemahaman. Karena welas asih saja tanpa pemahaman – Anda menjadi melekat pada orang-orang yang Anda bantu; Anda menjadi serakah akan balasan kasih sayang dari mereka; Anda menjadi marah kepada mereka ketika mereka tidak menuruti nasihat Anda; Anda menjadi berkecil hati; Anda menjadi murung. Welas asih dan kasih tidak cukup. Dan pemahaman saja tidak cukup, karena kemudian hidup tidak berarti. Dan tidak ada tujuan. Jadi, ajaran Buddha selalu menempatkan dua hal ini bersama, dalam lingkung memiliki haluan aman dalam hidup; tahu apa yang kita lakukan dalam hidup, ke mana kita pergi. Meletakkan haluan itu, itulah mengapa kita menyebut “pergi berlindung.” “Perlindungan” adalah kata yang terlalu pasif, seolah-olah kita pergi ke sebuah cagar alam dan kita aman. Bukan itu. Aktif – menentukan sebuah haluan dalam hidup Anda; sebuah haluan yang positif, aman, dan penuh makna.

Bagaimana dengan sunyata pada “diri? ”

Benar, sunyata pada diri, terima kasih. “Aku,” “kamu” – ini adalah kelompok. Sama seperti “pohon.” Tetapi bukan jenis yang sama dengan gejala sebagai pohon; pohon memiliki ciri-ciri ragawi. “Aku,” saya tidak memiliki ciri-ciri ragawi. Tubuh saya memiliki ciri-ciri ragawi. Apakah saya memiliki ciri-ciri ragawi? “Aku? ” Sedikit lebih nirwujud. “Aku” adalah – untuk menyederhanakan bahasanya – adalah gejala yang nirwujud. Bukanlah sesuatu dengan ciri-ciri ragawi, bukan cara untuk menyadari sesuatu, seperti melihat atau kemarahan atau cinta. Itu adalah cara untuk menyadari sesuatu, merasakan sesuatu, atau mengalami sesuatu.

Jadi, ini adalah sebuah kenirwujudan. Lalu bagaimana ini digunakan? Ada kesinambungan dalam mengalami. Saya tidak berbicara tentang pengalaman-pengalaman yang ada di luar sana; ada kesinambungan dalam mengalami, peristiwa demi peristiwa, mengalami ini, mengalami itu, subjektif. Mengalami, mengalami, mengalami. Isinya terus-menerus berubah. Dan, tiap peristiwa mengalami tentu memiliki isi; Anda tidak mungkin mengalami tanpa mengalami sesuatu. Jadi di situ selalu ada isi. Dan itu berubah dari waktu ke waktu; itu terdiri dari amat banyak bagian: visual, bentuk dan rupa, bunyi, dan semua hal semacam ini; dan berbagai cara untuk menyadari: melihat, mendengar; berbagai perasaan: kemarahan, kemelekatan, kebahagiaan, ketidakbahagiaan, daya pemusatan, perhatian. Semua bahan yang Anda miliki itu terdiri dari jaringan yang luar biasa berseluk-beluk – mereka semua berinteraksi satu sama lain, mereka semua saling terkait. Dan hal yang benar-benar menakjubkan adalah setiap bagiannya berubah dengan kadar yang berbeda. Dan inilah yang menyusun tiap-tiap peristiwa mengalami. Membongkar, kembali ke kata membongkar.

Tetapi di situ ada kesinambungan. Apa yang menjadikan kesinambungan itu adalah pertanyaan lain, pertanyaan yang sangat sulit. Pada tingkat terdalam, tak ada apapun pada diri pengalaman yang menyediakan kesinambungan itu. Ada kesinambungan, puaslah dengan itu. Tetapi kita berpikir bahwa ada sesuatu yang padu di sana, yang ada sepanjang waktu, seperti layar di mana sebuah film disorotkan. “Aku” – aku ada di sana sepanjang waktu; itulah yang membuktikan kesinambungan ini. Dan sayangnya terasa seperti itu. “Di sinilah aku. Pergi tidur semalam, bangun pagi ini, inilah aku lagi. “Aku’ yang sama.” Terasa seperti itu, bukan? Kita tentu memercayainya. “Aku di sini lagi. Aku masih di sini.” Ini seperti khayalan, tentu saja, tetapi rasanya seperti ini dan kita memercayainya. Dan atas dasar “Kamu telah melukaiku, aku seorang pecundang” – “aku” yang padu dan berwujud ini.

Tetapi “aku” sebenarnya adalah sebuah kenirwujudan, yang dengan itu dapat kita cap, kita tandai, semua kesinambungan pengalaman ini, sehingga itu masuk akal, seperti kita menyusun apa yang kita lihat menjadi pohon … kelompok-kelompok, cara menyusunnya sehingga kita dapat menghadapinya. Dan secara lazim itu benar – “aku”, bukan “kamu;” rumahku, bukan rumahmu; pengalamanku, aku mengalaminya, kamu tidak mengalaminya.

Baik, jadi ini secara lazim adalah benar, tetapi ini hanyalah sebuah kenirwujudan. Kita berbicara tentang “aku” secara perorangan; ada kenirwujudan umum, dengan “aku” milik setiap orang dan “kamu” milik setiap orang. Tetapi bahkan anggota-anggota perorangan dari kelompok “aku-aku” dan “kamu-kamu” – kita dapat menggunakannya dalam bentuk jamak – adalah kenirwujudan. Jadi dalam kasus ini, “aku” tidak sama dengan hal ragawi, seperti pohon. Pada kasus pohon, ada kelompok “pohon,” yang merupakan sebuah kenirwujudan, tetapi kemudian tiap-tiap pokok dalam kelompok itu adalah benda-benda ragawi, pohon-pohon secara tersendiri. Di sini, dalam kasus “aku,” bukan hanya kelompok “aku” sebagai kenirwujudan, tetapi tiap-tiap pokok dalam kelompok itu – dengan kata lain, “aku-aku” secara perorangan – juga merupakan kenirwujudan. Dan tentu saja, “aku-aku” perorangan, meskipun nirwujud, berubah dari waktu ke waktu, karena apa yang dialami oleh “aku” perorangan itu terus-menerus berubah.

Sekarang, ada kata “aku” atau wawasan “aku.” “Aku” bukanlah kata, bukan? Aku bukanlah sebuah kata. Aku bukanlah sebuah wawasan. Atau sebuah khayalan. Lalu apakah “Aku? ” “Aku” adalah sasaran acuan, hal yang diacu oleh kata itu. Masyarakat kita membuat dan menyepakati suatu pola suara untuk menggambarkannya. Bahkan aneh bahwa mereka menyepakati rangkaian garis pada sehelai kertas untuk mengartikan itu. Itu sangat aneh. Itu berarti “aku.” Cukup aneh untuk anjing, atau cukup aneh untuk makhluk Mars.

Kita memiliki kata dan wawasan “cangkir.” Itu mengacu pada apa? Itu mengacu pada sebuah cangkir, sebuah benda. Sekarang, apa dasar untuk penunjukan itu? Apa dasar untuk sebuah cangkir? Bagian gagang ini, bagian gagang itu? Ujung lingkarnya? Ruang kosong di dalamnya, apakah itu sebuah cangkir? Ada seluruh bagian-bagian ini, dan tentu sebab-sebabnya dan seterusnya – atas dasar inilah saya menerapkan, masyarakat kita menerapkan istilah atau wawasan: “cangkir.” Apakah sebuah cangkir? Apakah gagangnya? Dapatkah Anda menemukannya? Tidak. Kita memiliki “cangkir,” sebuah kata; bunyi, getaran udara. Itu bukan cangkir.

Kemudian ada dasarnya. Dan tentu Anda tidak dapat menemukan ciri-ciri penentunya pada dasarnya. Anda tidak dapat menemukan ciri-ciri penentunya pada tangkai; Anda tidak dapat menemukan apapun. Jadi, apa itu cangkir? Itu seperti sebuah khayalan. Itulah yang diacu oleh kata itu ketika itu menunjuk atas dasar penunjukkan yang orang lain setuju. Maksud saya, ini harus sah. Anda tidak dapat menyebut ini sebuah cangkir; ini meja; Anda tidak dapat menyebut anjing sebagai “meja.” Jadi ini seperti khayalan, tampak seolah-olah ini benar-benar sebuah cangkir, tetapi sebenarnya ini seperti sebuah khayalan, hal semacam ini hampir seperti berada di antara kata dan dasarnya. Namun meskipun demikian, itu berfungsi.

Apakah itu benar-benar tak dapat ditemukan? Hanya ketika kita kemudian menguraikan, ketika kita benar-benar melihat secara sangat mendalam, kita tidak dapat menemukannya. Jika Anda santai, dan kita mengatakannya dengan biasa, “Di mana cangkir itu? ” “Oh ya, cangkir itu di sana.” Tetapi itu berfungsi, maksud saya alam semesta ini berfungsi, ini bekerja. Tetapi ketika Anda melihat secara sangat mendalam, Anda tak dapat menemukan apapun; ketiadaan dari apapun pada sisi sasaran itu sendiri yang membuktikan bahwa ia ada, membuat ia ada.

Baik, jadi sekarang, “aku” adalah sebuah kenirwujudan untuk menyatukan kesinambungan pengalaman. Apakah “aku? ” Aku bukan kata. Dan semua peristiwa pengalaman ini yang terdiri dari berjuta-juta bagian, yang berubah sepanjang waktu dengan kadar yang berbeda, di mana saya dapat menemukan “aku”? Tak ada dari mereka yang adalah aku. Lalu, apakah “aku? ” “Aku” adalah kata yang mengacu, atas dasar kesinambungan pengalaman. Apakah ada sesuatu pada sisi “aku” – “aku” sejati yang lazim – yang membuat “aku” “aku? ” Tak ada hal pada sisinya yang membuat “aku” menjadi “aku” pada umumnya, maupun yang membuktikan atau menetapkan peroranganku.

Dan ini adalah sebuah persoalan besar di Barat, jadi saya harus membuktikan perorangan saya. “Aku harus membuktikan bahwa aku adalah ‘aku;’ aku harus menetapkan peroranganku, terpisah dari orang tuaku.” Ini sia-sia. Anda adalah perorangan; tak akan ada yang membuktikannya. Tentu saja Anda adalah perorangan. Jadi yang menetapkan dan membuktikan perorangan itu adalah kesinambungan sebab dan akibat pengalaman – masuk akal. Adakah pada sisi pengalaman itu yang menghubungkan rangkaian sebab dan akibat? Tidak. Ini benar-benar seperti sebuah khayalan, tetapi Anda melihat ini sangat halus, tingkat yang dalam, seperti sebuah khayalan, itulah mengapa kita lebih dulu berupaya untuk memahami apakah kita dapat memahaminya dan menerimanya pada tingkat “aku tidak jatuh ke kursi ketika aku duduk,” maka perlahan-lahan kita siap untuk memahami “aku” sebagai sebuah khayalan. Jadi tak ada yang membuat kesinambungan itu. Ada kesinambungan; ada sebab dan akibat. Sebab dan akibat adalah cap untuk menggambarkan kesinambungan itu. Kita tak dapat menemukan sebab dan akibat itu di manapun.

Tetapi kita perlu menegaskan kembali: ada “aku,” itu benar; itu bukan kamu. Dan kemudian kita harus bertanggung jawab atas perilaku kita, bahwa cara perilaku kita akan memengaruhi apa yang kita alami berikutnya, akan memiliki akibat pada orang lain. Kita harus merawat diri kita sendiri dalam kerangka makan dan cukup tidur, tidak berjalan menabrak dinding. Hal-hal semacam ini. Tetapi, kita akan mendapat masalah ketika membuat “aku” menjadi hal besar padu yang kita khawatirkan – “Tak seorangpun akan menyukaiku dan aku tidak aman.” “Aku marah ketika tidak mendapatkan yang kuinginkan” – “aku” – “dan aku harus mendapatkan lebih banyak hal untuk ‘aku’ agar membuat ‘aku aman” – itulah yang akan mendatangkan masalah bagi kita. Tetapi puaslah – aku ada, aku berfungsi. Dan jalani hidup, dalam haluan yang positif, berjalan dan terus berjalan, berusaha membantu orang lain dan lebih banyak orang – tanpa menempatkan “aku” yang tampak padu ini ke dalam kotak “pecundang” yang tampak padu ketika keadaan tidak berjalan baik dan kita kehilangan pekerjaan atau kehilangan pasangan; dan menempatkan “kamu” yang tampak padu ke dalam kotak “pemenang” yang tampak padu ketika orang itu sukses, yang tentu saja merupakan kesalahan pemahaman di balik kecemburuan kita.

Jadi siasat terbaik untuk mengatasi kecemburuan adalah dengan membongkar seluruh kesalahan pemahaman yang kita miliki tentang “aku,” tentang “kamu,” tentang kelompok-kelompok, tentang pemenang dan pecundang dan seterusnya, dan dengan cara ini kita dapat menghadapi hidup dan menghadapi naik turunnya kehidupan tanpa menjadi buncah, tanpa mendatangkan banyak duka pada diri kita dan orang lain. Dan dengan demikian kita mungkin bisa menjadi bantuan terbaik bagi semua orang.

Top