Pemahaman Persiapan yang Dibutuhkan untuk Orang-orang dari Ketiga Lingkup

Tiga Jenis Orang Spiritual

Untuk melanjutkan naskah ini, seloka berikutnya berbunyi: 

(2) Karena (pelaku-pelaku) berada dalam lingkup-lingkup kecil, menengah, dan unggul, dikenal sebagai tiga jenis insan rohani. Maka aku akan menulis tentang golongan-golongan khusus ini, menjelaskan ciri-ciri mereka.

Seloka ini menyajikan tata tiga tingkat orang yang berbeda: mereka yang memiliki dorongan tingkat awal, menengah, dan lanjut. Atisha menyatakan bahwa ia bermaksud untuk menjelaskan sifat dari tata penggolongan ini dan ciri-cirinya.

Cara lain untuk menggambarkan jalan menuju Kebuddhaan adalah bahwa jalan tersebut merupakan proses yang bertahap, maju selangkah demi selangkah:

  • Jalan seseorang dengan lingkup awal mengarah pada status yang lebih tinggi (mtho-ris) - yaitu, kelahiran kembali yang lebih tinggi. 
  • Atas dasar itu, jalan menengah mengarah pada tataran kebaikan yang pasti (nges-legs), sebuah istilah yang digunakan bersama untuk kebebasan dan pencerahan, tetapi di sini berarti kebebasan.
  • Atas dasar itu, jalan lanjutan atau jalan tertinggi menuntun pada Kebuddhaan itu sendiri. 

"Status yang lebih tinggi," tujuan dari seseorang dengan lingkup awal, secara khusus mengacu pada status yang lebih tinggi dari kelahiran kembali sebagai manusia atau dewa. Yang kita semua miliki saat ini adalah kelahiran kembali yang berstatus lebih tinggi sebagai manusia. Kita memiliki ini sebagai dasar kerja kita, kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga. Kalau kita bertanya, "Bagaimana kita bisa mencapai dasar karya raga manusia ini?" ini merupakan hasil dari upaya-upaya yang telah kita lakukan di masahidup sebelumnya, khususnya sebagai hasil dari tindakan-tindakan positif dan membangun yang telah kita perbuat, yang telah menjadi sebab-sebab karma untuk memunculkan kelahiran kembali sebagai manusia di kehidupan sekarang ini. Akan tetapi, sekarang, jika kita menelaah diri kita dengan jujur, kita melihat bahwa kita tidak membina sebab-sebab lebih lanjut untuk memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masa depan. Kalau kita tidak membina sebab-sebabnya, kelahiran kembali semacam itu tidak akan terjadi.

Alasan mengapa kita tidak memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masa depan bukanlah karena kita tidak bertindak dengan sungguh-sungguh seperti Milarepa. Kalau kita bertindak seperti yang ia lakukan, ini berarti kita berupaya mencapai pencerahan di masahidup kita sendiri, seperti yang dicapai Milarepa. Kalau kita mencapai pencerahan di masahidup kita sendiri, maka sebetulnya kita tidak memerlukan kelahiran kembali sebagai manusia di masahidup berikutnya. Akan tetapi, bukan berarti kita telah mencapai pencerahan sehingga tidak memerlukan kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga sebagai dasar karya. Dan karena bukan itu masalahnya, maka kita tidak akan memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masahidup selanjutnya karena kita tidak berupaya untuk pemerolehan itu.

Alasan mengapa kita tidak berupaya untuk memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masa depan adalah karena, saat ini, kita sepenuhnya menyibukkan diri kita untuk memperoleh makanan dan minuman, pakaian yang akan dikenakan, dan tempat tinggal, kedudukan, dan kemasyhuran hanya untuk masahidup yang sekarang ini saja. Karena kita sepenuhnya terlibat dalam pengejaran-pengejaran ini saja, kita tidak berupaya untuk memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masahidup selanjutnya.

Agar lebih jelas, ini bukan berarti kita mencari pencerahan di masahidup yang sekarang ini seperti yang dilakukan Milarepa, dan oleh karena itu kita tidak memerlukan kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga sebagai dasar upaya untuk terus berupaya menuju pencerahan. Kita tidak berupaya untuk memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masa depan karena kita sepenuhnya terlibat dalam urusan masahidup yang sekarang ini saja. Kalau kita terus seperti ini, maka di masahidup selanjutnya, kita tidak hanya tidak akan mampu memperoleh pencerahan, tapi kita juga tidak akan mampu memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga yang dapat menjadi dasar untuk mencapai pencerahan.

Mari kita kesampingkan fakta bahwa kita tidak akan mampu memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga di masahidup yang akan datang. Masih dalam kerangka masahidup yang sekarang ini, kita harus mempertimbangkan bahwa tak peduli seberapa banyak kekayaan bendawi yang kita miliki, kita sama sekali tidak akan mampu membawanya ke masahidup selanjutnya. Bekerja semata-mata untuk mengumpulkan dan menumpuk harta benda, mencelakai musuh dan hanya menolong kawan-kawan kita - tujuan-tujuan semacam itu dapat dikejar di masahidup yang sekarang ini, bahkan oleh binatang sekalipun. Jika binatang dan manusia dapat melakukan hal-hal yang sama, maka fakta bahwa kita disebut "manusia" hanyalah sebatas nama saja. Kita tidak benar-benar berperilaku seperti manusia dalam arti sebenarnya.

Kita mendengar atau membaca dalam teks ini istilah "insan", yang berarti "manusia", purusha dalam bahasa Sansekerta. Konotasi dari kata ini adalah seseorang yang mampu mencapai suatu maksud dan tujuan. Jika seseorang mampu bekerja dan mencapai tujuan untuk mencapai kelahiran kembali dengan status yang lebih tinggi sebagai manusia atau dewa di kehidupan berikutnya dan seterusnya, maka orang tersebut dikenal sebagai "manusia". Ini adalah konotasi dari kata purusha dalam bahasa Sansekerta yang digunakan dalam teks untuk orang-orang dari tiga tingkat dorongan yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan upaya dalam berbagai metode yang digambarkan sebagai jalan bagi seseorang dengan lingkup awal yang bekerja untuk mencapai status yang lebih tinggi. Ini adalah kata yang sama yang sedang kita bicarakan, kata "insan", purusha.

Gugusan-gususan - Raga dan Cita

Kita semua dapat memahami bahwa kita memiliki dua hal, tubuh ragawi dan cita, atau kesadaran. Kita juga tahu bahwa ada kebahagiaan, ketidakbahagiaan dan duka di alam ragawi dan alam batin/mental. Tubuh, gugusan-gugusan ragawi kasar yang kita semua miliki, terhubung dengan kesadaran. Namun, kita juga tahu bahwa kesadaran atau keinsafan itu sendiri terpisah dari apa yang terhubung dengan kesadaran, yaitu tubuh kita.

Dalam hal kesadaran mata, ada kesadaran akan warna dan bentuk yang berbeda, misalnya putih, merah, dan sebagainya; dalam hal kesadaran telinga, kesadaran akan suara yang berbeda, dengan hidung kita memiliki kesadaran akan bau yang berbeda, dengan lidah kesadaran akan rasa yang berbeda, dan dengan tubuh kita memiliki kesadaran akan sensasi sentuhan seperti sesuatu yang halus atau kasar. Ini adalah berbagai jenis kesadaran inderawi atau jenis kesadaran yang kita miliki. Kita semua memahami bahwa kita memiliki hal-hal ini.

Masing-masing jenis kesadaran indera ini eksklusif untuk jenis sasaran tertentu. Sebagai contoh, kesadaran mata dapat menyadari sesuatu itu berwarna putih atau merah, dan kesadaran tubuh dapat menyadari sensasi sentuhan yang kasar atau halus. Namun, kesadaran mata tidak dapat merasakan sensasi sentuhan kasar atau halus dan, demikian juga, kesadaran tubuh tidak dapat menyadari sensasi visual dari sesuatu yang berwarna putih atau merah. Masing-masing kesadaran mengambil jenis sasaran yang eksklusif untuk dirinya sendiri.

Selain berbagai jenis kesadaran indrawi ini, kita juga memiliki kesadaran batin/mental atau keinsafan. Ketika kita melihat dengan mata kita sekuntum bunga berwarna merah muda, bunga merah muda tersebut muncul pada kesadaran mata kita. Kemudian, ketika kita pulang ke rumah dan kita berpikir tentang bunga ini, sebuah citra batin/gambaran mental tentang bunga ini muncul dalam kesadaran kita. Gambaran itu sebenarnya adalah kemiripan dari sesuatu. Gambaran itu menyerupai bunga tetapi sebenarnya bukan bunga itu sendiri. Dengan cara ini, kita dapat memahami bahwa ada sedikit perbedaan dalam apa yang tampak pada kesadaran batin dan apa yang tampak pada kesadaran mata. Sekali lagi, ada kemiripan; gambar itu adalah kemiripan dari sesuatu.

Sebagian orang mengatakan bahwa kemiripan, citra batin, atau penampakan (snang-ba) - semua ini merupakan cara-cara yang berbeda untuk menerjemahkan kata yang sama - adalah bunga itu sendiri. Meskipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa citra batin atau penampakan bunga ini adalah bunga itu sendiri karena, jika bunga itu hancur dan kita masih memiliki gambaran batin tentangnya, maka itu berarti bunga itu ada. Kita tidak bisa mengatakan bahwa bunga itu akan ada pada saat itu. Kita harus memahami dengan baik perbedaan antara bagaimana kita memiliki tubuh ragawi dan berbagai jenis kesadaran atau keinsafan.

Kesinambungan Kesadaran

Jika kita memiliki kesadaran atau pengetahuan - cara lain untuk menerjemahkan kata yang sama, shes-pa - maka pengetahuan yang kita miliki saat ini adalah kelanjutan dari pengetahuan pada saat sebelumnya. Demikian pula, saat pengetahuan saat ini akan bertindak sebagai sebab bagi saat pengetahuan kita berikutnya, dan, dengan demikian, akan ada kesinambungan, sebuah kesinambungan batin. Pada saat pertama pembuahan kita di dalam rahim, ada kesadaran atau kognisi. Kesadaran yang ada pada saat pembuahan ini mirip dengan apa yang baru saja kita bahas tentang momen kesadaran kita saat ini. Kesadaran ini juga harus memiliki momen kesadaran sebelumnya yang bertindak sebagai penyebab kelangsungannya.

Kesadaran pada saat pembuahan ini tidak mungkin muncul tanpa sebab sama sekali. Kesadaran ini tidak muncul secara tiba-tiba. Kesadaran ini pasti didahului oleh momen kesadaran sebelumnya yang bertindak sebagai keadaan untuk memunculkannya. Dengan alur penalaran ini, kesadaran yang ada pada saat pembuahan memiliki anteseden sebuah momen kesadaran dari kehidupan lampau. Demikian pula, momen kesadaran terakhir yang akan kita miliki di masa kehidupan ini akan menghasilkan momen kesadaran berikutnya di masa kehidupan yang akan datang.

Akan tetapi, tubuh ragawi bukanlah sesuatu yang datang dari kehidupan lampau ke kehidupan sekarang dan dari kehidupan sekarang ke kehidupan yang akan datang. Hanya arus kesinambungan kesadaran yang datang dari kehidupan lampau ke kehidupan sekarang dan berlanjut ke kehidupan-kehidupan selanjutnya. Ini adalah kesadaran yang berpindah dari satu masa kehidupan ke masa kehidupan berikutnya. Ini adalah sesuatu yang harus kita coba pahami dengan baik. Jika kita memahami perbedaan antara tubuh ragawi dan kesadaran, maka kita juga harus memahami bahwa ada kebahagiaan dan duka yang dialami dengan kedua hal ini, baik di sisi batin maupun ragawi.

Atas dasar raga, kita dapat memiliki banyak jenis ketidakbahagiaan, seperti ketidakbahagiaan dan penderitaan saat mengalami rasa pedih dan penyakit. Untuk memunculkan kebahagiaan ragawi dan melenyapkan ketakbahagiaan dan duka ragawi, kita melibatkan diri kita dalam segala macam cara untuk menumpuk hal-hal bendawi. Kita terlibat dalam bisnis, pertanian, atau perdagangan, atau kita menikmati segala macam hal yang "menyenangkan" untuk mencoba memunculkan kebahagiaan yang berdasar pada kenyamanan dan kenikmatan ragawi.

Namun demikian, atas dasar upaya ini, kita juga bisa mengalami banyak sekali masalah. Bagi sebagian orang, terlibat dalam upaya-upaya ini, pada kenyataannya, dapat membawa banyak kemajuan materi bagi diri mereka sendiri. Namun, meskipun ada orang yang bekerja keras dan berhasil mengumpulkan banyak kekayaan materi atas dasar ini, ada juga orang yang bekerja sangat keras namun tidak berhasil atau tidak dapat mengumpulkan kekayaan materi dalam jumlah yang besar. Ada juga orang-orang yang tidak perlu bekerja sangat keras, seperti orang-orang yang terlahir dalam keluarga kaya dan, hanya dengan sedikit usaha atau tanpa usaha sama sekali, mereka berhasil dengan baik secara materi. Tapi apa pun keadaan bendawi yang kita alami, sebanyak apa pun kekayaan dan harta benda yang kita miliki, kita semua dapat menyadari bahwa semua itu tidak membawa kebahagiaan batin yang paripurna. Jika kita memikirkan hal ini, kita akan memahaminya.

Ketaktetapan

Katakanlah seseorang bekerja selama 40 tahun dan berusaha mengumpulkan harta benda sebanyak mungkin, dan orang ini berhasil mengumpulkan banyak sekali. Akan tetapi, orang ini kemudian dapat menyadari bahwa semua itu tidaklah kekal dan tidak akan bertahan selamanya. Mereka dapat memahami ketaktetapan dari semua itu dan bahwa manusia juga tidak kekal dan tidak akan bertahan selamanya.

Bahkan orang-orang yang hidup selama kalpa-kalpa pertama, orang-orang dengan masa hidup yang tak terhitung jumlahnya dan yang memiliki kekayaan materi yang luar biasa, semuanya sudah tiada sekarang. Tak satu pun dari mereka yang masih ada. Kita melihat bahwa benda-benda bendawi bukanlah sesuatu yang bertahan selamanya, dan manusia juga tidak bertahan selamanya.

Jenis kehidupan duniawi yang dijalani seseorang adalah sesuatu yang berputar-putar. Sebagai contoh, di musim semi kita melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan musim semi, dan di musim panas, kita melakukan pekerjaan musim panas, dan di musim gugur, pekerjaan musim gugur, dan di musim dingin, pekerjaan musim dingin, dan kemudian kembali ke musim semi. Hal ini terus berlanjut seperti ini tanpa akhir. Bahkan dalam satu hari, ada pekerjaan yang kita lakukan di pagi hari, siang hari, atau malam hari. Ini hanyalah kitaran yang terus berulang tanpa henti.

Dengan hidup seperti ini, tidak ada habisnya jenis rutinitas duniawi yang bisa kita lakukan. Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa pekerjaan duniawi adalah sesuatu yang tidak ada habisnya. Namun, ada saatnya pekerjaan duniawi yang biasa kita lakukan akan berakhir. Namun, itu tidak berakhir dalam keadaan atau kondisi yang sangat baik. Itu akan berakhir ketika kita menyerahkan tubuh ini. 

Jika kita pikirkan, kita dapat melihat bagaimana kita menghabiskan seluruh hidup kita dalam pengejaran duniawi untuk mencoba mengumpulkan kekayaan materi sebanyak mungkin. Kita bahkan mungkin berhasil melakukan hal ini seiring bertambahnya usia kita; namun, pada kenyataannya, yang terjadi adalah semakin bertambahnya usia, kondisi kita menjadi semakin sulit. Pada akhirnya, kita hanya mencapai kondisi yang sangat menyedihkan di mana kita benar-benar lemah. Ini adalah sesuatu yang merupakan fakta kehidupan. Kita semua bisa memahami hal ini.

Kegiatan Dharma atau Karier Duniawi?

Kegiatan Dharma, atau kegiatan spiritual, adalah sesuatu yang sangat berbeda. Pada awalnya, ini sangat sulit dan kita harus mengerahkan banyak usaha dan kerja keras untuk mewujudkan kebahagiaan. Tetapi sifat dari pekerjaan ini adalah sedemikian rupa sehingga, dengan usaha yang berkelanjutan, pekerjaan tersebut akan meningkat dan kebahagiaan yang dihasilkan darinya akan menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Ini adalah sesuatu yang memiliki akhir; ia dapat mencapai penyelesaiannya. Ketika pekerjaan Dharma selesai, dalam tataran apa kita berada? Kita berada dalam tataran kebahagiaan yang sempurna dan sukacita unggul. Inilah jenis tataran di mana pekerjaan Dharma berakhir.

Kemajuan praktisi Dharma dapat diibaratkan seperti kemajuan bulan yang semakin membesar. Dimulai dengan sangat sedikit dan kemudian bertambah secara perlahan-lahan hingga akhirnya purnama. Ini melambangkan bagaimana karir seorang praktisi Dharma dimulai dengan banyak kesulitan di awal tetapi kemudian mencapai tataran di mana semua sifat baik menjadi lengkap. Di sisi lain, karier duniawi adalah sesuatu yang lebih baik diibaratkan sebagai bulan yang memudar. Mungkin dimulai dengan keadaan yang sangat penuh, tetapi seiring bertambahnya usia, kegiatan duniawi kita dan semua kemajuan semakin berkurang hingga hidup kita berakhir tanpa apa-apa.

Kita dapat berpikir tentang pencapaian pencerahan sebagai suatu jenis karier Dharma. Ada kemungkinan bahwa kita dapat mencapai pencerahan di masahidup yang sekarang ini juga, dan, jika kita mencapai tataran ini di masahidup yang sekarang ini, maka tidak ada lagi persoalan untuk berupaya mencapai kelahiran kembali dengan kedudukan yang lebih tinggi di masahidup berikutnya. Akan tetapi, kalau kita tidak memperoleh pencerahan di masahidup yang sekarang ini, dan kita tidak melakukan sesuatu untuk mencapai kelahiran kembali yang berstatus lebih tinggi di masahidup selanjutnya, maka kita telah melakukan kesalahan besar.

Lingkup Awal

Berbagai cara untuk mencapai kelahiran kembali berstatus lebih tinggi di masahidup kita selanjutnya dibahas dalam ajaran-ajaran lingkup awal. Hal ini dibahas dalam naskah di seloka berikutnya:

(3) Siapapun yang berminat untuk dirinya sendiri, dengan cara apapun, untuk semata-mata meraih kebahagiaan dari samsara yang berulang tak terkendali, maka ia disebut sebagai insan berlingkup rohani kecil.

Ketika Atisha berkata dalam naskah itu bahwa kita bekerja hanya demi kebahagiaan dari samsara yang berulang tak terkendali, ini mengacu pada kebahagiaan yang akan dialami dalam kelahiran kembali sebagai manusia, atau sebagai orang yang sangat makmur, seperti raja, atau cakravartin, kaisar dunia; atau ini berarti kelahiran kembali sebagai dewa seperti Brahma, Indra, atau salah satu dari raja-raja di alam dewa. Pada lingkup awal, tujuan kita adalah jenis kebahagiaan duniawi ini. Akan tetapi, dengan kelahiran kembali seperti itu, seperti yang dikatakan Atisha dengan cara apapun, kita harus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mematuhi sila dengan menahan diri dari sepuluh tindakan merusak.

Maka, yang kita butuhkan adalah cara untuk menghindari kelahiran kembali yang lebih buruk, dan caranya adalah dengan memiliki keyakinan yang kuat dan teguh pada asas-asas sebab dan akibat karma, dan atas dasar itu, menahan diri kita dari melakukan sepuluh tindakan merusak. Oleh karena itu, siapapun yang berupaya dengan sungguh-sungguh dan memiliki tujuan untuk mencapai tataran kelahiran kembali yang sangat makmur baik sebagai manusia atau dewa, lengkap dengan semua jenis kenikmatan dan kebahagiaan yang dapat diperoleh dari tataran tersebut, disebut sebagai insan berlingkup rohani kecil.

Garis Besar Laku-Laku Persiapan dan Lingkup Awal

Sebelum kita memasuki laku-laku yang sebenarnya dari seseorang dengan dorongan lingkup awal, pertama-tama kita perlu memahami cara yang tepat untuk bersandar pada seorang guru rohani. Kita juga harus berpikir tentang bagaimana kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga yang kita miliki ini dilengkapi dengan apa yang dikenal sebagai "delapan kelonggaran dan sepuluh anugerah" - delapan kelonggaran sementara (dal-ba brgyad) dari delapan keadaan tanpa kelonggaran dan sepuluh pengayaan ('byor-ba bcu) dengan keadaan-keadaan yang mendukung untuk menjalankan laku. Dua pokok ini, cara bersandar pada seorang guru rohani - yang disebut "bakti guru" - dan berpikir tentang kelahiran kembali sebagai manusia yang dikaruniai sepenuhnya adalah latihan pendahuluan yang umum bagi orang-orang dari ketiga lingkup tersebut, yaitu orang-orang dengan dorongan-dorongan tingkat awal, menengah, dan lanjut.

Dengan dua hal ini sebagai pendahuluan, maka tubuh utama ajaran yang kita ikuti pada tingkat awal memiliki empat pokok bahasan: 

  • Yang pertama adalah meditasi pada ketidaktetapan. 
  • Berikutnya adalah meditasi pada duka tiga alam rendah. 
  • Yang ketiga adalah berlindung, 
  • Dan yang terakhir, berpikir tentang sebab dan akibat karma. 

Namun pertama-tama, kita perlu menjelaskan pemahaman dan praktik persiapan yang kita perlukan sebagai landasan bersama untuk seluruh jalan bertahap.

Bersandar pada Seorang Guru Rohani

Bersandar pada guru rohani dibagi menjadi dua pokok secara garis besar :

  • Yang pertama adalah menumbuhkan keyakinan pada guru rohani sebagai akar keberhasilan dalam laku. 
  • Yang kedua adalah terus memperhatikan kebaikan guru rohani.

Ketika naskah-naskah berbicara tentang menumbuhkan keyakinan sebagai akar atau dasar, ini mengacu pada kemampuan untuk mengamati guru rohani yang mengajarkan Dharma kepada kita sebagai seorang Buddha. Tidak masalah dengan guru-guru lain, mari kita kesampingkan saja. Secara khusus, ini mengacu pada guru atau guru rohani yang mengajarkan Dharma kepada kita. Dengan mengakui dan menghormati sifat-sifat baik mereka, kita perlu berpikir bahwa mereka adalah seorang Buddha. Apakah kita akan mengembangkan kewaskitaan atau penyadaran atau tidak, berbanding lurus dengan jumlah keyakinan yang kita miliki dalam keyakinan ini.

Jika kita tidak mengamati guru kita sebagai seorang Buddha, maka meskipun mereka sebenarnya adalah Buddha, kita tidak akan dapat memperoleh kewaskitaan atau kesadaran dari ajaran mereka. Di sisi lain, jika kita mengamati mereka sebagai seorang Buddha, maka meskipun orang ini bukan Buddha, kita tetap akan menerima ilham seorang Buddha. Oleh karena itu, keyakinan penuh percaya diri seperti ini sangatlah penting.

Kita dapat memahami hal ini dengan lebih mudah dari sebuah cerita. Suatu ketika, di Tibet, ada seorang ibu yang putranya pergi ke India. Sang ibu meminta kepada putranya, ketika ia kembali, untuk membawakannya sebuah gigi Buddha. Namun, sang anak benar-benar lupa akan hal ini. Ketika dia kembali, saat dia mendekati rumah ibunya dan dapat melihatnya dari kejauhan, tiba-tiba dia teringat dan berpikir, "Oh lupa saya, saya harus membawakan gigi Buddha untuk ibu saya!" Ia melihat sekelilingnya dan melihat tengkorak seekor anjing di tanah, lalu ia mengambil salah satu gigi anjing tersebut dan mempersembahkannya kepada ibunya sebagai gigi Buddha. Dengan keyakinan dan kepercayaan yang kuat terhadap gigi tersebut, ibunya dapat menerima banyak inspirasi dari gigi itu, seolah-olah gigi itu benar-benar gigi Buddha.

Begitu kita mampu mengamati guru kita sebagai seorang Buddha, kita harus mencoba untuk tetap ingat akan kebaikan mereka. Cara kita mencoba meningat kebaikan ini dan tetap waspada terhadapnya adalah dengan berpikir tentang bagaimana guru kita mengajarkan kepada kita semua cara untuk tidak terlahir kembali di salah satu dari tiga tataran kelahiran kembali yang lebih rendah dan malang. Guru kita mengajarkan cara-cara agar kita tidak terlahir kembali dalam keberadaan samsara yang berulang tanpa terkendali. Ia mengajarkan kita cara-cara dan laku untuk dapat mencapai pencerahan penuh seorang Buddha. Dengan demikian, kita harus mengingat dan tetap waspada terhadap kebaikan yang ditunjukkan kepada kita.

Selanjutnya, kita tidak hanya menghargai dan menyadari kebaikan ini, tetapi juga berpikir untuk membalasnya, untuk menyamai kebaikan ini. Dengan kata lain, kita ingin membalasnya dengan melakukan sesuatu yang layak untuk kebaikan dan pertolongan ini. Cara agar kita dapat membawa diri kita ke tingkat kebaikan ini dan membalasnya adalah dengan betul-betul menjalankan ajaran-ajaran seperti yang diperintahkan oleh guru kita. Milarepa berkata, "Satu-satunya cara agar aku dapat membalas atau menyamai kebaikan guruku adalah dengan menjalankan laku seperti yang ia perintahkan." Oleh karena itu, inilah cara terbaik untuk membalas kebaikan seorang Buddha.

Ini hanyalah penjelasan awal dan singkat tentang beberapa aspek tentang bagaimana cara bersandar dengan benar pada seorang guru spiritual. Ini merupakan hal yang amat sangat genting dan penting, tapi di sini kita hanya bisa membahasnya secara ringkas. 

Maka, inilah dua pokok dalam garis besarnya mengenai bersandar pada guru rohani: membangkitkan keyakinan akar pada guru dan terus ingat akan kebaikan guru.

Delapan Kesenggangan dari Kehidupan Manusia yang Berharga

Setelah poin-poin ini, kita dapat memikirkan betapa berharganya tubuh manusia yang telah kita capai dan betapa sulitnya untuk mendapatkannya. Poin pertama dari hal ini adalah mengenali tubuh manusia yang berharga yang kita semua miliki sebagai dasar kerja. Apa saja yang terlibat di sini?

Pertama-tama, kita memiliki apa yang disebut "delapan kesenggangan". "Kesenggangan" berarti jeda sementara dari delapan keadaan tanpa waktu luang yang membuat kita tidak memiliki kemampuan untuk belajar, mempelajari, dan menjalankan laku Dharma, atau yang membuat kemampuan itu terhambat secara serius. Jika kita bebas sementara dari delapan tataran tanpa waktu luang ini, maka kita memiliki delapan tataran kesenggangan. Ada empat tataran non-manusia dan empat tataran manusia.

Empat tataran non-manusia yang tidak memiliki waktu luang terlahir kembali sebagai:

  • Makhluk neraka 
  • Hantu yang lapar (preta, hantu yang mencengkeram)
  • Seekor binatang
  • Makhluk surgawi yang berumur panjang, seorang dewa.

Empat tataran manusia yang tidak memiliki waktu luang adalah terlahir kembali:

  • Di tempat atau waktu di mana Buddha tidak datang - misalnya, selama salah satu kalpa gelap yang telah kita bahas sebelumnya 
  • Di tempat yang sama sekali tidak beradab di antara orang-orang barbar atau biadab yang tidak memiliki laku rohani sama sekali. Dalam hal ini, kita mungkin masih manusia, tetapi itu akan menjadi kondisi manusia yang tidak memiliki kesenggangan. 
  • Cacat berat atau cacat mental, atau tidak dapat mendengar, berbicara, atau melihat, atau dengan sedikit kemampuan untuk belajar karena kesulitan fisik, mental, atau emosional yang besar. Meskipun bukan tidak mungkin untuk belajar dan menjalankan laku Dharma ketika terlahir kembali dengan keadaan-keadaan seperti itu, ini jauh lebih menantang.
  • Sekalipun kita terlahir dengan keadaan dan unsur-sebab yang mendukung untuk belajar dan menjalankan laku Dharma, tetap saja kita memegang teguh pandangan-pandangan yang merusak dan bermusuhan, seperti bersikap sepenuhnya negatif terhadap segala jenis latihan rohani, tidak percaya pada sebab dan akibat, dan seterusnya 

Sepuluh Karunia Kehidupan Manusia yang Berharga

Selain memiliki jeda sementara dari delapan keadaan tanpa kesenggangan untuk belajar dan menjalankan laku Dharma, kehidupan manusia kita yang berharga diperkaya dengan apa yang disebut "sepuluh karunia". Ini adalah anugerah dari kondisi dan keadaan yang paling mendukung untuk belajar dan menjalankan laku Dharma. Ada lima karunia pribadi dari sisi kita sendiri dan lima karunia masyarakat dari sisi orang lain.

Lima karunia pribadi dari sisi kita sendiri telah terlahir kembali:

  • Sebagai seorang manusia. Kita perlu memahami "manusia" dalam arti yang telah kita jelaskan sebelumnya. Menjadi manusia yang hanya mementingkan pengumpulan makanan, tempat tinggal dan kehangatan untuk masa hidup ini adalah sesuatu yang juga dilakukan oleh hewan dan bukan merupakan manusia. Menjadi manusia dalam lingkung ini berarti peduli untuk memperbaiki kehidupan masa depan dan seterusnya dan bekerja untuk mencapai tujuan itu. 
  • Dengan kemampuan ragawi dan batin yang memadai untuk dapat belajar dan berlatih.
  • Di wilayah pusat. Yang dimaksud di sini, misalnya, adalah terlahir di tempat-tempat di mana Yang Mulia Dalai Lama tinggal atau berkunjung dan, dengan demikian, mampu bertemu dengan ajaran-ajarannya secara langsung. Dipahami dengan cara ini, tempat tinggal kita di sini akan dianggap sebagai bagian dari wilayah pusat. 
  • Tidak pernah melakukan kejahatan keji di masa hidup sebelumnya. Ada lima kejahatan keji yang merupakan jenis tindakan merusak paling berat yang dapat dilakukan, seperti membunuh ibu atau ayah kita. Sebagian besar dari kita dikaruniai dengan tidak melakukan hal-hal seperti itu di masa lalu. 
  • Memiliki keyakinan yang penuh hormat pada ajaran.

Ini adalah lima karunia pribadi dari sisi kita, dan kita harus memiliki semuanya secara lengkap.

Lima karunia masyarakat atas dasar sisi orang lain telah terlahir kembali ketika: 

  • Para Buddha telah datang. Meskipun Buddha Shakyamuni datang di masa lalu dan kemudian meninggal dunia, namun, saat ini kita memiliki para Buddha yang masih hidup seperti Yang Mulia Dalai Lama. Oleh karena itu, ini merupakan hidup di masa ketika para Buddha telah datang. 
  • Para Buddha yang hidup mengajarkan Dharma. 
  • Ajaran-ajarannya bersifat kekal - bukan pada masa, misalnya, kalpa-kalpa kehancuran. 
  • Komunitas rohani Sangha - mereka yang benar-benar mengikuti ajaran-ajaran ini dan mempraktikkannya - juga ada.  
  • Para penderma mendukung laku Dharma, dan tidak berada di tempat atau waktu yang melarang kehidupan spiritual. 

Ini merupakan lima karunia masyarakat.

Bagaimana kita bermeditasi pada poin-poin ini? Kita dapat bermeditasi pada hal-hal tersebut setiap pagi ketika kita bangun tidur. Ketika kita membuka mata, kita dapat menyadari di mana kita berada dan berkata pada diri kita sendiri, "Wow, aku tidak mati tadi malam dan tidak mendapati diriku berada di salah satu neraka yang panas di mana tubuhku tidak dapat dipisahkan dari api di sekelilingku." Kita dapat melanjutkan dengan berpikir, "Jika aku terbangun dan mendapati diriku berada di salah satu neraka, apa yang akan aku lakukan sekarang?" Demikian pula, kita dapat meninjau semua kesenggangan dan karunia yang berbeda dan berpikir, misalnya, "Bagaimana jika aku terbangun dan mendapati diriku sebagai hantu yang kelaparan, tidak hanya mustahil menemukan makanan atau minuman, tapi aku bahkan tidak bisa mendengar kata 'makanan' atau 'minuman'. Jika aku seperti itu, apa yang akan aku lakukan sekarang?

Ini adalah sesuatu yang harus kita pikirkan. Demikian juga, kita dapat membayangkan jika kita bangun sekarang dan mendapati diri kita berada dalam keluarga yang sangat kaya, tetapi kita adalah seorang pecandu heroin atau pengguna obat-obatan psikedelik secara teratur, atau sesuatu seperti itu yang benar-benar mendistorsi dan mengganggu pikiran, lalu apa yang akan kita lakukan? Oleh karena itu, yang seharusnya kita lakukan adalah bersukacita dan menjadi amat sangat bahagia. Ketahuilah bahwa kita memiliki kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga dengan seperangkat lengkap delapan kesenggangan dan sepuluh karunia.

Ini adalah uraian singkat tentang cara kita bermeditasi untuk mengenali kelahiran kembali manusia yang berharga yang sepenuhnya dikaruniai. Setelah memperoleh kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga, dan menggunakannya sebagai dasar, kita dapat mencapai tataran tercerahkan seorang Buddha.  

Tidak ada perbedaan apa pun antara Jetsun Milarepa dan kita dalam hal raga manusia yang kita miliki, atau yang ia miliki, sebagai dasar bagi laku Dharma. Sungguh luar biasa memiliki kelahiran kembali sebagai manusia yang begitu berharga sebagai dasar karya untuk mencapai pencerahan. Kalau kita punya uang £100.000, kita akan sangat bahagia dan bersukacita. Tapi jauh lebih dari itu, kita harus bersukacita dan merasa bahagia atas fakta bahwa kita memiliki kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga. Ini adalah pokok pertama dalam mengenali kelahiran kembali sebagai manusia yang berharga yang sepenuhnya dikaruniai dengan kesenggangan dan karunia.

Pertanyaan tentang Pemurnian

Apa saja kejahatan keji itu dan apakah tidak ada yang bisa dilakukan untuk memurnikannya atau mencegah akibat-akibatnya yang mengerikan?

Pertama, cara yang lebih harfiah untuk menerjemahkan dan mendefinisikan istilah "kejahatan keji" adalah "tindakan negatif yang tidak memiliki ruang untuk diintervensi." Yang dimaksud di sini adalah bahwa ada tindakan-tindakan merusak yang sangat berat yang, ketika orang yang melakukannya meninggal, langsung mengakibatkan kelahiran kembali di alam neraka yang paling rendah. Tidak ada hal lain yang akan terjadi di antaranya. Inilah makna dari jenis-jenis tindakan merusak ini. Mereka memiliki jenis akibat karma seperti itu.

Hal pertama yang perlu kita lakukan untuk menghindari hal ini adalah dengan mengembangkan rasa khawatir dan takut yang sangat besar akan nasib yang sama menimpa kita. Sebagai contoh, jika kita secara tidak sengaja memakan racun, dan kemudian mengetahui bahwa kita baru saja memakan makanan beracun, kita akan merasa sangat menyesal. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu kita pikirkan adalah apakah kita telah melakukan salah satu dari tindakan-tindakan yang sangat berat ini dan apa akibatnya.

Sebagai contoh, jika kita membunuh ayah kita, pikirkan bahwa akibat dari tindakan ini adalah kelahiran kembali di alam neraka yang paling rendah. Ini akan menimbulkan rasa takut dan khawatir yang luar biasa, dan kita akan merasakan penyesalan yang luar biasa atas tindakan negatif yang telah kita lakukan. Jika kita merasakan penyesalan yang kuat ini, hal ini mulai memurnikan keharusan kita untuk mengalami akibat karma ini. Kita harus menyadari bahwa apa yang kita lakukan itu salah. 

Hal kedua yang kita butuhkan adalah sikap tekad bulat, yang dengannya kita dengan tegas memutuskan bahwa kita tidak akan pernah lagi melakukan tindakan merusak semacam itu.

Setelah itu, hal ketiga yang perlu kita lakukan adalah membayangkan sebuah gambar perlindungan di hadapan kita - misalnya, gambar Buddha. Ada berbagai teknik meditasi pembayangan, membayangkan madu dan cahaya yang mengalir dari gambar perlindungan ini untuk memurnikan diri kita dari semua daya karma negatif dari tindakan-tindakan buruk semacam itu. Kita perlu melakukan pembayangan ini sembari mendaraskan berbagai mantra, seperti Om Mani Padme Hum, atau mantra Buddha, atau mantra Vajrasattwa 100 suku kata.

Selain itu, kita harus memikirkan semua makhluk hidup lain dan bagaimana mereka semua mungkin juga telah melakukan banyak sekali tindakan merusak dan membina daya karma negatif yang kuat. Kita harus berharap agar mereka semua tidak perlu menanggung akibatnya dan agar mereka dimurnikan dari daya-daya negatif ini. Kita melakukan seluruh proses ini untuk memurnikan semua orang, bukan hanya diri kita sendiri. Dengan demikian, proses pemurnian menjadi semakin kuat.

Pemurnian melalui Meditasi pada Sunyata

Akan tetapi, metode utama dari pemurnian adalah meditasi pada sunyata. Pertama-tama, mari kita tentukan jenis-jenis kejahatan keji atau tindakan negatif yang paling berat. Mereka adalah membunuh ibu atau ayah kita, membunuh seorang arhat, menyebabkan perpecahan dalam komunitas wihara atau komunitas Dharma, atau menumpahkan darah dengan niat jahat dari raga seorang Buddha. Meskipun seorang Buddha sebenarnya tidak dapat dibunuh, namun kejahatan keji adalah membuat persiapan dan mencoba membunuh seorang Buddha, melempar batu atau dengan cara lain.

Dengan jenis-jenis tindakan yang paling merusak ini, meditasi pada sunyata bertindak sebagai sarana pemurnian terkuat. Kita perlu memahami bahwa ada tiga hal yang terlibat di dalamnya. Ada daya karma negatif, ada orang yang telah membina daya negatif ini, dan ada pula tindakan merusak yang dilakukan yang membina daya negatif ini. Tidak mungkin ada daya negatif kecuali ada orang yang membina daya negatif ini. Demikian pula, tidak mungkin ada orang yang membina daya negatif ini kecuali ada tindakan merusak yang benar-benar dilakukan untuk membina daya negatif tersebut.

Dengan berpikir seperti ini, kita melihat bahwa ketiga faktor ini muncul secara bergantung satu sama lain. Tak satu pun dari ketiganya mengada dengan sendirinya. Kita perlu memahami bagaimana ketiganya mengada: daya karma negatif, orang yang membinanya, dan tindakan itu sendiri. Keberadaan ketiganya hanya dapat terbangun secara saling bergantung satu sama lain, tanpa ada satu pun yang keberadaannya terbangun secara sejati dan mandiri dari sisinya sendiri. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dipastikan mengada secara padu sebagai seorang pendosa; alih-alih, keberadaan sesuatu hanya dapat dipastikan secara bergantung pada hal-hal lain. Pemahaman tentang sunyata ini bertindak untuk memurnikan bahkan lebih kuat daripada hal lainnya.

Empat Daya untuk Pemurnian

Ada empat daya untuk pemurnian: 

  • Yang pertama adalah daya penyesalan. 
  • Yang kedua adalah janji untuk tidak melakukan tindakan seperti itu lagi di masa depan. 
  • Yang ketiga adalah daya untuk menegaskan kembali landasan etika kita. Ini mengacu pada membangkitkan welas asih yang kita gunakan untuk memurnikan setiap orang yang telah membina jenis daya negatif yang berat. Ini bertindak sebagai landasan atau dasar untuk pemurnian. 
  • Yang keempat adalah daya dari tindakan-tindakan berlawanan yang kita lakukan, yang mengacu pada segala jenis tindakan membangun seperti menyalakan lampu mentega, membuat persembahan, bersujud-sembah, mengelilingi, mendirikan perlambang raga, wicara, dan cita Buddha, atau menolong orang sakit dan orang miskin, atau melakukan kegiatan amal. Semua hal seperti ini akan bertindak sebagai tindakan positif dan membangun, dan berfungsi sebagai daya positif yang melawan daya-daya negatif kita. 

Sebagai contoh, kita bisa melihat riwayat hidup Jetsun Milarepa, yang pada awal kehidupannya membunuh lebih dari 30 orang dengan ilmu hitam. Guru rohaninya, Marpa, memberinya tugas untuk membangun menara sembilan lantai dari bebatuan beberapa kali. Ia harus melakukan ini hanya dengan menggunakan tenaga ragawinya sendiri, yang bertindak sebagai sarana untuk memurnikan dirinya dari daya karma negatif yang berat akibat membunuh di awal kehidupannya. Khususnya, jika kita memiliki sikap ingin setiap insan terbebas dari duka dan memperoleh kebahagiaan, jenis kasih dan welas asih ini merupakan cara yang sangat kuat untuk memurnikan diri kita dari daya karma negatif.

Kita dapat melihat contoh dari kisah hidup Asanga, yang menghabiskan waktu dua belas tahun untuk mencoba mendapatkan penglihatan yang sebenarnya dari Maitreya. Setelah tiga tahun bekerja keras dalam undur diri tanpa hasil, ia keluar dari undur diri dengan sangat putus asa. Namun, kemudian ia melihat seseorang yang memiliki sebatang besi yang digosoknya dengan sehelai sutra. Beliau bertanya kepada orang tersebut, "Apa yang sedang kamu lakukan?" dan orang itu menjawab, "Saya sedang membuat jarum dengan menggosok-gosok besi." Beliau menambahkan, "Jika Anda bekerja cukup keras, Anda dapat membuat jarum dari batang besi."

Asanga memutuskan, "Jika ia dapat bekerja keras hanya untuk membuat sebuah jarum, saya dapat bekerja lebih keras lagi." Ia kembali ke tempat undur dirinya selama tiga tahun dan pengalaman seperti ini berulang. Setiap tiga tahun sekali ia patah semangat dan melihat hal seperti ini dan kembali ke tempat undur dirinya sampai dua belas tahun berlalu. Hari ini, kita dapat mengunjungi tempat undur dirinya. Di India dekat Puncak Burung Nasar; ada sebuah tempat di atas Rajgir di mana terdapat sumber air panas dan gua di mana semua ini terjadi.

Pada akhir dari dua belas tahun ini, ketika Asanga turun lagi, dia melihat seekor anjing dalam kondisi yang sangat menyedihkan di jalan. Bagian belakang anjing itu memiliki luka terbuka yang besar dan penuh dengan belatung kecil, dan anjing itu menggonggong dengan ganas. Asanga melihat penderitaan makhluk malang ini dan mengembangkan rasa welas asih yang besar terhadapnya. Hal ini muncul dari kesadaran dan kewaspadaan serta memikirkan penderitaannya. Oleh karena itu, apa yang ia pikirkan untuk dilakukan adalah menolongnya.

Dia memotong sepotong daging dari pahanya sendiri dan meletakkannya di tanah. Dia ingin mengambil belatung dari luka anjingnya dan meletakkannya di atas potongan daging dari pahanya agar belatung-belatung itu tetap bisa makan. Dia juga ingin melepaskannya dengan cara yang tidak menyakiti belatung-belatung itu dan menyadari bahwa melakukan hal itu dengan tangannya akan membunuh mereka. Jadi, dia membungkuk, dengan mata tertutup, dan menjulurkan lidahnya agar bisa mengeluarkan belatung untuk meringankan penderitaan anjing itu. Tetapi dengan membungkuk dengan mata tertutup dan lidah terjulur, dia tidak bisa melakukan kontak dengan anjing itu. Ketika ia membuka matanya, alih-alih hewan malang ini, yang terlihat adalah wujud Maitreya yang sebenarnya. Sebenarnya, anjing ini hanyalah pancaran dari Maitreya.

Seluruh proses pemurnian yang memungkinkan Asanga mampu menerima penglihatan Maitreya ini adalah karena Asanga mengembangkan welas asih yang begitu kuat terhadap anjing ini. Asanga, dengan sedikit marah, mencengkeram Maitreya dan bertanya, "Aku telah berusaha selama dua belas tahun untuk menemuimu dan mengapa kamu tidak muncul sampai sekarang?" Maitreya menjawab, "Aku telah berada di sini bersamamu selama dua belas tahun ini, tapi karena pengaburan dan ketidakmurnian yang berat dari daya-daya karma negatif yang telah kau bangun sebelumnya, kau belum bisa melihatku. Tapi saya selalu ada di sana." Sebagai bukti, ia berkata, "Lihatlah bagian bawah jubah saya. Selama dua belas tahun ini ketika kamu membuang ingus dan meludah ke tanah, inilah dia. Semuanya mengering di jubahku. Namun demikian, karena welas asihmu yang luar biasa hari ini, hal ini telah memurnikanmu dari semua rintangan dan pengaburan karma, dan sekarang kamu dapat melihatku."

Kemudian Asanga mengangkat Maitreya dan memanggulnya sambil berpawai keliling kota agar semua orang keluar dan bertemu dengan Maitreya. Ia berpawai keliling kota sambil berkata pada semua orang, "Mari temui Maitreya." Namun, tak seorang pun dapat melihat apa pun karena mereka juga dikaburkan oleh daya karma tak murni mereka. Akibatnya, semua orang berkata, "Itu Asanga si madat Dharma yang baru saja menjadi gila karena mencoba menjalankan laku Dharma." Namun, ada seorang wanita tua yang melihat kaki kanan Maitreya di pundaknya. Itu karena ia sedikit dimurnikan dari daya karma negatif.

Setelah itu, Maitreya membawa Asanga ke alam dewanya dan mengajarinya berbagai naskah suci. Asanga tinggal di sana selama satu pagi menurut ukuran waktu di alam dewa; namun, ketika ia kembali ke bumi, ia menemukan bahwa 50 tahun manusia telah berlalu selama itu. Ketika dia pergi ke alam dewa, dia berusia sekitar 30 tahun, dan ketika dia kembali ke bumi, dia masih dalam rupa seorang pria berusia 30 tahun. Dia menjalani kehidupan selama 300 tahun dan selama masa itu dia tidak pernah menua. Dia selalu tetap dalam rupa yang sama dengan seorang pria berusia 30 tahun setelah turun dari alam dewa ini.

Oleh karena itu, jika kita secara terbuka mengakui kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan di masa lalu, dan menerapkan empat daya lawan, seperti yang telah kita jelaskan, maka adalah mungkin untuk memurnikan diri kita dari daya karma negatif terberat sekalipun dari kejahatan-kejahatan keji ini. Jika itu mungkin, maka tidak perlu lagi kita menyebut pemurnian diri dari hal-hal merusak yang lebih kecil yang mungkin pernah kita lakukan. Sangatlah penting untuk memiliki penyesalan atas hal-hal merusak yang telah kita lakukan di masa lalu, dan juga memiliki tekad yang sangat kuat dan berjanji untuk tidak melakukan tindakan-tindakan merusak itu lagi di masa depan.

Buddha sendiri berkata bahwa akibat dari tindakan-tindakan merusak yang berat ini adalah kelahiran kembali di tataran-tataran yang tidak menguntungkan; akan tetapi, demikian pula, Buddha sendiri yang berkata bahwa jika kita menerapkan empat daya lawan ini, kita dapat memurnikan diri kita sendiri dari daya negatif ini. Tindakan-tindakan yang merusak sama sekali tidak memiliki ciri baik, hanya kesalahan. Meskipun demikian, ada satu hal baik tentang daya karma negatif dari tindakan-tindakan tersebut, yaitu jika kita secara terbuka mengakui bahwa apa yang telah kita lakukan itu salah dan menerapkan empat daya lawan, maka daya karma negatif ini dapat dimurnikan. Itulah pokok yang baik tentang mereka, bahwa mereka dapat dimurnikan.  

Sekarang kita sudah tahu sedikit tentang tindakan-tindakan merusak dan daya karma negatif yang dibinanya. Kita akan berhenti di sini untuk sekarang.

Top