Tiga Puluh Tujuh Laku Bodhisattwa – Terjemahan Harfiah

08:22

Sembah pada Lokeshvara.

Saya bersujud-sembah senantiasa penuh hormat, melalui tiga gapura saya, kepada guru-guru unggul dan Avalokiteshvara Sang Pelindung yang, melihat bahwa semua gejala tidak memiliki kedatangan dan kepergian, menjadikan tiap-tiap upaya untuk kemanfaatan makhluk-makhluk mengembara.

Para Budha yang tercerahkan secara sempurna, sumber kebaikan dan kebahagiaan, muncul setelah (mereka) mewujudkan Dharma suci. terlebih, karena pencapaian itu bergantung pada pengetahuan (mereka) tentang laku-lakunya, saya akan menjelaskan laku bodhisattwa.

Kehidupan Manusia yang Mulia

(1) Laku bodhisattwa adalah, ketika kita telah mendapatkan wahana tinggi (kelahiran kembali manusia) dengan kelegaan dan kesuburan, yang sulit untuk didapatkan, mendengar, berpikir, dan bermeditasi secara teguh, siang dan malam, untuk membebaskan diri kita dan semua makhluk dari samudera samsara yang berulang tak terkendali.

Unsur-Unsur Sebab yang Paling Mendukung untuk Mengambil Manfaat dari Kehidupan Manusia yang Mulia

(2) Laku bodhisattwa adalah meninggalkan kampung halaman kita, tempat kemelekatan pada teman-teman menghempas kita bagai air; kemarahan pada musuh membakar kita bagai api; dan keluguan yang membuat kita lupa apa yang semestinya diterima dan ditinggalkan menyelubungi kita dalam kegelapan.

(3) Laku bodhisattwa adalah bersandar pada pengasingan di mana, dengan membebaskan diri kita dari hal-hal yang merugikan, sikap dan perasaan gelisah kita berangsur-angsur menjadi terhalang; dengan tidak adanya gangguan, laku-laku kita yang membangun akan meningkat, dan dengan menjernihkan kesadaran kita, keyakinan kita dalam Dharma tumbuh.

Kematian dan Ketidaktetapan

(4) Laku bodhisattwa adalah melepas kepedulian kita sepenuhnya terhadap masa kehidupan ini, di mana teman-teman dan sanak-saudara yang lama bersama harus berpisah; kekayaan dan harta benda yang dikumpulkan dengan jerih payah harus ditinggalkan; an keinsafan kita, tamu ini, harus pergi dari raga kita, dari pesanggrahannya.

Pentingnya Memiliki Teman-Teman yang Patut

(5) Laku bodhisattwa adalah membebaskan diri kita dari teman-teman yang buruk, yang dengan mereka, ketika kita bergaul, tiga racun perasaan meningkat; tindakan-tindakan mendengar, berpikir, bermeditasi kita menjadi menurun, dan kasih dan welas asih kita menjadi padam.

(6) Laku bodhisattwa adalah menyayangi guru-guru rohani suci kita melebihi kita menyayangi tubuh kita sendiri. Dengan memercayakan diri kita kepada mereka, kesalahan-kesalahan kita habis dan mutu-mutu baik kita meningkat bagai kitaran bulan.

Haluan Aman (Perlindungan)

(7) Laku bodhisattwa adalah mengambil haluan aman dari Tiga Permata Unggul, dengan mencari perlindungan pada mereka yang tidak pernah mengecewakan kita – karena siapa yang dewa-dewi duniawi bisa lindungi ketika mereka sendiri masih terbelenggu dalam penjara samsara?

Menahan Diri dari Perilaku Merusak

(8) Laku bodhisattwa adalah tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan negatif, sekalipun nyawa kita jadi taruhannya, karena Shakya Bijaksana (Shakyamuni Buddha) telah menyatakan bahwa kesulitan tertinggi menanggung duka dari tataran-tataran kelahiran kembali yang terburuk adalah buah dari perbuatan-perbuatan negatif.

Berupaya Meraih Kebebasan

(9) Laku bodhisattwa adalah memperjuangkan tataran kebebasan tertinggi yang tak pernah berubah, karena kenikmatan di tiga alam kehidupan nafsu adalah gejala yang akan lenyap dalam sekejap, bagai setetes embun di ujung daun.

Mengembangkan Tujuan Bodhicita

(10) Laku bodhisattwa adalah mengembangkan tujuan bodhicita untuk membebaskan makhluk-makhluk yang tak terhingga, karena, jika ibu kita, yang telah menyayangi kita sejak masa tak berawal, menderita, apa yang bisa kita lakukan (hanya) dengan kebahagiaan kita?

Perilaku Bodhisattwa: Berurusan dengan Luka

(12) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun seseorang di bawah pengaruh kekuatan hasrat yang hebat mencuri atau menghasut orang lain agar mencuri semua harta kita, mempersembahkan kepadanya tubuh kita, kekayaan kita, dan kebajikan kita dari tiga masa kehidupan.

(13) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun kita tidak berbuat kesalahan sedikitpun, seseorang memenggal kepala kita, menerima akibat-akibat negatif orang itu pada diri kita, melalui kekuatan welas asih.

(14) Laku bodhisattwa adalah, meskipun seseorang mengumandangkan ke ribuan jutaan, milyaran dunia segala macam hal yang tidak menyenangkan tentang kita, membalasnya dengan mengatakan mutu-mutu baiknya, dengan sikap kasih.

(15) Laku bodhisattwa adalah, sekalipin seseorang menyingkap kesalahan-kesalahan kita atau menjelek-jelekkan kita di tengah suatu perkumpulan makhluk-makhluk yang mengembara, membungkuk kepadanya dengan penuh rasa hormat, menempatkan ia sebagai guru rohani kita.

(16) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun orang yang telah kita rawat, yang kita sayangi seperti anak kita sendiri, menganggap kita sebagai musuhnya, kita menunjukkan kasih sayang yang istimewa kepadanya, bagai seorang ibu kepada anaknya yang dirundung penyakit.

(17) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun seseorang, yang sama derajatnya maupun lebih rendah daripada kita, memperlakukan kita secara hina karena pengaruh kesombongannya, menerimanya di mahkota kepala kita dengan penuh hormat, bagai seorang guru.

Dua Keadaan Genting yang Membutuhkan Laku Dharma

(18) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun kita hidup serba kekurangan dan selalu dihina orang, atau mengidap penyakit sangat parah, atau digentayangi roh-roh jahat, mengambil alih kekuatan-kekuatan negatif dan duka semua makhluk mengembara dan tidak putus asa.

(19) Laku bodhisattwa adalah, sekalipun kita disanjung-sanjung, dihormati banyak makhluk mengembara dengan menundukkan kepala mereka, atau mendapat kekayaan yang setara dengan keberuntungan Vaishravana (Sang Penjaga Rezeki), tidak pernah jumawa, dengan memahami bahwa kemakmuran duniawi tidak berintisari.

Mengatasi Kebencian dan Kemelekatan

(20) Laku bodhisattwa adalah menjinakkan kesinambungan batin kita dengan kekuatan bersenjata kasih dan welas asih, karena, jika kita tidak menaklukkan musuh yang adalah kebencian kita sendiri, sekalipun kita telah menaklukkan musuh luar, lebih banyak lagi yang akan datang.

(21) Laku bohisattwa adalah seketika meninggalkan sasaran-sasaran yang menyebabkan kemelekatan kita meningkat, karena sasaran-sasaran hasrat adalah bagai air garam: semakin kita meneguknya, dahaga kita akan bertambah.

Mengembangkan Bodhicita Terdalam, Perwujudan Sunyata

(22) Laku bodhisattwa adalah tidak mengambil ke cita perangkat-perangkat asli dari sasaran-sasaran yang diambil dan cita yang mengambil mereka, dengan menyadari bagaimana hal-hal itu berada. Tidak peduli bagaimana hal-hal tampak, mereka adalah dari cita kita sendiri; dan cita itu sendiri adalah, sejak masa tak berawal, terpisah dari keekstreman-keekstreman daya-cipta batin.

(23) Laku bodhisattwa adalah, ketika menemui hal-hal menyenangkan, tidak menganggap mereka nyata, meskipun mereka tampak indah, bagai pelangi musim panas, dan (dengan demikian) menyingkirkan keterikatan dan kemelekatan dari diri kita.

(24) Laku bodhisattwa adalah, ketika menemui keadaan-keadaan yang merugikan, melihatnya sebagai kenampakan yang menipu, karena berbagai duka adalah bagai kematian anak kita dalam mimpi, dan bahwa menerima kenampakan-kenampakan yang menipu itu sebagai kebenaran adalah kesia-siaan yang melelahkan.

Enam Sikap yang Menjangkau-Jauh

(25) Laku bodhisattwa adalah memberi dengan kemurahan hati, tanpa mengharap imbalan apapun dan matangnya karma, karena, jika mereka yang mengharapkan pencerahan bahkan harus menyerahkan raganya sekalipun, apalah artinya harta lahiriah?

(26) Laku bodhisattwa adalah menjaga sila tanpa maksud-maksud duniawi, karena, jika kita gagal memenuhi tujuan kita sendiri tanpa sila, kehendak untuk memenuhi tujuan orang lain adalah lelucon belaka.

(27) Laku bodhisattwa adalah membangun kesabaran sebagai kebiasaan, tanpa kebencian atau permusuhan terhadap siapapun, karena, bagi bodhisattwa yang mengharapkan kekayaan kekuatan positif, semua yang merugikan sepadan dengan khazanah permata.

(28) Laku bodhisattwa adalah mengupayakan kegigihan yang riang, sumber mutu-mutu baik bagi kepentingan semua makhluk yang mengembara, karena kita dapat memahami bahwa bahkan para shravaka dan pratyekabuddha pun, yang hanya mengerjakan tujuan-tujuan mereka saja, memiliki kegigihan semacam itu, bahwa mereka akan berpaling dari api yang berkobar di atas kepala mereka.

(29) Laku bodhisattwa adalah membangun sebagai kebiasaan keteguhan batin yang secara sempurna melampaui empat kekhusyukan (penyerapan) arupa, dengan menyadari bahwa tataran cita yang berdaya-tangkap luar biasa, yang sepenuhnya dikaruniai tataran yang tenang dan tenteram, dapat menaklukkan sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang gelisah.

(30) Laku bodhisattwa adalah membangun sebagai kebiasaan kesadaran pembeda yang disertai dengan cara-cara, dan yang tidak memiliki wawasan tentang tiga lingkaran, karena tanpa kesadaran pembeda, lima sikap yang menjangkau-jauhini tidak mungkin menghasilkan perolehan pencerahan sempurna.

Laku Bodhisattwa Sehari-Hari

(31) Laku bodhisattwa adalah terus-menerus memeriksa penipuan-diri kita dan kemudian membebaskan diri kita darinya, karena, jika kita tidak memeriksa sendiri penipuan-diri kita, adalah mungkin dengan rupa (luar) Dharma, kita bisa saja melakukan sesuatu yang tidak sesuai Dharma.

(32) Laku bodhisattwa adalah tidak membicarakan kesalahan orang yang telah memasuki Mahayana, karena, jika di bawah pengaruh sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang gelisah, kita membicarakan kesalahan bodhisattwa lain, diri kita sendiri akan mengalami kemerosotan.

(33) Laku bodhisattwa adalah membebaskan diri kita dari kemelekatan pada keluarga para kerabat, teman-teman dan para penyokong, karena, di bawah pengaruh (keinginan) mendapatkan keuntungan dan penghormatan, kita akan saling bertikai dan kegiatan-kegiatan mendengar, berpikir, dan bermeditasi kita akan menurun.

(34) Laku bodhisattwa adalah membebaskan diri kita dari bahasa kasar, yang melukai cita orang lain, karena kata-kata kasar menganggu cita orang lain dan menyebabkan cara-cara perilaku bodhisattwa kita menurun.

(35) Laku bodhisattwa adalah menjadikan serdadu kewaspadaan dan kesiagaan memakai senjata musuh dan dengan sekuat tenaga menghancurkan sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang gelisah, seperti kemelekatan dan seterusnya, segera setelah mereka muncul, karena, ketika kita terbiasa dengan sikap-sikap dan perasaan-perasaan yang gelisah, sulit bagi lawan untuk membuat mereka mundur.

(36) Singkatnya, laku bodhisattwa adalah (berupaya) memenuhi tujuan orang lain dengan terus-menerus memil iki kewaspadaan dan kesiagaan untuk mengetahui bagaimana keadaan cita kita, tak peduli di mana atau apa saja perilaku yang kita perbuat.

(37) Laku bodhisattwa adalah, melalui kesadaran pembeda pada kemurnian penuh tiga lingkaran, mempersembahkan kepada pencerahan kekuatan-kekuatan membangun yang diwujudkan oleh upaya-upaya seperti ini, untuk menyingkirkan duka makhluk-makhluk mengembara yang tak terhitung.

Kesimpulan

Setelah mengikuti petuah makhluk-makhluk suci dan makna dari apa yang telah dinyatakan dalam berbagai sutra, tantra, dan risalah, saya telah menyusun tiga puluh tujuh laku bodhisattwa ini, bagi mereka yang ingin berlatih di jalan bodhisattwa.

Karena kurangnya kecendekiaan dan pembelajaran saya, mereka mungkin tidak tersusun dalam bait yang memuaskan kaum terpelajar. namun, karena saya berpijak pada sutra-sutra dan petuah orang-orang suci, saya pikir laku-laku bodhisattwa ini tidak keliru.

Namun, karena sulit bagi orang yang tidak pandai seperti saya, untuk mengukur dalamnya ombak-ombak besar perilaku bodhisattwa, saya memohon orang-orang suci itu bersabar dengan banyaknya kesalahan saya, seperti adanya pertentangan-pertentangan, kurangnya penalaran, dan hal-hal semacamnya.

Dengan kekuatan membangun yang muncul dari naskah ini, semoga semua makhluk mengembara, melalui bodhicita yang unggul dan terdalam dan bodhicita yang lazim, menjadi sepadan dengan Avalokiteshwara Sang Pelindung, yang tidak pernah bersemayam dalam keekstreman kegandrungan samsara maupun keekstreman kepuasan nirwana.

Naskah ini ditulis di gua Rinchen di Ngulchu oleh biksu Togme yang tertib, seorang guru kitab dan mantik, demi kemanfaatan dirinya sendiri dan orang lain.

Top