Iri Hati: Menangani Perasaan Gelisah

15:08
Ada banyak bentuk iri hati. Bisa berupa sekedar ketidakmampuan untuk menepa-selira pencapaian orang lain, atau bisa pula mencakup keinginan untuk meraih pencapaian itu sendiri. Kita mungkin menginginkan milik orang lain dan berharap kita sendiri memilikinya, dan bahkan bisa pula berharap bahwa orang lain tersebut kehilangan miliknya itu. Kebersaingan dapat pula termasuk terlibat di dalamnya, dan juga pemikiran yang mendua, tentang kita sebagai “pecundang” dan orang lain sebagai “pemenang”. Dasar dari semua ini adalah kita yang terlalu terpaku pada diri sendiri. Dengan menelaah semua unsur penyusun ini, ajaran Buddha menawarkan berbagai cara canggih guna membongkar perasaan-perasaan gelisah kita dan membersihkan diri kita daripadanya.

Perasaan-Perasaan yang Gelisah

Kita semua mengalami perasaan-perasaan yang gelisah – keadaan-keadaan cita yang, ketika berkembang dalam diri kita, menyebabkan kita kehilangan kedamaian jiwa dan membuat kita tidak berdaya sehingga kita kehilangan kendali diri. Contoh-contoh umumnya adalah keserakahan, keterikatan, kebencian, kemarahan, iri hati dan kecemburuan. Mereka memicu munculnya berbagai dorongan batin (karma), biasanya dorongan-dorongan batin yang menuntun pada perilaku merusak. Dorongan-dorongan itu mungkin untuk bertindak secara merusak terhadap orang lain atau untuk bertindak dalam cara-cara yang merusak diri sendiri. Hasilnya adalah kita menciptakan masalah dan penderitaan bagi orang lain dan, pastinya, bagi diri kita sendiri.

Kisaran ragam dan rupa perasaan gelisah itu luas sekali. Tiap-tiap kebudayaan secara batin menarik suatu garis sembarang di sekeliling serangkaian pengalaman perasaan lazim yang dialami oleh sebagian besar orang dalam masyarakatnya, memutuskan ciri-ciri penentu yang menggambarkannya sebagai suatu kelompok, dan kemudian memberi nama pada kelompok itu. Tentu, tiap-tiap kebudayaan memilih rangkaian pengalaman perasaan lazim yang berbeda, ciri-ciri penentu yang berbeda untuk menggambarkannya, dan, dengan cara ini, menyusun kelompok perasaan yang gelisah yang berbeda.

Kelompok-kelompok perasaan gelisah yang ditentukan oleh berbagai kebudayaan ini biasanya tidak pasti tumpang tindih, karena makna dari perasaan-perasaan tersebut sedikit berbeda. Misalnya, bahasa Sanskerta dan Tibet masing-masing memiliki satu kata yang biasanya diterjemahkan sebagai “kecemburuan” (Skt. irshya, Tib. phrag-dog), sedangkan sebagian besar bahasa Barat memiliki dua kata. Bahasa Inggris memiliki jealousy (‘kecemburuan) dan envy (‘iri hati’), sedangkan bahasa Jerman, mislanya memiliki Eifersucht dan Neid. Perbedaan antara dua istilah Inggris itu tidak sama persis seperti yang terdapat di antara dua kata Jerman itu, dan istilah Sanskerta dan Tibet itu tidak sama persis dengan istilah-istilah dalam kedua bahasa itu. Sebagai orang Barat, jika kita mengalami masalah-masalah perasaan dalam kelompok umum ini, yang dinamai oleh kelompok-kelompok yang dirumuskan oleh kebudayaan dan bahasa kita sendiri, dan kita ingin mempelajari cara-cara Buddha untuk mengatasinya, kita mungkin perlu menelaah dan membongkar perasaan-perasaan kita, sebagaimana kita mencitrakannya, dan menyusunnya kembali ke dalam gabungan dari beberapa perasaan yang gelisah seperti yang diartikan dalam ajaran Buddha.

Di sini, mari kita pusatkan perhatian pada istilah Buddha yang bermakna ‘iri hati’, karena itu lebih dekat dengan makna adatinya. Kita telah membahas kecemburuan, seperti yang ditemukan di dalam hubungan antar manusia, di bagian “Dasar-Dasar” [Bagaimana Menangani Kecemburuan dalam Hubungan].

Top