Apa itu Mandala?

05:04
Mandala merupakan perlambang rumit atas semesta; bagian-bagian semesta ini kemudian melambangkan berbagai unsur atau segi ajaran Buddha. Mandala banyak ragamnya. Ragam ini bahkan direka-ulang melalui lukisan, model 3-D, dan bubuk pasir. Terlepas dari jenis laku yang menggunakannya, mandala merupakan alat canggih .

Pengantar

Mandala bermula dari India ribuan tahun yang lalu, sebagai alat bantu untuk laku meditasi Hindu dan Buddha tingkat lanjut tertentu. Di masa kini, mandala telah masuk ke dalam kesadaran masyarakat umum. Di awal abad ke-20, Carl Jung, psikoanalis dari Swis, memperkenalkan mandala ke pemikiran Barat sebagai cara terapeutik untuk menjelajahi alam bahwa sadar. Selama bertahun-tahun, budaya pop telah menggunakan istilah "mandala" bukan hanya untuk citra-citra Zaman Baru (New Age), tetapi juga dipakai sebagai nama merek untuk hotel, tempat spa, klub malam, majalah, dan lain sebagainya. Biksu-biksu Tibet telah membangun mandala pasir berwarna terang di berbagai museum di seluruh dunia, untuk menampilkan seluk-beluk budaya Tibet. Jadi, apa sebetulnya mandala itu?

Mandala adalah lambang semesta berbentuk bundar, yang dipakai untuk mewakili makna yang lebih dalam.

Mandala digunakan di banyak jenis meditasi Buddha (baca lebih lengkap tentang meditasi Buddha di sin) dan laku agama Buddha. Risalah ini akan memaparkan beberapa mandala utama.

Tampak dekat dari mandala Tara Hijau yang lengkap, dibuat oleh para bhiku dari Draping Loseling di Agnes Scott College, Atlanta, Georgia, pada 2009. Gambar: © Zlatko Unger
Tampak dekat dari mandala Tara Hijau yang lengkap, dibuat oleh para bhiku dari Draping Loseling di Agnes Scott College, Atlanta, Georgia, pada 2009. Gambar: © Zlatko Unger

Mandala dalam Tantra

Dalam laku-laku tantra, para pelaku meditasi meniadakan citra-diri mereka berupa “aku” yang padu dan tetap, alih-alih mereka membayangkan diri dalam rupa yidam, atau sosok-Buddha [Lihat: Apa itu Tantra?]. Ini melambangkan satu atau lebih unsur Buddha yang sepenuhnya tercerahkan, seperti contoh Avalokiteshvara sebagai perwujudan welas asih. Para pelaku tantra membayangkan diri mereka dalam rupa Avalokiteshvara, dan merasa bahwa mereka mewujudkan welas asih seperti yang ia lakukan. Dengan membayangkan bahwa kita telah mampu membantu makhluk lain sebagaimana sosok Buddha itu—sambil menyadari sepenuhnya bahwa kita belum sampai di sana—kita dapat membangun sebab-sebab untuk pencerahan kita sendiri secara berdaya-guna dan berhasil-guna.

Lukisan mural mandala semesta di Wihara Sera, Tibet, 2015.
Lukisan mural mandala semesta di Wihara Sera, Tibet, 2015.

Sosok-sosok Budha hidup dalam dunia suci murni yang dikenal sebagai mandala, dengan istilah “mandala” tidak hanya mengacu pada lingkungan dunia itu, tetapi juga makhluk-makhluk yang mendiaminya. Tiap-tiap dunia sedikit berbeda, namun pada umumnya mereka terdiri dari istana persegi berhias yang terletak di tengah bentang pemandangan indah, dikelilingi oleh pagar melingkar yang melindungi dari gangguan terhadap laku meditasi itu. Sosok utamanya bisa laki-laki atau perempuan, sendiri atau pasangan, duduk atau berdiri di tengah istana. Mereka kebanyakan dikelilingi oleh sejumlah sosok lainnya, dan kadang-kadang ada juga sosok tambahan di luar istana. Banyak dari mereka memiliki banyak wajah, tangan, dan kaki, dan memegang berbagai alat.

Memasuki laku tantra memerlukan pemberdayaan atau pembayatan, sebuah upacara rinci yang dipimpin oleh guru tantra yang mumpuni. Pada waktu pemberdayaan itu, gambar dua dimensi dari mandala sosok-Buddha ditata di dekat sang guru, biasanya dilukis pada selembar kain atau dibuat dari pasir, dan kemudian dibingkai dalam pigura kayu versi sederhana dari istana itu. Namun, jika kita membayangkan mandala, kita selalu melihatnya sebagai bangun tiga dimensi.

Pada upacara tersebut, sang guru menganugerahkan sumpah kepada para peserta dan memberi izin untuk memasuki istana, di mana mereka membayangkan diri mereka berjalan masuk. Melalui berbagai pembayangan, dihidupkanlah daya “sifat-dasar Buddha” mereka untuk mencapai pencerahan melalui laku ini. Jika mandala itu dibangun dari pasir, butiran-butirannya disapu menjadi gundukan dalam upacara penutupan, melambangkan ketaktetapan, dan dipersembahkan ke dalam aliran air.

Gambar utuh sebuah mandala Tara Hijau yang lengkap, dibuat oleh para bhiku dari Drepung Loseling di Agnes Scott College di Atlanta, Georgia, pada 2009. Gambar: © Zlatko Unger
Gambar utuh sebuah mandala Tara Hijau yang lengkap, dibuat oleh para bhiku dari Drepung Loseling di Agnes Scott College di Atlanta, Georgia, pada 2009. Gambar: © Zlatko Unger

Setelah itu, para peserta didaulat untuk membayangkan diri mereka sebagai sosok dan mandala sebagai bagian dari laku mereka sehari-hari. Tiap-tiap sosok dan alat yang mereka pegang melambangkan sesuatu yang berhubungan dengan laku meditasinya. Sebagai contoh, enam tangan dari sebuah sosok melambangkan enam paramita atau sikap-sikap menjangkau-jauh.

Para pelaku tidak hanya membayangkan bahwa mereka adalah semua sosok di dalam dan di luar istana, tapi juga membayangkan bahwa mereka adalah istana itu, dengan berbagai corak arsitektur istana mandala juga melambangkan berbagai unsur laku meditasi. Pada beberapa mandala, keempat dindingnya dapat melambangkan empat kebenaran mulia, sementara istananya berbentuk segi empat sama sisi menunjukkan bahwa dalam kerangka kehampaan atau sunyata, para Buddha dan yang belum tercerahkan adalah setara.

Mandala Guhyasamaja tiga dimensi di sebuah wihara di Tibet Tengah, 2011.
Mandala Guhyasamaja tiga dimensi di sebuah wihara di Tibet Tengah, 2011.

Beberapa meditasi tantra tingkat sangat lanjut bahkan memiliki penggambaran bagian-bagian tubuh mereka sebagai bagian dari istana, atau berbagai sosok di istana itu berada di dalam tubuh mereka sendiri. Ini disebut “mandala tubuh,” dan ini sulit karena membutuhkan daya pemusatan yang unggul dan pemahaman menyeluruh tentang filsafat Buddha.

Mandala dalam Laku Umum

Sebelum menerima pengajaran—tantra maupun umum—dari seorang guru Buddha, siswa mempersembahkan mandala permintaan, sementara mandala syukur dipersembahkan pada akhir ajaran. Di sini, mandala melambangkan alam semesta sempurna yang penuh dengan benda-benda mulia. Karena siswa menghargai pengajaran itu melebihi apa pun di dunia ini, mempersembahkan mandala menandakan kesediaan mereka untuk menyerahkan segala sesuatu untuk mendapatkan ajaran.

Seperangkat persembahan mandala yang berisi nasi.
Seperangkat persembahan mandala yang berisi nasi.

Persembahan mandala bisa berupa mangkuk alas-datar, dipegang terbalik, dengan gundukan gandum mentah atau permata ditempatkan saling bertumpuk di permukaannya, dimasukkan ke dalam lingkaran-lingkaran dengan ukuran yang semakin kecil, kemudian puncaknya diberi mahkota hias. Sebagai pengganti, ini juga bisa dibuat dengan sikap tangan “mudra,” dengan jari-jari terjalin dalam pola tertentu. Dalam kedua rupa tersebut, mandala melambangkan gambaran ideal alam semesta yang ada dalam kepustakaan Buddha tradisional. Ketika mempersembahkan mandala, siswa mendaras seloka-seloka, berharap agar keadaan dunia mendukung untuk menerima ajaran, dan agar semua makhluk dapat hidup di dunia yang sempurna dan mengambil ajaran-ajaran yang mengagumkan ini.

Banyak pengikut Buddha melakukan “laku-laku persiapan” (ngondro dalam bahasa Tibet)—biasanya mewajibkan 100.000 pengulangan laku-laku tertentu—sebagai persiapan untuk memasuki meditasi-meditasi lebih lanjut. Persiapan ini membantu menghilangkan hambatan perasaan dan membangun kekuatan positif yang dibutuhkan agar berhasil dalam laku meditasi mereka. Mempersembahkan mandala 100.000 kali adalah salah satu dari laku-laku persiapan, dan ini membantu para pelaku dalam mencurahkan waktu dan upaya mereka untuk bermeditasi, dan ini membangun kehendak yang kuat untuk mengerahkan segalanya agar berhasil.

Para bhiku dari Tashi Lhunpo membuat mandala pasir Vajrasattva di Nottingham, Inggris, pada 2008.
Para bhiku dari Tashi Lhunpo membuat mandala pasir Vajrasattva di Nottingham, Inggris, pada 2008.

Ringkasan

Seperti yang kita telah lihat, mandala digunakan dalam berbagai laku Buddha tidak hanya untuk melambangkan alam semesta, melainkan juga banyak segi dari jalan Buddha. Sementara para bhiku Tibet terus membangun mandala-mandala pasir yang indah di berbagai tempat di seluruh penjuru dunia untuk meningkatkan kesadaran tentang keadaan Tibet, penting untuk tidak memandangnya semata-mata sebagai rupa seni yang eksotis. Mandala adalah alat meditasi canggih yang memainkan peran utama dalam laku tantra umum dan tingkat lanjut, dan ini membantu kita melangkah lebih jauh pada jalan menuju pencerahan.

Top