Budi pekerti merupakan suatu tata nilai akhlak yang membentuk perilaku kita untuk menciptakan hidup yang lebih bahagia. Dengan budi pekerti, kita hidup jujur, yang berujung pada rasa percaya dan persahabatan dengan orang-orang di sekitar kita. Budi pekerti adalah kunci kebahagiaan.
Manusia merupakan makhluk bermasyarakat: kita butuh bantuan orang lain bahkan untuk sekadar bertahan hidup saja. Bukan hanya ketika kita masih jadi bayi tak berdaya atau sudah lansia renta di panti jompo saja, tapi di sepanjang hidup kita ini kita butuh bantuan dan kepedulian orang lain. Akan tetapi, dukungan perasaan yang kita peroleh dari persahabatan penuh kasih itu malah lebih penting lagi. Rasa budi pekerti yang kuat memampukan kita untuk menciptakan hubungan dekat dengan setiap orang yang kita jumpai.
Sebagian orang berpikir bahwa hidup yang berhasil itu adalah hidup bergelimang harta benda dan kuasa. Sekalipun kita memperoleh semua itu, kita tidak pernah puas dan selalu bergidik takut kehilangan semua kepunyaan. Semakin banyak yang kita miliki, khususnya bila kita peroleh lewat cara yang merugikan orang lain, semakin banyak musuh yang kita ciptakan sendiri. Tak ada orang yang bilang bahwa hidup berhasil itu adalah hidup di atas ketidaksukaan orang lain terhadap kita. Hidup yang berhasil adalah hidup dimana kita punya banyak teman dan orang lain senang dengan kehadiran kita. Maka tidak peduli berapa banyak uang atau kuasa yang kita punya; kita akan memiliki dukungan perasaan yang memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala hal yang dapat terjadi.
Panduan budi pekerti menunjukkan jenis-jenis perilaku yang berujung pada kebahagiaan, dan jenis-jenis yang mencipta permasalahan. Bila kita jujur dan ingin mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain, orang percaya bahwa kita tidak akan mencurangi, merisak, atau memanfaatkan mereka saja. Rasa percaya ini berlaku sebagai landasan kokoh bagi persahabatan kita dengan setiap orang yang kita temui.
Dalam ajaran Buddha, budi pekerti berdasar pada kesadaran pembeda: kita menggunakan kecerdasan kita untuk membedakan mana yang mendatangkan kebahagiaan yang langgeng dan mana yang menciptakan masalah yang berulang-ulang terjadi. Ini bukan soal patuh buta pada sedaftar peraturan, tapi soal yakin bahwa mengikuti panduan budi pekerti itu memang masuk akal.
Kalau kita sungguh peduli pada diri kita, maka masuk akallah bila kita membuat keputusan cerdas tentang cara kita berperilaku. Setiap orang ingin dan pantas bahagia, termasuk diri kita juga. Harga-diri yang rendah berujung pada sikap ketidakacuhan akhlak, sementara harga-diri yang baik berujung pada sikap bermartabat. Dengan sikap bermartabat, kita punya rasa hormat yang mendalam bagi diri kita sendiri, bahwa kita tidak akan pernah tunduk pada sikap tidak berbudi: rasanya salah saja.
Sikap "terserahlah" hanya berujung pada rasa terkucil, kesepian, dan ketertekanan. Dengan rasa berbudi pekerti, kita mengatasi sikap semacam itu. Kita membina persahabatan yang penuh rasa percaya dan kokoh, yang menjadi landasan bagi hidup yang bahagia dan berhasil.