SEE Learning: Mengembangkan Keterampilan Sosial

Pembelajaran Sosial, Emosional and Etis, Universitas Emory, Kerangka Ringkasan

13:39
Pembelajaran Sosial, Emosional and Etis adalah program yang dikembangkan oleh Pusat Ilmu Kontemplatif dan Etika Berbasis-Welas Asih di Universitas Emory. Tujuannya adalah untuk membina individu, kelompok sosial, dan masyarakat luas agar sehat secara emosional dan bertanggung jawab secara etis. Di bagian kedua ini, SEE Learning : Mengembangkan Keterampilan Sosial, kita belajar untuk mengembangkan serangkaian keterampilan sosial yang memajukan kesejahteraan dan kerukunan dalam hubungan kita dengan sesama.

Keterampilan literasi/kemelekan emosional dan penataran diri yang kita pelajari dalam Domain Pribadi tidak dipungkiri akan bermanfaat bagi kita seiring kita menjalani kehidupan. Tetapi, sebagai manusia yang bersifat sosial pada kodratnya, sama pentingnya bagi kita untuk berhubungan baik dengan sesama. Ciri-ciri sosial sebelumnya dikira adalah sesuatu yang dibawa lahir dan tetap, namun penemuan ilmiah belakangan ini semakin memberi kesan bahwa ciri-ciri sosial dapat dibina melalui pembelajaran, perenungan, dan pelatihan yang disengaja. “Sosial” merujuk pada interaksi antarpersonal langsung kita, serta interaksi dalam komunitas skala kecil, seperti sekolah, kantor, keluarga, atau daerah sekitar rumah. Komunitas yang berskala lebih besar, seperti sebuah kota, masyarakat, atau dunia secara keseluruhan, berada dalam lingkup domain ketiga dan terakhir, Global.

Kesadaran, Welas Asih dan Keterlibatan dalam Lingkung Sosial

Domain Sosial mirip dengan Domain Pribadi dalam berbagai cara, kecuali pada fokusnya yang kini pada orang lain daripada diri kita. Sekali lagi, kita melalui ketiga dimensi Kesadaran, Welas Asih, dan Keterlibatan. Kesadaran disini berarti kesadaran dasar akan orang lain, serta kesadaran akan diri kita sebagai makhluk sosial – yang artinya, kita hidup berhubungan dengan orang lain, kita memerlukan orang lain, dan tindakan kita mempengaruhi orang lain. Kesadaran ini juga termasuk pemahaman atas apa yang kita sebagai manusia miliki bersama dan apa yang membedakan kita dari yang lain. Welas asih meliputi menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari Domain Pribadi untuk memahami orang lain dan perasaan mereka, sehingga kita kurang menanggapi dan menghakimi. Kita juga menggunakan wawasan ini untuk mengembangkan ciri-ciri sosial lainnya, seperti perasaan bersyukur, memaafkan, kemurahan hati dan kerendahan diri. Terakhir, dimensi Keterlibatan meliputi menggabungkan kesadaran dan wawasan ini untuk mempelajari bagaimana berhubungan dengan baik dan membangun dengan orang lain. Oleh karena itu, ketiga bagian dari Domain Sosial dapat ditinjau sebagai:

  • Kesadaran Antarpersonal
  • Welas Asih terhadap Orang Lain
  • Keterampilan Berhubungan

Kesadaran Antarpersonal

Meskipun kita semua memiliki kecederungan alami untuk berfokus pada kepentingan dangkal sendiri, melatih untuk berhubungan dengan orang lain dengan memperhatikan kepentingan terbaik mereka adalah keterampilan yang dapat dipelajari seiring waktu. Ini membawa manfaat besar tidak hanya pada orang lain, tetapi pada diri kita juga. Misalnya, membangkitkan perasaan menghargai orang lain meningkatkan perasaan sejahterah, serta perasaan hubungan antarpersonal. Kesadaran antarpersonal dijelaskan dalam tiga topik utama:

  • Merawat Kenyataan Sosial Kita
  • Merawat Kenyataan Bersama Kita dengan Orang Lain
  • Menghargai Keragaman dan Perbedaan

Merawat kenyataan sosial kita merujuk pada kemampuan untuk mengenali kodrat sosial kita yang swabawa dan kepentingan orang lain serta peran yang mereka miliki dalam kehidupan kita. Merawat kenyataan bersama kita dengan orang lain meliputi menghargai apa yang kita miliki bersama orang lain pada tingkat mendasar, seperti menginginkan kebahagiaan dan menghindari penderitaan. Akhirnya, menghargai keragaman dan perbedaan adalah menghormati keragaman, keunikan, dan perbedaan pada individu dan kelompok, dan melihat bagaimana mereka menambah pada kehidupan bersama kita.

Merawat Kenyataan Sosial Kita

Seperti kata peribahasa, “tidak ada manusia yang merupakan sebuah pulau.” Kenyataannya adalah kita manusia adalah makhluk sosial, dan orang lain yang tidak terhitung banyaknya memiliki peran penting dalam kehidupan kita, baik kita menyadarinya atau tidak. Fakta dasar bahwa orang lain ada dan mengalami dunia sebagai subyek, sama seperti kita, terkadang dapat kita lupakan. Ini membuat kita sangat mudah untuk masuk pada jebakan berpikir bahwa hanya kitalah yang memiliki keinginan dan kebutuhan, yang harus diperhatikan, dan seterusnya.

Untuk memulai, kita dapat merenungkan orang-orang yang telah membentuk diri kita, yang terus mempengaruhi keberadaan kita, dan yang akan mempengaruhi kita di masa depan. Misalnya, kita dapat memikirkan orang tua atau orang yang telah menyediakan atau masih menyediakan kebutuhan dasar dan perlindungan untuk kita. Orang lain memberikan kita kebersamaan. Pada tingkat yang lebih luas, berjuta orang menanam  makanan yang kita makan dan membuat pakaian yang kita pakai. Merenungkan fakta-fakta ini menempatkan fondasi untuk mengembangkan rasa menghargai, empati, dan welas asih untuk orang lain.

Merawat Kenyataan Bersama Kita dengan Orang Lain

Melebihi fakta bahwa orang lain ada dan menyediakan berbagai hal untuk kita, kita perlu menyadari bahwa mereka memiliki kehidupan emosional juga. Penghargaan dasar bagi orang lain dipertinggi di sini dengan mengenali kemiripan mendasar kita, dan bahwa semua perbedaan yang ada tidak perlu mencegah kita dari menghargai mereka. Kemiripan yang kita fokuskan adalah pada pengalaman dasar kita sebagai manusia. Ini adalah hal yang umum bagi semua umat manusia. Orang lain, sama seperti kita, berkeingingan untuk sejahterah dan tidak menginginkan kesusahan dan penderitaan. Mereka memiliki kehidupan emosional yang meliputi keinginan, kebutuhan, ketakutan, harapan, dan seterusnya. Mereka bisa sakit, memiliki keterbatasan, menghadapi rintangan, mengalami suka dan duka. Kesadaran akan hal-hal umum ini adalah keterampilan yang dapat dibina dan dibiasakan. 

Setelah kita mengembangkan literasi/kemelekan emosional pada tingkat tertentu, termasuk peta cita dan kesadaran emosional orang-pertama, akan mudah untuk melihat kemiripan yang kita miliki dengan orang lain. Pada waktu yang sama, kita perlu menjelajahi bagaimana orang lain berbeda dengan kita. Meskipun semua orang memiliki keinginan, kebutuhan, dan harapan, mereka tidak selalu ingin, butuh, atau takut pada hal yang sama dengan kita. Fakta ini perlu diakui dan dihormati. Lagipula, orang lain memiliki pengalaman, pandangan, dan pengetahuan hidup yang berbeda, yang semuanya dapat dihargai. Mengenali perbedaan dan menghargai kesamaan kita menciptakan pemahaman tentang diri kita dan orang lain yang menjadi unsur penting dalam keterampilan berhubungan.

Menghargai Keragaman dan Perbedaan

Satu bagian dari kenyataan bersama kita dengan orang lain adalah bahwa kita semua unik dan berbeda, dan bahwa kita termasuk dalam kelompok sosial yang memiliki sifat yang khusus dan berbeda dari kelompok lain. Kita masing-masing memiliki didikan yang berbeda, lingkungan keluarga yang berbeda, dan pengalaman unik yang membentuk pandangan, sikap, dan cita-cita kita. 

Jadi keragaman adalah satu bagian dari kenyataan bersama kita dan dapat diapresiasi sebagaimananya – sesuatu yang dapat menyatukan kita, daripada memisahkan kita. Menghargai perbedaan dan cara keragaman menyumbang pada kehidupan bersama kita adalah jenis kesadaran yang sangat penting dalam dunia kita yang semakin majemuk dan terglobalisasi. Ini menyediakan landasan untuk empati dan welas asih yang murni.

Welas Asih untuk Sesama

Semua ciri-ciri sosial dapat dilihat berasal dari, dan menyumbang pada, welas asih untuk sesama. Meskipun kesadaran antarpersonal membuka jalan untuk pembinaan berbagai macam ciri-ciri sosial, welas asih membantu menempatkan mereka dalam lingkung etis. Terdapat tiga cara untuk mengembangkan welas asih untuk sesama:

  • Memahami Perasaan dan Emosi Orang Lain Sesuai Lingkung 
  • Menghargai dan Mengembangkan Kebaikan dan Welas Asih 
  • Menghargai dan Mengembangkan Watak Etis Lain 

Memahami Perasaan dan Emosi Orang Lain Sesuai Lingkung

Tidak memahami perasaan sendiri dapat penghakiman-diri; sama, ketika kita melihat orang lain berperilaku dalam cara yang tidak kita pahami atau setujui, kita akan secara alami menanggapi dengan menghakimi. Sebagaimana memahami perasaan kita timbul dari keinginan dan kebutuhan berujung pada penerimaan diri dan welas asih pada diri sendiri, proses ini juga berlaku ketika melihat orang lain. 

Jika kita memahami bahwa tindakan orang lain didorong oleh perasaan, dan bahwa perasaan ini timbul dalam lingkung dan dari kebutuhan yang mendasari, itu dapat memunculkan empati dan welas asih daripada amarah dan penghakiman. Niat dari ini bukan untuk mengampuni perilaku tidak pantas, namun untuk memahami orang lain dan perasaan mereka pada tingkat manusiawi.

Menghargai dan Mengembangkan Kebaikan dan Welas Asih

Mungkin sangat jelas bahwa kita seharusnya mementingkan welas asih di atas kekejaman, namun sangat mudah untuk terasing dari fakta dasar ini. Dari pengalaman kita sendiri dan contoh dalam sejarah kita dapat melihat bagaimana kita sendiri tidak selalu mementingkan welas asih. Sepanjang sejarah terdapat jumlah contoh yang tak terhitung banyaknya ketika manusia menerima kekejaman orang lain, atau hanya mengabaikan tindakan kejam mereka sendiri. 

Welas asih adalah sebuah asas kuat yang dapat bermanfaat besar untuk kita, tetapi sekedar menyuruh cita kita untuk berwelas asih tidak akan menyelesaikannya. Kita perlu memahami apa itu welas asih dan apa yang tidak, dan menghargainya sebagai sesuatu yang ingin kita kembangkan. Biasanya lebih mudah untuk memulai dengan kebaikan – mengembangkan perilaku yang perhatian dan peduli pada sesama – sebelum melanjutkan pada welas asih.

Welas asih diartikan sebagai keinginan untuk meringankan penderitaan orang lain. Meskipun banyak yang tidak memandang welas asih sebagai unsur utama kehidupan manusia, penelitian menunjuk pada akar biologis dari welas asih. Semua mamalia dan burung memerlukan perawatan ibu untuk bertahan hidup, dikarenakan fakta bahwa mereka tidak dapat hidup sendiri setelah lahir. Perilaku dermawan dalam berbagai spesies, termasuk manusia, menciptakan hubungan timbal-balik yang mendukung kelangsungan hidup dan perkembangan pada tingkat individu dan kelompok. Oleh sebab itu, dalam banyak cara, welas asih adalah masalah kelangsungan hidup. Ini menjelaskan mengapa manusia memiliki kesukaan kuat terhadap kebaikan sejak usia dini, dan mengapa kita menanggapi welas asih dengan positif, bahkan pada tingkat fisiologis.

Menghargai dan Mengembangkan Watak Etis Lain

Di samping welas asih, kita juga dapat mengembangkan watak termasuk rasa syukur, rasa memaafkan, kepuasan, kerendahan hati, kesabaran dan seterusnya. Hal yang umum untuk semua watak etis ini adalah bahwa mereka merujuk pada sifat batin – daripada hanya kepemilikan duniawi atau pencapaian – yang membawa manfaat dan kebahagiaan dalam hidup kita. Fokus pada menghargai orang lain dan bagaimana mereka memperkaya kehidupan kita adalah kebalikan pada gagasan bahwa promosi diri dan perolehan kepemilikan adalah kunci untuk kepuasan dan kebahagiaan jangka panjang. Kita perlu menghargai pentingnya sifat-sifat batin ini. Penelitian menunjukkan bahwa sedangkan kepuasan hidup menurun setelah kesejahteraan duniawi mencapai tingkat tertentu, terdapat hubungan yang kuat antara rasa syukur dan kebahagiaan dalam anak-anak dan orang dewasa. Rasa syukur tidak hanya menimbulkan kepuasan hidup yang lebih tinggi; namun juga dapat menjadi penangkal yang kuat untuk pesan-pesan materialistik yang disampaikan oleh media sosial, iklan, dan televisi. 

Orang lain membawa manfaat bagi kita dalam banyak cara, dan bahkan itu tidak harus disengaja bagi kita untuk menikmati manfaatnya. Kita juga dapat menghargai apa yang tidak orang lain lakukan – mereka tidak mencuri, melukai, atau menghina kita. Pada tingkat yang lebih lanjut, kita bahkan dapat belajar menghargai manfaat yang kita terima ketika orang lain bertindak merugikan. Kita dapat mempelajari contoh dari orang-orang yang mengalami namun bertahan dari kesusahan parah, berhasil mengubah pandangan mereka dan menjalankan kehidupan yang lebih bahagia dan memuaskan. Meskipun kita tidak seharusnya membenarkan perilaku salah orang lain, kemampuan untuk mengambil pandangan baru adalah cara yang kuat untuk melepaskan amarah, dendam, dan kebencian. Penjelajahan kita terhadap cara-cara orang lain memberi manfaat pada kita dapat menghasilkan pengembangan rasa syukur yang murni dan bersemayam, yang kemudian menjadi ikatan dan hubungan yang kuat dengan orang lain. 

Ketika kita merenungkan kerugian dari sikap terpusat diri, dan bagaimana kebahagiaan dan kesejahteraan kita bergantung pada berbagai tindakan kebaikan yang ditunjukkan orang lain, kita akan secara alami merasa bersyukur. 

Kita juga perlu mengembangkan empati, yang merupakan kemampuan untuk menyadari dan peka terhadap pengalaman orang lain, termasuk suka dan duka mereka. Kebanyakan dari kita akan secara otomatis merasakan empati dengan teman dan orang-orang tercinta, namun sangat mungkin untuk mengembangkannya menjadi berjangkauan luas dan tidak memihak. Ketika kita menggabungkan empati dengan pengetahuan kita atas kemiripan mendasar bersama, empati murni yang kurang dibatasi oleh prasangka akan muncul. Berhubungan dengan sesama secara empatik meliputi memberikan usaha untuk memahami cara pandang dan keadaan mereka. Misalnya, daripada mengatakan “orang ini egois,” kita dapat mengatakan “perilaku mereka dapat dianggap egois.” Ini membantu kita untuk tidak melihat orang itu selamanya egois dan mengizinkan kita untuk terbuka dalam menyadari saat-saat mereka tidak egois. 

Seiring kita menjelajahi kemiripan kita dengan orang lain dan mengembangkan rasa syukur dan empati, kita juga secara alami akan mulai memunculkan rasa memaafkan. Ketika kita melepaskan harapan kita yang tidak makul dan mengembangkan penerimaan diri, akan lebih mudah untuk melepaskan amarah dan kebencian yang kita pendam terhadap orang lain. Memaafkan kemudian menjadi hadiah yang kita berikan untuk diri sendiri.

Keterampilan Berhubungan

Kita harus menghadapi interaksi sosial rumit secara berkala, dari pertemanan hingga drama keluarga hingga dinamika kantor. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan sosial diperlukan untuk menjadi bahagia dan sukses. Kesejahteraan jangka panjang berhubungan penting dengan kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan yang berarti dan positif, di saat yang sama juga dapat mengenal dan menghentikan yang merugikan.

Kedua bagian sebelumnya dalam kursus ini – kesadaran akan kodrat sosial kita, digabungkan dengan memahami perasaan orang lain sesuai lingkung – menciptakan sebuah landasan yang mana dapat kita bangun keterampilan, perilaku, dan praktik sebenarnya yang paling mendukung kesejahteraan kita dan orang lain. Meskipun perilaku kita membumi pada empati dan welas asih, terkadang tindakan kita sebenarnya berakibat sebaliknya. Kita mungkin memiliki niat baik, namun dapat tanpa sengaja menyebabkan kesusahan bagi kita dan orang lain. Kita dapat memperkecil ini dengan menambah pengalaman. Kita dapat secara aktif melatih keterampilan yang dipelajari hingga mereka terwujudkan dan alami. Terdapat empat unsur yang dapat kita latih:

  • Pendengaran Empatik
  • Komunikasi Terampil
  • Membantu Sesama
  • Perubahan Konflik

Pendengaran Empatik

Pendengaran empatik adalah mendengar orang lain dengan cita terbuka, dan tidak menjadi tertutup akibat tanggapan emosional. Ini dibumikan atas penghormatan dan penghargaan kepada orang itu, meskipun pandangan mereka berbeda dengan kita. Kita dapat melatih pendengaran empatik dengan latihan “pendengaran mendalam” di mana kita berusaha mendengarkan orang lain tanpa komentar dan penilaian selama beberapa menit. Atau, kita dapat memperhatikan atau mendengarkan orang yang mengatakan hal yang tidak kita setujui, namun berhenti untuk memparafrase atau mengulangi apa yang mereka katakan sebelum kita menanggapinya secara emosional. 

Pendengaran empatik seharusnya pendengaran yang memperhatikan tidak hanya isi permukaan, tetapi juga pada kebutuhan dan cita-cita mendasar yang dapat memberikan lingkung untuk memahami isi yang dikatakan orang lain.

Komunikasi Terampil

Mendengarkan sangatlah penting, tetapi kita juga perlu untuk dapat menyampaikan apa yang ingin kita katakan secara peka, produktif dan memperdayakan diri kita dan orang lain. Citra “komunikasi yang memperdayakan” merujuk pada keterampilan kita untuk berbicara secara sopan dan jelas, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk mereka yang mungkin tidak dapat berbicara untuk dirinya sendiri. Debat dapat menjadi alat yang sangat kuat. Misalnya, kita dapat memilih untuk berdebat dengan teman, dan mengambil sisi yang biasanya kita tentang. Karena kita manusia memiliki kecenderungan untuk tidak mensahkan atau bahkan tidak memanusiakan mereka yang menentang cara pandang kita, latihan seperti ini dapat membantu mengembangkan kerendahan hati, rasa ingin tahu, dan perasaan kemanusiaan bersama.

Membantu Sesama

Mendengarkan dan mengkomunikasikan adalah hal yang mendasar, namun terdapat berbagai cara lain untuk membantu sesama. Membantu sesama harus selalu sesuai dengan kebutuhan orang lain, dan juga sepadan dengan kemampuan kita. Mulai dari pelayanan masyarakat hingga kerelawanan hingga “tindakan baik acak,” penelitian menunjukkan bahwa memberikan bantuan lebih membantu kesejahteraan kita daripada menerima bantuan. 

Kita dapat mengambil sejenak untuk merenungkan proses membantu orang lain: apa yang kita rasakan ketika kita melakukannya, apa yang kita pelajari darinya, bagaimana kita meningkatkannya, dan apa dampaknya pada mereka yang ingin kita bantu. Terakhir, kita dapat menjelajahi jenis bantuan yang benar-benar diperlukan orang lain untuk kesejahteraan jangka panjang mereka, lebih dari apa yang pada luarnya tampak menjadi jawabannya.

Perubahan Konflik

Kita tidak dapat terelak dari konflik sepanjang hidup kita. Konflik tidak selalu buruk sendirinya; namun mempelajari bagaimana menghadapi konflik bagi kita dan orang lain adalah keterampilan yang penting. Menyelesaikan konflik hanyalah sebagian dari jalan menuju perubahan keadaan dan hubungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan kedua pihak. Untuk ini, kita perlu untuk dapat menanggapi konflik secara membangun dan membantu kerja sama, perukunan kembali, dan hubungan yang damai.

Kedamaian batin berperan sebagai landasan untuk kedamaian luar. Sama halnya, perukunan batin dapat berujung pada perukunan luar. Mengatasi dunia batin kita meningkatkan kesempatan untuk perubahan konflik yang berhasil. Tanpa pengembangan kerendahan hati, empati, welas asih, rasa memaafkan, ketidakberpihakan, dan kesadaran akan perikemanusiaan bersama kita, perubahan dan penyelesaian konflik akan susah, jika tidak mustahil. Di mana keterampilan ini ada, tugas untuk menyelesaikan konflik dapat menjadi pengalaman yang mendalam dan sungguh mengubah bagi semua pihak.

Rangkuman

Pada bagian pertama kursus ini, kita mengembangkan literasi/kemelekan emosional untuk memahami diri kita lebih baik. Pada bagian kedua ini, kita menggunakan pemahaman ini untuk terlibat dengan orang lain: keluarga, teman, rekan kerja, dan orang asing yang kita temui. Pengembangan keterampilan berhubungan ini berhubungan dengan asas kebaikan dan welas asih. Setelah kita cukup melatihnya, keterampilan sosial tidak hanya tinggal sekelompok teknik; mereka berubah menjadi hasil alami berupa rasa menghargai dan peduli kita untuk orang lain. Ketika kita menerima dan melatih strategi positif sepanjang lingkung sosial yang kita alami, tidak hanya hubungan kita menjadi lebih tentram, tetapi kita juga menjadi lebih bahagia dan puas.


Jika Anda tertarik mencari tau lebih lanjut, silakan baca versi lengkap Kerangka SEE Learning dan pelajari program lain Pusat Ilmu Kontemplatif dan Etika Berbasis Welas Asih.

Top