Sujud-sembah pada welas asih yang agung.
Pokok Satu: Persiapan
Latihlah persiapannya terlebih dahulu [kelahiran kembali sebagai manusia yang mulia, kematian dan ketaktetapan, sebab dan akibat berperilaku, kerugian-kerugian samsara].
Pokok Dua: Latihan Sebetulnya dalam Bodhicita
Berlatih dalam Bodhicita Terdalam
Renungkan bahwa gejala itu ibarat mimpi. Ketahuilah sifat dasar dari kesadaran yang tak berkemunculan. Lawannya sendiri membebaskan dirinya sendiri pada tempatnya sendiri. Sifat hakiki dari sang jalan adalah bermukim di dalam suatu tataran dasar serba-mencakup. Di antara sesi demi sesi latihan, berlakulah layaknya satu orang khayali.
Berlatih dalam Bodhicita Lazim
Berlatihlah memberi dan menerima secara bergantian.
Naikkan keduanya ke atas nafas. (Sehubungan dengan) tiga sasaran itu [makhuk-makhluk yang kuanggap menarik, tidak menarik, atauhambar], (ambil) tiga sikap beracun [hasrat merindu, rasa jijik, atau keluguan] dan (beri) tiga akar dari yang membangun [kelepasan, ketenangan, atau tiadanya keluguan], (sembari) berlatih dengan kata-kata di dalam seluruh jalan perilaku.
Untuk urutan menerima, mulailah dari diriku sendiri.
Pokok Empat: Pengembunan Laku dalam Satu Masahidup
Selama Masahidup Kita
Ringkasnya, intisari dari ajaran-ajaran saripati adalah penerapan lima daya [(1) niat, (2) bibit putih, (3) pembiasaan, (4) melenyapkan semua sekaligus, dan (5) doa.]
Pada Saat Kematian
Ajaran saripati untuk pengalihan cita Mahayana adalah lima daya itu sendiri, sembari mementingkan jalan kelakuanku.
Pokok Lima: Ukuran Penentu Keterlatihan Sikap Kita
Kalau seluruh laku Dharmaku menghimpun dalam satu niatan [untuk menghapuskan sikap meninggikan diri];
Kalau, dari dua saksi mata [orang lain dan diriku sendiri], aku mengambil [diriku sebagai] yang utama [untuk memeriksa apakah aku telah menjadi (1) makhluk berhatitinggi, yang utamanya berpikir mengenai orang lain; (2) makhluk tinggiyang terlatih dalam perilaku membangun; (3) makhluk tinggiyang mampu menanggung kesukaran mengatasi kenegatifanku; (4) pemegangtinggi dari sila menjagasumpah-sumpahku; (5) yogi tinggi, pemikul tujuan bodhicita].
Kalau aku mampu terus bersandar pada citaku yang bahagia semata;
Dan sekalipun aku terusik aku masih mampu [untuk tidak bersikap meninggikan diri sendiri]; maka aku telah terlatih.
Pokok Enam: Delapan Belas Laku Pengikat bagi Latihan-Sikap
(1–3) Senantiasalah berlatih dalam tidak pokok umum: [Tidak ingkar janji sendiri. Tidak berperilaku keterlaluan. Tidak jatuh pada keberpihakan.]
(4) Mengubah niat-niatku, tapi tetap berlaku wajar.
(5) Tidak bicara sisi cacat atau bobrok (orang lain).
(6) Tidak berpikir tentang (kesalahan) orang lain.
(7) Membersihkan diriku terlebih dahulu dariperasaan gelisah yang manapun adalah perbuatan terbesarku.
(8) Menghindarkan diri dari harapan-harapan akan buah pamrih.
(9) Meninggalkan makanan beracun.
(10) Tidak bersandar (pada pikiran-pikiran gelisahku) sebagai andalan sempurnaku.
(11) Tidak melenceng ke tingkah buruk.
(12) Tidak menyimpan dendam.
(13) Tidak menyungkurkan (seseorang) tentang suatu pokok yang peka.
(14) Tidak membebankan bobot seekor dzo pada seekor sapi jantan.
(15) Tidak berlomba-lomba.
(16) Tidak membalikkan jimat.
(17) Tidak membuat seorang dewa jatuh menjadi seekor iblis.
(18) Tidak menjadikan duka (orang lain) sebagai tambahan bagi kebahagiaan(ku).
Pokok Tujuh: Dua Puluh Dua Pokok untuk Dilatih dalam Latihan-Sikap
(1) Melakuan semua yoga dengan satu [niat – untuk mampu menolong orang lain lebih baik lagi].
(2) Membatalkan hal-hal yang memiuhkan dengan satu [laku – memberi dan menerima].
(3) Di awal dan akhir, mengerjakan dua tindakan [untuk mampu menolong orang lain lebih baik lagi dan pengabdiandaya positif].
(4) Yang manapun dari keduanya yang terjadi [keadaan baik atau keadaan buruk], berlaku sabar.
(5) Mengawal keduanya dengan taruhan nyawa [akad rohaniku secara umum, dan secara khusus, laku-laku dan pokok-pokok untuk dilatih ini].
(6) Berlatih dalam tiga hal sukar [ingat apa lawan baginya, ingat menerapkannya, ingat untuk menjaganya].
(7) Mengambil tiga sebab utama [untuk mampu menjalankan pokok-pokok ini – menemui para guru rohaninya, menerapkan ajaran-ajaran mereka, memperoleh unsur-sebab yang mendukung].
(8) Meditasi atas tiga hal tak-surut [keyakinan dan penghargaan para guru rohaniku, kemauan untuk menjalankan ajaran-ajaran mereka, kemantapan dalam menjaga laku dan latihan ini].
(9) Memiliki tiga hal tak terpisahkan [raga, wicara, dan citaku yang tak terpisahkan dari tindakan menolong orang lain].
(10) Berlaku murni, tanpa keberpihakan pada sasaran-sasaran.
(11) Mementingkan (menerapkan) latihan luas dan mendalam terhadap segala sesuatu.
(12) Selalu mengarahkan meditasi terhadap yang disingkirkan (sebagai yang dekat).
(13) Tidak bergantung pada keadaan-keadaan lain.
(14) Menjalankan laku sekarang.
(15) Tidak memiliki pemahaman terbalik.
(16) Tidak tersendat-sendat.
(17) Berlatih dengan tegas.
(18) Membebaskan diriku lewat penyelidikan dan penyimakan.
(19) Tidak bermeditasi dengan rasa kehilangan.
(20) Tidak membatasi diriku dengan rasa peka yang terlalu.
(21) Tidak berlaku untuk yang sementara saja.
(22) Tidak berharap akan rasa terima kasih (apapun).
Ayat-Ayat Penyimpul
(Dengan ini), mengubah ke dalam jalan menuju pencerahan (ketika) lima kebobrokan ini [dari rentang hidup, perasaan-perasaan gelisah, pandangan, makhluk, dan waktu] merajalela.
Intisari madu ajaran-ajaran saripati ini berada pada silsilah dari Serlingpa.
Dari kebangkitan para pengingat karma setelah terlatih sebelumnya, kekagumanku (atas laku ini) berlimpah-limpah. Dan karena sebab itu, dengan mengabaikan duka dan cela, aku memohon arahan-arahan pedoman untuk menjinakkan pegangan-diri. Kini, sekalipun aku mati, aku tidak menyesal sama sekali.