Suluh bagi Jalan Menuju Pencerahan

10:33

Kubersujud-sembah kepada Bodhisattwa Manjushri yang Senantiasa Muda

Janji untuk Menulis

(1) Setelah kubersujud-sembah penuh hormat kepada Sang Penjaya dari tiga kurun waktu, kepada Dharma mereka dan kepada kaum Sangha, kuakan menyalakan suluh bagi jalan menuju pencerahan, setelah terdorong oleh permohonan muridku yang istimewa, Jangchub-wo.

(2) Karena (pelaku-pelaku) berada dalam lingkup-lingkup kecil, menengah, dan unggul, dikenal sebagai tiga jenis insan rohani. Maka aku akan menulis tentang golongan-golongan khusus ini, menjelaskan ciri-ciri mereka.

Lingkup Pemula

(3) Siapapun yang berminat untuk dirinya sendiri, dengan cara apapun, untuk semata-mata meraih kebahagiaan dari samsara yang berulang tak terkendali, maka ia disebut sebagai insan berlingkup rohani kecil.

Lingkup Menengah

(4) Siapapun yang berperangai memalingkan dirinya dari kenikmatan-kenikmatan keberadaan gandrung dan menolak daya-gerak negatif dari karma, dan yang berminat mencari tataran kedamaian semata-mata bagi dirinya sendiri, maka ia dikenal sebagai insan berlingkup rohani menengah.

Bodhicita sebagai Jalan Masuk bagi Lingkup Lanjut

(5) Siapapun yang sepenuhnya ingin menghapus semua duka makhluk lain sebagaimana duka yang termasuk dalam kesinambungan batinnya sendiri, maka ia adalah insan berdorongan-batin unggul-

(6) Bagi makhluk-makhluk suci ini yang mengharapkan pencerahan unggul, aku akan menjelaskan cara-cara sempurna yang telah diajarkan oleh para guru.

Upacara untuk Bercita-cita Bodhicita, Beserta Nasihat

(7) Di hadapan lukisan, patung, dan perwujudan lainnya dari para Buddha yang tercerahkan paripurna, serta di hadapan stupa dan (naskah-naskah Dharma) yang suci, persembahkanlah bunga-bunga, dupa, dan benda apa saja yang kau miliki.

(8) Sertakan juga persembahan tujuh-dahan yang disebutkan dalam (Doa) Perilaku Mulia, dengan cita yang tak pernah akan pantang mundur sampai (kesadaran) hakiki inti-Buddhamu,

(9) Dengan keyakinan mendalam pada Triratna unggul, dengan berlutut di bumi dan menangkupkan kedua telapak tangannya, pertama-tama berhaluan amanlah sebanyak tiga kali.

(10) Selanjutnya, dengan cita penuh kasih terhadap semua makhluk terbatas sebagai awalan, pandanglah semua makhluk kelana, tanpa kecuali, yang berduka dari kelahiran dan seterusnya di tiga mayapada rendah, dan dari kematian, pemindahan, dan sebagainya.

(11) Kemudian, dengan keinginan agar semua makhluk kelana terbebas dari duka kepedihan, dari duka, dan dari sebab-sebab duka, bangkitkan ikrar bodhicita yang tak pernah akan pantang mundur.

(12) Manfaat membangkitkan cita yang bercita-cita seperti ini dijelaskan oleh Maitreya dalam Sutra yang Membentang Bagai Batang Pohon.

(13) Apabila kau telah membaca sutra ini atau mendengarnya dari gurumu, dan telah menyadari manfaat tak terbatas dari bodhicita yang paripurna, maka supaya ini menjadi teguh bangkitkan cita ini berulang kali.

(14) Daya positif dari cita ini dijelaskan secara luas dalam Sutra yang Dimohonkan oleh Viradatta. Karena diringkas hanya dalam tiga seloka, izinkan aku mengutipnya di sini.

(15) "Bila daya positif bodhicita memiliki rupa, itu akan mengisi penuh ruang angkasa dan bahkan melampauinya.

(16) Meskipun seseorang dapat memenuhi bumi-bumi para Buddha dengan permata sebanyak butir-butir pasir sungai Gangga dan mempersembahkannya kepada Sang Pelindung Dunia,

(17) Namun apabila seseorang menangkupkan kedua telapak tangannya dan menautkan citanya pada bodhicita, persembahannya akan jauh lebih mulia; itu tidak akan terbatas."

(18) Setelah membangkitkan tataran-tataran cita-cita bodhicita, teruslah meningkatkannya dengan berbagai upaya; dan, supaya berhati-hati dalam kehidupan ini dan kehidupan-kehidupan lain, jagalah sebaik-baiknya latihan yang diajarkan dalam naskah-naskah.

Bersumpah untuk Memasuki Bodhicita

(19) Tanpa sumpah yang sifatnya memasuki bodhicita, cita-cita murnimu takkan pernah bertumbuh. Oleh karena itu, dengan keinginan untuk meningkat ke arah pencerahan paripurna yang dicita-citakan, ambillah sumpah-sumpah itu dengan penuh semangat demi tujuan itu.

(20) Mereka yang telah menegakkan salah satu dari tujuh jenis sumpah untuk kebebasan perorangan memiliki kemampuan yang layak untuk mengambil sumpah-sumpah bodhisattwa; sedangkan yang lainnya tidak.

(21) Sementara untuk tujuh jenis sumpah kebebasan perorangan, Yang Bergerak Sesuai Keadaan (Tathagata) menegaskan dalam penjelasannya bahwa sumpah-sumpah tapa suci adalah yang terunggul, yaitu sumpah-sumpah bhiku yang sudah ditahbiskan secara penuh.

(22) Melalui upacara yang diuraikan dalam "Bab tentang Sila" dari Tahap-Tahap Bodhisattwa, ambillah sumpah-sumpah (bodhisattwa) dari seorang guru yang unggul dan mumpuni.

(23) Ketahuilah bahwa seorang guru yang unggul adalah seseorang yang terampil dalam upacara sumpah, haruslah orang yang hidup sesuai dengan sumpah-sumpah itu sendiri, memiliki kepercayaan diri untuk memberi sumpah, dan penuh welas asih.

(24) Namun, jika kau sudah mengupayakannya dan tidak mampu menemukan seorang guru, ada upacara lain untuk mengambil sumpah, yang akan kujelaskan secara lengkap.

(25) Mengenai hal ini, saya akan menuliskan di sini dengan sangat jelas bagaimana Manjushri membangkitkan bodhicita pada masa kehidupan sebelumnya ketika ia adalah Raja Ambaraja, seperti yang dijelaskan dalam Sutra Penghiasan untuk Bumi-Buddha Manjushri.

(26) "Di depan mata para Pelindungku, kubangkitkan bodhicita dan kuundang semua makhluk kelana sebagai tamuku, aku akan membebaskan mereka dari kelahiran kembali yang tak terkendali.

(27) Sejak saat ini hingga aku mencapai tataran murni tertinggi, aku takkan pernah bertindak dengan niat jahat, cita yang marah, kekikiran, atau kecemburuan.

(28) Aku akan hidup sesuai perilaku tapa suci; aku akan melepaskan diri dari hal-hal negatif dan kemelekatan/keserakahan. Bersukacita dalam sumpah-sumpah sila, aku akan terus menempa diri sebagaimana para Buddha lakukan.

(29) Aku tidak akan terburu-buru dalam mengejar pencerahan untuk diriku sendiri, tetapi akan tetap tinggal sampai akhir masa depan, jika itu demi membantu satu makhluk terbatas sekalipun.

(30) Aku akan membersihkan segalanya menuju mayapada yang tak terbatas dan tak terbayangkan, dan akan menetap di sepuluh penjuru bagi mereka yang memanggil namaku.

(31) Aku akan memurnikan semua tindakan dari raga dan wicaraku, serta memurnikan tindakan citaku: aku takkan pernah melakukan tindakan merusak."

Menjalankan Laku Bodhisattwa

Melatih Sila yang Tertinggi

(32) Jika kau melatih dirimu dengan baik dalam tiga latihan sila dengan hidup sesuai sumpah-sumpah yang merupakan intisari untuk memasuki bodhicita dan yang merupakan sebab untuk memurnikan raga, wicara, dan citamu, maka rasa hormatmu pada tiga sila itu akan bertumbuh.

(33) Melalui ini (akan datang) tataran pencerahan paripurna yang murni; sehingga, dengan kerahkan segenap upayamu dalam sumpah-sumpah bodhisattwa, kau akan menyempurnakan himpunan yang diperlukan untuk pencerahan tuntas.

Melatih Samadhi yang Tertinggi

(34) Supaya dapat menyempurnakan himpunan yang memiliki sifat daya positif dan kesadaran mendalam, semua Buddha telah menegaskan bahwa yang diperlukan adalah pengembangan kesadaran unggul.

(35) Seperti burung tanpa sayap yang tumbuh sempurna tak bisa terbang di angkasa, begitu pula tanpa daya kesadaran unggul, kau tidak akan mampu memenuhi tujuan makhluk-makhluk terbatas.

(36) Daya positif apapun yang didapati dalam sehari semalam oleh orang memiliki kesadaran unggul tidak bisa disamai bahkan dalam seratus kehidupan oleh orang yang tidak memiliki kesadaran unggul.

(37) Oleh karena itu, jika kau ingin dengan cepat menyempurnakan himpunan untuk pencerahan tuntas, berupayalah dan gapailah kesadaran unggul. Ini tidak bisa didapat dengan kemalasan.

(38) Orang yang belum mencapai cita yang tenang dan tenteram tidak akan meraih kesadaran unggul. Oleh karena itu, berusahalah terus-menerus untuk mewujudkan cita yang tenang dan tenteram.

(39) Namun, apabila unsur-unsur untuk cita yang tenang dan tenteram ini lemah, maka meskipun kau bermeditasi dengan upaya keras bahkan selama ribuan tahun, kau tidak akan mencapai samadhi ekacita.

(40) Oleh karena itu, peliharalah dengan baik unsur-unsur yang disebutkan dalam bab mengenai Himpunan bagi Samadhi Ekacita. Kemudian tempatkan citamu pada sesuatu yang membangun; yakni pada sasaran pemusatan yang baik.

(41) Ketika seorang yogi mewujudkan cita yang tenang dan tenteram, ia juga mencapai kesadaran unggul.

Latihan Kesadaran Pembeda yang Tertinggi

Namun, jika engkau gagal menerapkan kesadaran pembeda bercakupan-luas, kau tidak akan mampu membuang pengaburan.

(42) Oleh karena itu, untuk membersihkan dirimu dari semua pengaburan, tanpa kecuali, menyangkut perasaan-perasaan gelisah dan gejala-gejala yang bisa diketahui, selalu bermeditasilah pada yoga kesadaran pembeda bercakupan-luas beserta cara-caranya.

(43) Karena kesadaran pembeda tanpa upaya terampil sebagaimana upaya terampil tanpa kesadaran pembeda merupakan belenggu. Maka jangan pernah abai untuk memiliki keduanya.

(44) Untuk menghalau keragu-raguan tentang apa itu kesadaran pembeda dan apa itu upaya terampil, kuakan menjelaskan pembagian antara upaya terampil dan kesadaran pembeda.

(45) Sang Penjaya telah menjelaskan bahwa selain kesadaran pembeda yang bercakupan-luas, semua himpunan unsur yang membangun, seperti kedermawanan yang bercakupan-luas dan sebagainya, adalah upaya terampil.

(46) Adalah dengan kekuatan dari meditasi pada upaya terampil, melalui meditasi secara tuntas pada sesuatu dengan kesadaran pembeda, seseorang dengan sifat (bodhicita) dapat dengan cepat mencapai pencerahan. Ini tidak terwujud dengan bermeditasi pada ketiadaan jati-diri swabawa semata.

(47) Kesadaran kesunyataan keberadaan swabawa yang telah sampai pada pemahaman bahwa gugusan, sumber pengetahuan, dan penggerak pengetahuan tidak muncul (dengan mengada secara swabawa), telah sepenuhnya dijelaskan sebagai kesadaran pembeda.

(48) Jika hal-hal mengada secara swabawa (pada saat kemunculan sebab-sebab mereka), tidak akan masuk akal bagi mereka untuk muncul. Lalu, kalau mereka (secara swabawa) sama sekali tidak mengada (mereka tidak bisa dimunculkan), seperti bunga muncul dari langit. Selain itu, karena akan ada kesimpulan yang tidak masuk akal dari kedua cela ini, hal-hal juga tidak muncul dari keduanya pula (mengada secara swabawa dan tak mengada pada saat kemunculan sebab-sebab mereka).

(49) Gejala-gejala tidak muncul dari dirinya sendiri maupun dari hal lain (secara swabawa), ataupun dari keduanya. Mereka juga tidak muncul tanpa sebab. Oleh karenanya, segala sesuatu sejatinya tidak memiliki keberadaan swabawa.

(50) Lebih jauh lagi, ketika kau menguraikan segala sesuatu untuk mengetahui apakah mereka (secara swabawa) tunggal atau majemuk, dan karena kau tidak bisa menunjuk sesuatu yang memiliki keberadaan dari dirinya sendiri, kau bisa yakin tentang ketiadaan keberadaan swabawa.

(51) Lebih lanjut, baris-baris penalaran di Tujuh Puluh Seloka Mengenai Sunyata dan dari Risalah Mendasar Mengenai Jalan Tengah dan sebagainya menjelaskan bagaimana sifat gejala-gejala ditetapkan sebagai sunyata.

(52) Namun, karena naskah ini akan menjadi terlalu panjang, aku tidak akan menguraikan secara rinci di sini. Apa yang telah kujelaskan adalah untuk tujuan meditasi pada tata ajaran filsafati yang sudah terbukti.

(53) Jadi, karena kau tidak bisa menunjuk keberadaan swabawa atas segala sesuatu, tanpa kecuali, meditasi pada tiadanya jati-diri swabawa adalah meditasi pada kesadaran pembeda.

(54) Dengan kesadaran pembeda, sifat swabawa setiap gejala tak pernah terlihat; dan ini dijelaskan bahwa hal yang sama berlaku pada kenyataan kesadaran pembeda itu sendiri. Dengan (cara) ini bermeditasilah (pada sunyata) secara nircitra.

(55) Keberadaan gandrung yang berasal dari pikiran-pikiran bercitra (keberadaan swabawa) memiliki sifat sejati (yang direkayasa) oleh pikiran-pikiran bercitra ini. Oleh karena itu, tataran bebas dari segala pikiran bercitra ini, tanpa kecuali, adalah Tataran Nirwana Unggul yang Melampaui Segala Penderitaan.

(56) Sesuai dengan hal ini, Guru Penakluk yang Serba Unggul mengatakan, "Pikiran bercitra (tentang keberadaan swabawa) adalah ketidaksadaran besar, yang menjatuhkanmu ke samudera keberadaan berulang tak-terkendali. Dengan bersemayam dalam samadhi ekacita tanpa pikiran bercitra (tentang keberadaan swabawa), kau akan menjernihkan (citamu) hingga tiada citra-citra itu ibarat ruang angkasa. "

(57) Selain itu, dalam Perumusan Dharani untuk Memasuki Cita Nircitra, ia mengatakan, "Jika Putra Penjaya yang memasuki laku Dharma murni bermeditasi pada tataran tanpa pikiran bercitra (tentang keberadaan swabawa), ia akan melampaui pikiran-pikiran bercitra yang sulit dilalui ini dan secara bertahap akan mencapai tataran nircitra ini."

(58) Setelah kau menjadi yakin, berdasar kutipan-kutipan dan baris-baris penalaran itu, bahwa segala hal tidak memiliki keberadaan swabawa dan tidak memiliki kemunculan (keberadaan swabawa), bermeditasilah dalam tataran tanpa pikiran bercitra (tentang keberadaan swabawa).

Mewujudkan Hasilnya

(59) Ketika kau telah bermeditasi pada kenyataan seperti ini dan telah secara bertahap mencapai (tahap) kehangatan dan seterusnya, maka kau akan mencapai (tahap) sukacita tertinggi dan seterusnya, dan semakin dekat pada pencerahan kebuddhaan.

(60) Namun, apabila melalui tindakan-tindakan seperti penenteraman, peningkatan, dan seterusnya, yang dicapai dari daya mantra-mantra dan juga melalui kekuatan delapan pencapaian nyata tertinggi dan sebagainya, seperti penerapan laku pot adiwarna dan seterusnya,

(61) Dan melalui kesadaran penuh sukacita, kau ingin menyempurnakan himpunan bagi tercapainya pencerahan, dan jika kau juga ingin melatih tindakan mantra-mantra rahasia yang dibahas dalam golongan-golongan tantra kriya, charya, dan seterusnya,

(62) Kemudian, agar dianugerahi pemberdayaan guru (vajra), senangkanlah guru sucimu dengan hal-hal seperti layanan penuh hormat, berikan padanya benda-benda berharga, dan sebagainya, dan lakukan apa yang ia katakan.

(63) Dengan dianugerahi pemberdayaan guru (vajra) lengkap karena menyenangkan gurumu, kau akan menyucikan dirimu sepenuhnya dari semua daya negative dan, pada dasarnya, dikaruniai kemampuan yang layak untuk meraih pencapaian yang sesungguhnya.

(64) Karena dilarang keras dalam Tantra Agung Adibuddha, pemberdayaan rahasia dan pemberdayaan kesadaran pembeda tidak bisa (dianugerahkan atau) diterima (secara harfiah) oleh mereka yang mereka yang memiliki sumpah tapa suci.

(65) Jika kau mengambil pemberdayaan-pemberdayaan ini sementara menjalani hidup menurut laku tapa brata suci, berarti kau melakukan tindakan terlarang dan karenanya, sumpah-sumpah tapa sucimu akan rusak.

(66) Dengan kata lain, sebagai pelaku dari perilaku terkendali kau akan mengalami kehancuran mutlak dan karena kau pasti akan jatuh ke tataran kelahiran kembali yang lebih rendah, kau tidak akan pernah meraih pencapaian apapun.

(67) Namun, jika kau menerima (secara tak-harfiah) anugerah pemberdayaan guru (vajra) dan menyadari kenyataan, tak ada salah jika kamu mendengarkan semua tantra, mengajarkannya, melakukan puja api, membuat puja persembahan, dan seterusnya.

Aku, Tetua Shri Dipamkara, setelah memahami semua yang dijelaskan dari ajaran-ajaran Dharma tentang sutra dan seterusnya, dan atas permohonan Jangchub-wo, menyusun penjelasan singkat tentang Jalan Menuju Pencerahan ini.

Ini mengakhiri Suluh bagi Jalan Menuju Pencerahan yang disusun oleh Guru Besar Dipamkara Shrijnana bear. Diterjemahkan, disunting, dan diparipurnakan oleh Sang Guru India sendiri (Dipamkara Shrijnana) dan bhiku Tibet penerjemah Geway-lodro. (Naskah) Dharma ini disusun di Wihara Toling di Zhang-zhung.

Top