Kesalahpahaman tentang Ngondro

Kesalahpahaman Dasar atas Bagaimana Kita Ada

Tentu saja, terdapat banyak bidang kesalahpahaman dalam ajaran Buddha; tetapi mereka tidak hanya terbatas pada pandangan dan pemahaman kita tentang ajaran Buddha. Ketidakpahaman ini adalah corak umum yang kita temui di seluruh ajaran Buddha. Kita salah memahami kenyataan; kita salah memahami bagaimana kita ada, bagaimana semua orang ada, dan seterusnya. Oleh karenanya, kita mencitrakan segala jenis hal konyol yang tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak hanya kita mencitrakan hal konyol itu, tetapi kita juga secara tidak sadar mempercayainya. Kita percaya bahwa itu sesuai dengan kenyataan. Dengan mejelaskan kesalahpahaman tentang ajaran Buddha, juga dapat membantu kita mulai menyadari bagaimana kita mencitrakan berbagai jenis hal konyol, tidak hanya tentang ajaran namun juga tentang diri kita, orang lain, dan berbagai keadaan yang kita hadapi dalam kehidupan secara umum.

Salah Memahami Karma

Salah satu hal yang kita salah memahami adalah tentang karma. Banyak dari kita cenderung berpikir bahwa karma berhubungan dengan takdir: jika hal buruk terjadi pada kita, kita mengatakan, “Itu adalah karma kita.” Kita cenderung berpikir bahwa kita nakal dalam kehidupan lalu atau sebelumnya dalam kehidupan ini dan sekarang kita pantas mengalami hal buruk karena kita tidak baik, dan kita bersalah. Ini adalah pencitraan dari kerangka bercitra dari pemikiran Barat tertentu yang tidak berhubungan dengan ajaran Buddha sebenarnya. Tetapi, karena secara tidak sadar menerima kerangka-kerangka tersebut, kita merasa buruk. Kepercayaan kita pada kerangka-kerangka ini cenderung memperkuat kepercayaan kita pada diri padat yang secara swabawa buruk. Ini tentu bukan ajaran Buddha.

Jika kita bertanya apa maksud sebenarnya dari istilah karma, jika kita melihat pada kata Tibet, itu adalah ucapan sehari-hari untuk “tindakan.” Sering, ketika kita mendengar ajaran tentang karma, orang akan menerjemahkannya sebagai “tindakan.” Jika kita memikirkannya, ini sama sekali tidak masuk akal. Ini karena jika akar dari kesusahan kita dalam hidup adalah tindakan kita, maka secara muskil akan mengikuti bahwa kita hanya perlu berhenti melakukan apapun dan kemudian kita akan terbebaskan. Kita bisa hanya duduk, tidak melakukan apapun dan semua masalah kita akan pergi. Jelas, karma bukan berarti tindakan itu sendiri, meskipun ucapan sehari-hari Tibet untuk ini berarti tindakan.

Sebenarnya, apa yang karma bicarakan adalah kegandrungan – daya gandrung dibalik tindakan kita yang mendorong kita untuk bertindak, berbicara, atau berpikir dalam cara tertentu. Kita bertindak dalam berbagai cara dan membangun kemampuan, kecenderungan, dan kebiasaan: dalam istilah fisik Barat, jalur saraf. Kelanjutan dari tindakan karma kita ini matang menjadi berbagai unsur berbeda. Kita akan masuk ke sana lebih dalam lebih lanjut dalam ceramah. Tetapi, salah satu hal yang menjadi bentuk pematangan ini adalah perasaan ingin melakukan sesuatu. Kita merasa, “Saya ingin melakukan sesuatu; Saya ingin mengatakan sesuatu.” Saat itu terjadi, karma datang. Karma adalah daya gandrung yang mendorong kita untuk benar-benar melakukan apa yang ingin kita lakukan. Itu adalah hal yang perlu kita atasi.

Kita perlu mencari ruang antara ketika kita ingin mengucapkan hal buruk pada orang lain dan ketika kita benar-benar mengucapkannya. Jika kita dapat menemukan ruang tersebut, ini memberi kita kesempatan untuk menggunakan kesadaran pembeda untuk menentukan apakah hal yang ingin kita lakukan atau ucapkan akan membantu atau merugikan. Memiliki kemampuan untuk membedakan apakah tindakan atau ucapan kita akan membantu atau merugikan inilah yang membedakan kita dari hewan sehingga kita tidak hanya bertindak atas naluri atau kebiasaaan. 

Inilah yang dibicarakan oleh karma. Ini bisa jadi keinginan gandrung untuk mengulangi perilaku sejenis yang kita lakukan sebelumnya atau daya gandrung untuk berada dalam sebuah situasi. Misalnya, kita merasa ingin pergi ke mall belanja, sehingga secara gandrung kita pergi ke mall dan mungkin akan menyebabkan kita ditabrak oleh mobil. Daya gandrung dapat menempatkan kita dalam keadaan di mana berbagai hal terjadi pada kita. Akibat menyusahkan dari gaya gandrung ini di mana kita melakukan berbagai hal seringkali tidak mudah dilihat. Tetapi, inilah segalanya dari karma.

Apa yang ingin kita lakukan jelas adalah mengatasi berada dibawah kendali karma kita tanpa daya. Kita ingin melenyapkan itu dan juga melenyapkan penyebab kita membangun berbagai kebiasaan ini. Kita mungkin memiliki kebiasaan buruk yang menghancurkan atau bahkan kebiasaan baik yang menggelisahkan: misalnya, menjadi seorang perfeksionis dan selalu ingin membersihkan, atau selalu memperbaiki orang lain, atau berkelakuan seperti seorang Nazi tatabahasa. Jenis sindroma ini, perfeksionisme – ketika kita mencitrakan bahwa, bagaimanapun, kita dapat menjadi sempurna – dapat menyebabkan banyak macam kesusahan. Rumah tidak pernah cukup bersih; tidak peduli berapa kali kita membersihkannya, ia selalu perlu lebih, sehingga cita kita tidak pernah tenang. 

Kesalahpahaman dalam Tantra: Jalan “Mudah” Menuju Pencerahan

Pokok utama yang akan kita fokuskan adalah pada tantra. Tantra adalah salah satu cara yang kita gunakan untuk mengatasi berada dibawah kendali kegandrungan karma kita. Salah satu kesalahan-kaprah adalah berpikir bahwa tantra atau mahamudra atau dzogchen adalah jalur mudah menuju pencerahan. Tidak ada yang mengatakan bahwa mereka mudah; dan meskipun mereka mungkin sangat berdaya guna, mereka adalah jalur yang sangat sulit. 

Tidak ad acara bagi kita untuk memintasi sebab dan akibat, meskipun tantra dikenal sebagai wahana yang dihasilkan. Ini dikarenakan kita berlatih sekarang dengan cara yang mirip dengan apa yang akan kita peroleh sebagai seorang Buddha. Kita membayangkan atau berpura-pura bahwa kita sekarang dalam bentuk seorang dewa ataut yidam Buddha, seorang sosok meditasional, dan bahwa perilaku kita selayaknya seorang Buddha dalam membantu semua makhluk. Kita membayangkan ucapan kita adalah mantra, lingkungan kita adalah mandala murni, dan cara kita menikmati hal penuh kebahagiaan dan tidak berhubungan dengan kebingungan. Meskipun kita berlatih sekarang dengan cara yang mirip dengan hasil yang ingin kita peroleh; namun, pada kenyataannya keadaan yang dihasilkan itu tidak akan terjadi kecuali kita membangun penyebabnya. 

Tidak terdapat cara apapun untuk memintasi sebab dan akibat; pencerahan tidak akan terjadi dalam sekejap begitu saja. Tetapi, kita mendengar banyak tentang tantra, terutama kelas tertinggi dari tantra, bahwa ia akan memungkinkan kita mencapai pencerahan dalam satu kehidupan. Meski dalam satu kehidupan, kita akan dapat mencapainya dalam tiga tahun dan tiga fase bulan. Satu fase bulan adalah periode sejak bulan baru hingga bulan purnama hingga bulan baru, jadi tiga fase ini berjumlah satu setengah bulan. Kita berpikir bahwa kita sangan menginginkan tawaran murah ini dan mencapai pencerahan dengan murah. Oleh karena itu kita memilih jalur tantra.

Terkadang, Yang Mulia Dalai Lama menyebut ini “propaganda Buddha.” Ia memberi kita dorongan bahwa kita akan memperoleh pencerahan dalam satu kehidupan namun itu sangat langka. Itu hanya dapat terjadi dengan dasar kekuatan positif yang sangat besar dan seterusnya telah dibangun sejak kehidupan-kehidupan lampau.

Apa penjelasan untuk hitungan tiga tahun dan tiga fase bulan? Itu berasal dari tantra Kalacakra. “Kalacakra” berarti kitaran waktu. Kita menelaah nafas dengan sangat hati-hati dalam sistem itu. Nafas berubah dua belas kali selama sehari antara masuk utamanya dari satu lubang hidung kemudian lubang hidung lainnya. Ketika ia melakukan peralihan dari satu lubang hidung ke yang lain, terdapat enam puluh tujuh setengah nafas yang melalui kedua lubang hidung secara seimbang. Ketika ia melakukan itu, tenaga halus dibalik nafas memasuki saluran pusat. 

Kita ingin dapat membawa semua tenaga halus dari nafas – atau yang disebut dalam sastra India sebagai prana atau dalam sastra Cina sebagai qi – ke dalam saluran pusat dan melenyapkannya di sana. Ini karena kegandrungan dari karma kita sebenarnya didorong oleh tenaga “menggelisahkan” ini, menggunakan istilah Barat, yang mengalir secara sembarangan dalam tubuh kita. Ini yang membuat kita merasa gelisah, tertekan, dan tegang. Dalam sistem Kalacakra, kita memanggilnya “angin karma.” Kita ingin dapat membawa mereka semua ke dalam saluran pusat. 

Sekarang kita harus sangat pintar dalam menghitung. Terdapat enam puluh tujuh setengah nafas yang melalui kedua lubang hidung secara seimbangan dalam dua belas perubahan dalam sehari. Kita kemudian mengambil jumlah nafas yang akan memasuki jalur pusat dalam masa hidup seratus tahun dan membaginya. Jika kita memiliki nafas-nafas itu terus-menerus, itu akan mencakup kurun waktu tiga tahun dan tiga fase bulan. Dari situlah angka tersebut diperoleh; bukan tanpa alasan. Itu untuk mencerminkan bahwa kita benar-benar ingin membawa semua angin itu ke dalam saluran pusat. 

Saat kita memahaminya, itu dapat memberi kita dorongan; tetapi kita tidak seharusnya secara tak acuh berpikir bahwa semua yang harus kita lakukan adalah undur diri triwarsa dan kemudian kita akan tercerahkan. Kemungkinan, kita akan sangat kecewa pada akhir undur diri tersebut, terutama jika kita menghabiskan sebagian besar waktu dalam lamunan. Kita perlu menghindari kesalahan kaprah bahwa itu akan mudah sehingga tidak malas dalam laku ajaran Buddha kita. Sering, kita menginginkan jalur yang mudah dan cepat karena kita tidak ingin bekerja keras. Kita sangat sibuk dan tidak memiliki banyak waktu. Oleh karena itu, kita menginginkan pencerahan dengan murah.

Laku Persiapan Umum

Jika kita melihat semua ajaran tanpa memandang aliran kita, mereka semua menekankan bahwa sebelum kita memiliki kemungkinan berhasil dalam tantra, kita perlu melatih yang disebut “persiapan.” Selalu terdapat dua kumpulan persiapan dan kita tidak dapat melewati satu pun. Satu adalah persiapan bersama atau umum: persiapan yang ada dalam sutra dan tantra. Jika kita mendengar kata “umum,” kita mungkin mengaitkannya dengan biasa seakan kita tidak memerlukannya. Tetapi, kata itu sebenarnya berarti bersama. 

Juga terdapat persiapan khas, persiapan yang hanya khusus untuk laku tantra. Pada umumnya, banyak kesalahpahaman yang datang dari penerjemahan. Kita memiliki istilah “pendahuluan” dan kita berpikir kita dapat melakukan tanpa persiapan itu. Kita berpikir kita tidak memerlukannya, mari berlanjut pada barang bagusnya. Istilah yang lebih tepat untuk memahaminya adalah “persiapan.” Ini adalah laku persiapan dan kita perlu bersiap. Cara yang digunakan guru saya untuk menjelaskannya adalah dengan menggunakan gambar dari Tibet sebagai perumpamaan. Jika kita pergi dalam perjalanan gerobak panjang, kita perlu bersiap dengan baik. Kita perlu mengemas dan menyusun semuanya agar muat di belakang yak dan seterusnya.

Sama halnya, meskipun jelas kita tidak pergi dalam perjalanan gerobak yak di Norway atau di Barat, namun jika kita akan menjalani perjalanan batin besar, kita perlu mempersiapkannya. Kita perlu mengemas tas kita. Dalam perjalanan ini, kita perlu memiliki pemahaman tentang ajaran dasar. Ini menyediakan lingkung yang mana kita akan melatih tantra. Tanpanya, tantra hanya akan terlihat seperti kegilaan mutlak. Kita mungkin juga membayangkan kita adalah Mickey Mouse atau Peri Merah dan menuntun semua orang ke Disneyland atau sejenisnya. Ini bukanlah yang dimaksud dengan tantra. 

Laku Ngondro Pradini 

Laku persiapan umum atau bersama ini sangatlah penting. Melewatinya menyebabkan kesalahpahaman berikutnya, yang mana orang langsung memulai laku persiapan khas yang dikenal sebagai “ngondro.” Arti dari kata Tibetan itu secara harafiah adalah “sesuatu yang datang sebelumnya.” Ngondro biasanya dianggap sebagai sekumpulan 100,000 sujud-sembah dan 100,000 ini dan 100,000 itu. Sebenarnya menjadi masalah besar ketika kita melakukan laku ini tanpa laku persiapan bersama. Dalam aliran Kagyu laku persiapan bersama ini disajikan sebagai empat pemikiran yang mengalihkan cita pada Dharma. Laku ini sangat penting. Tanpanya, laku Dharma kita tidak akan masuk akal.

Ikhtisar Singkat tentang Empat Pemikiran yang Mengalihkan Cita

Untuk sedikit meninjau keempat pemikiran ini, kita memiliki kelahiran kembali manusia yang mulia dan kita perlu berpikir dalam rangka kematian dan ketidaktetapan, agar kita tidak menghabiskan waktu kita. Ini adalah kedua pikiran pertama. Kita perlu menghargai semua hal baik yang kita miliki dalam hidup dan tidak menghabiskan waktu kita mengeluh tentang kesusahan dan sebagainya. Tentu saja, samsara itu susah dan kurang diidamkan, tetapi mengeluh tidak akan membantu kita. Kita perlu melihat pada hal baik yang kita miliki dan memanfaatkannya. Kehidupan berharga ini tidak akan bertahan selamanya; jadi jangan menganggapnya tidak berarti. Ini penting dalam rangka semua latihan yang kita lakukan.

Selanjutnya, kita memiliki hukum karma, pemikiran ketiga yang mengalihkan cita kita pada Dharma. Kita perlu memahami mekanisme dasar dari sebab akibat perilaku. Itu membawa kita pada pemahaman kita tentang karma dan kebutuhan untuk menahan diri dari bertindak menghancurkan. Kita telah membangun banyak sekali kebiasaan buruk. Jika kita meninjau kembali waktu yang dihabiskan setiap hari untuk pikiran dan perilaku tidak bermanfaat atau buruk atau dengan pemikiran dan perilaku baik, yang buruk jauh melebihi yang baik. Ini terutama jelas jika kita bandingkan keduanya selama seluruh kehidupan kita, terlebih lagi selama kehidupan-kehidupan sebelumnya. Oleh sebab itu, kita perlu sangat menahan diri dari perilaku menghancurkan ketika kita merasa ingin melakukan hal buruk, bertindak dibawah pengaruh keserakahan, keegoisan, kemarahan, dan seterusnya. Misalnya, kita mungkin tidak acuh, selalu mengganggu orang lain dengan pesan teks, menganggap bahwa kita adalah orang terpenting di dunia dan orang lain harus melepaskan segalanya dan langsung menjawab kita. Kita perlu membedakan. Apakah perilaku kita membantu atau merugikan? Dengan contoh ini, kita perlu mempertimbangkan apakah seseorang sibuk atau tidak, daripada hanya mengganggu mereka kapanpun kita mau. Ini membangun tata tertib, yang tentunya akan diperlukan untuk laku tantra kita. 

Berdasar pada pemahaman kita tentang sebab-musabab karma, kita sudah berlindung. Berlindung sangatlah penting dan sekali lagi terdapat banyak kesalahpahaman tentang ini. Kita cenderung menganggapnya sepele, meskipun itu bukan hal sepele sama sekali. Itu bukan hanya memotong sedikit rambut, memperoleh nama Tibet, dan memakai benang merah. Itu sama sekali bukan kepentingan dari berlindung. Itu bukan hanya sekarang kita bergabung dalam perkumpulan umat Buddha. Pergi berlindung merujuk pada menetapkan arah yang baik dan aman dalam kehidupan kita, dijelaskan oleh Buddha, Dharma, dan Sangha. Ketiga ini adalah apa yang kita tuju. Mereka adalah contoh dan panutan kita. Kita memiliki keyakinan bahwa kita benar-benar dapat mencapainya sendiri dan oleh karenanya kita menempatkan arah mereka dalam hidup kita. Ini memberikan makna bagi kehidupan kita. 

Sangat penting bahwa kita memiliki tujuan dan makna dalam kehidupan kita dan bahwa kehidupan kita tidak sia-sia. Berlindung kemudian menjadi landasan kuat bagi semua laku Dharma kita. Tentunya, dalam tantra kita memerlukan rasa berlindung yang tidak pasif. Berlindung sama sekali tidak pasif dan bukan masalah “Oh, Buddha selamatkan saya,” dan kemudian kita hanya duduk di sana, membuka diri kita, dan menunggu untuk diselamatkan. Itu mungkin untuk tradisi lain tapi tidak dalam ajaran Buddha. 

Dalam tata cara Buddha, jika kita ingin membantu orang lain dan mencapai pencerahan atau hanya pembebasan, kita harus memasukkan sebab agar dapat mengalami sebuah akibat. Itu tidak akan terjadi kecuali kita membangun sebab-sebabnya. Kita harus melakukan sesuatu. Kita harus secara aktif pergi ke arah itu untuk berlindung. Itu berarti benar-benar menempatkan arah itu dalam hidup kita dan pergi ke arah itu seperti yang dijelaskan oleh Buddha, Dharma, dan Sangha.

Selanjutnya, kita memikirkan kekurangan dari samsara, pemikiran keempat yang mengalihkan cita kita pada Dharma. Jika kita benar-benar akan mempraktikkan tantra dan Dharma dalam cara serius apapun, sangat penting bagi kita untuk mulai mempertimbangkan kelahiran kembali dengan sungguh-sungguh. Kita dapat melatih apa yang saya sebut sebagai Dharma-versi-ringan, hanya berpikir dalam rangka kehidupan ini dan berusaha untuk sebisa mungkin mengatasi perasaan yang gelisah dan pencitraan kita dan berbuat baik untuk orang lain. Ini sangat tidak bermasalah; tetapi, itu bukanlah versi penuh Dharma. Terdapat banyak kekurangan dan masalah yang datang ketika kita salah memahami Dharma hanya pada membicarakan tentang kehidupan ini.

Misalnya, bayangkan kita punya seorang bayi dan bayi itu meninggal. Bayi itu tentu tidak melakukan hal negatif atau buruk; mengapa ini terjadi pada bayi kita? Ini adalah masalah besar karena karma tidak akan masuk akal dalam rangka sebab akibat jika kita membatasinya hanya pada kehidupan ini. Sekali lagi, ini bukan bayi itu nakal dalam kehidupan sebelumnya dan pantas menerima ini sebagai hukuman. Sama sekali bukan seperti itu. Karma jauh lebih canggih dan rumit daripada itu.

Dari sudut pandang seorang umat Buddha, kita memiliki kehidupan tak berawal dan meskipun ini tidak mudah untuk dipahami, jika kita tidak memahami ini, akan menyebabkan kesulitan memahami kodrat cita dan kemurnian cita. Apakah terdapat pencipta atas cita? Jika begitu, terdapat berbagai pertentangan logis yang timbul dari itu. Akan menjadi sangat sulit untuk memahami ajaran tentang sunyata atau kehampaan jika kita hanya berpikir dalam rangka awal mutlak dalam kehidupan dan akhir mutlak saat kita meninggal.

Oleh karena itu, ketika kita memikirkan tentang kekurangan samsara dalam keempat pemikiran yang mengalihkan cita kita pada Dharma ini, kita mulai memahami seluruh proses kelahiran kembali. Ini penting untuk laku tantra karena dalam kelas tertinggi tantra kita ingin mengalihkan dan melenyapkan seluruh proses kematian, bardo, dan kelahiran kembali. Jika kita tidak percaya pada bardo dan kelahiran kembali, maka tidak masuk akal bagi kita untuk mencoba mengalihkan atau melenyapkan kitaran berulang yang tidak terkendali ini. Ini adalah arti sebenarnya dari samsara: kelahiran berulang yang tak terkendali dengan segala masalah yang datang bersama jenis tubuh dan cita yang terbatas ini. Kita menjadi sakit; kita menjadi tua, lemah, dan rapuh. Cita kita sangat kebingungan. Memakan waktu yang lama untuk tumbuh dari masa bayi dan ketidakberdayaan. Ini sangat tidak menyenangkan. 

Kita mengalami kelahiran berulang tak terkendali dibawah pengaruh karma dan ini semua dipahami dalam rangka perasaan gelisah yang kita miliki dan cita kita yang terbatas. Kita memiliki amarah dan seterusnya yang memicu perilaku gandrung kita. Maka, menjadi penting bagi kita untuk memahami dua belas tautan kemunculan bergantung karena ini menjelaskan seluruh proses cara kerja kelahiran kembali. 

Kita juga perlu memahami empat kebenaran mulia, dan melalui pemahaman itu, mengenal jenis penderitaan terdalam, penyebab terdalam, dan fakta bahwa kita dapat melenyapkannya. Berdasarkan pemahaman atas kemurnian cita, kita mendapat kepercayaan bahwa memang memungkinkan untuk melenyapkan semua penderitaan. Keadaan terlenyapkannya semua itu adalah kebenaran mulia ketiga. Ditambah, kita perlu memahami jalur yang benar-benar akan melenyapkan penderitaan ini, kebenaran mulia keempat. Jika kita tidak memiliki kepercayaan ini, apa yang kita lakukan dengan jenis laku Dharma apapun, apalagi laku tantra? Penting untuk memiliki kepercayaan kuat dan mengetahui apa yang kita tuju dan bahwa mencapai tujuan itu memungkinkan. Lalu, kita tidak akan mulai memiliki keraguan nantinya terkait melatih dan membayangkan diri kita dalam bentuk yang sangat aneh, berpikir ini gila, dan bertanya apa tujuan kita melakukan ini. Itu akan terjadi kecuali kita memiliki landasan kuat dalam laku-laku persiapan ini.

Penyerahan dan Bodhicita

Berdasar pada memahami kekurangan samsara, kita memerlukan penyerahan. Kita ingin melenyapkan bertindak dibawah pengaruh amarah dan perilaku gandrung negatif. Itu hanya akan memunculkan semakin banyak masalah dan terulang tidak hanya dalam kehidupan ini namun juga dalam kehidupan-kehidupan selanjutnya juga. Sindrom ini akan terus-menerus berlanjut jika kita tidak melakukan sesuatu. Oleh karena itu, kita memerlukan penyerahan: tekad untuk terbebas dari semua ini. Tetapi kita tidak menghadapi ini sendiri dan kita juga perlu memiliki keprihatinan untuk orang lain. Kehidupan kita tidak terpisah dari orang lain. Untuk apa kita melakukan laku tantra? Untuk menjadi manfaat bagi orang lain; itulah sebabnya kita ingin mencapai keadaan tercerahkan seorang Buddha. Bodhicita sangatlah penting di sini. 

Apa itu bodhicita? Sering, kesalahpahaman yang terjadi adalah bahwa bodhicita sama dengan welas asih. Tidak. Welas asih dan cinta adalah anasir sebab-musabab yang menyebabkan kita memiliki bodhicita. Bodhicita sendiri berpusat pada pencerahan individu kita sendiri. Bukan pencerahan Buddha, bukan pencerahan umum, namun pencerahan individu kita sendiri, yang masih belum terjadi, tetapi yang dapat terjadi berdasar pada kodrat Buddha kita. Kita berfokus pada pencerahan yang-masih-belum-terjadi itu dan ingin mencapai pencerahan yang-sedang-terjadi demi membawa manfaat bagi semua orang, karena kehidupan kita saling bergantung dan saling terhubung seluruhnya. Kita tidak hidup dalam sebuah ruang hampa yang terpisah. Kita bergantung pada kebaikan orang lain untuk bertahan hidup. 

Pencerahan individu kita sendiri yang ingin kita capai dilambangkan oleh sosok-sosok Buddha ini. Apa yang ingin kita capai? Kita membayangkan apa yang masih belum terjadi namun yang dapat terjadi berdasar pada anasir kodrat Buddha. Itulah yang sedang kita lakukan. Laku tantra mutlak terikat dengan bodhicita. Kita mencitrakan dan membayangkan membantu semua orang dengan cahaya yang terpancar dan membebaskan semua orang dari penderitaan; tapi, jika kita tidak memiliki perasaan cinta dan welas asih bagi orang lain, mengapa kita melakukan ini? Itu akan menjadi konyol. 

Enam Paramita atau Sikap yang Menjangkau-Jauh

Juga terdapat enam sikap yang menjangkau-jauh atau paramita. Kita ingin bermurah hati dan memberi untuk orang lain. Tata tertib sangatlah diperlukan. Terdapat banyak sumpah yang terlibat dengan tantra; jika kita tidak memiliki ketertiban untuk mampu memegang sumpah-sumpah itu, kita tidak akan pernah dapat membantu orang lain. Tidak hanya terdapat sumpah untuk menahan diri dari bertindak buruk. Juga terdapat laku ikatan-rapat – samaya dalam Sansekerta, damtsig dalam Tibet – untuk bertindak baik dan kita memerlukan tata tertib ini untuk membantu orang lain. Ini bukan hanya kita membayangkan membantu orang lain atau membayangkan bermurah hati, namun ketika dihadapi orang hidup sungguhan kita tidak ingin terlibat. Itu sama sekali bukan laku yang benar. Laku yang benar adalah menerapkannya dalam kehidupan nyata dan bukan hanya membayangkannya di atas bantal meditasi kita. Bantal meditasi kita adalah tempat kita berlatih agar kita tahu bagaimana menjalankannya. Tapi, kita tidak hanya berlatih. Kita harus benar-benar melakukannya dalam kehidupan nyata.

Selain itu, kita harus memiliki pemahaman tentang kekosongan – saya lebih suka memanggilnya “sunyata” – jika tidak apa yang kita lakukan dalam latihan kita itu gila. Kita seperti sejenis orang penderita skizofrenia yang berpikir bahwa mereka adalah Yesus Kristus atau Cleopatra. Mereka mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah Tara atau Avalokiteshvara, Chenrezig. Ini cukup gila kecuali kita benar-benar memahami apa yang terlibat dan bahwa bentuk Tara dan seterusnya ini muncul-bergantung berdasar pada anasir kodrat Buddha kita, sebab-musabab, dan seterusnya. Kebenaran kita menjadi Tara tidak benar-benar terjadi saat ini. Kita harus memahami kenyataan dari apa yang kita lakukan. Jika tidak, kesalahpahaman dapat menyebabkan masalah psikologis yang sangat parah.

Menyiapkan semua bahan ini seperti menyiapkan koper kita untuk perjalanan. Kita ingin dapat menggunakan semua ini. Inilah persiapan kita.

Praktik Persiapan atau Ngondro yang Tidak Dibagikan

Praktik persiapan yang tidak dibagikan mengharuskan sekumpulan 100,000 sujud-sembah dan seterusnya. Kesalahpahaman yang ada adalah bahwa ini akan membawa keajaiban, seakan kita hanya perlu melakukan 100,000 sujud-sembah, 100,000 persembahan mandala dan semua masalah kita akan hilang. Beberapa mungkin benar-benar mengharapkan keajaiban terjadi dan saat itu tidak terjadi, beberapa orang akan menjadi sangat kecewa dengan seluruh Dharma. Kita perlu memahami tujuan dari praktik-praktik ngondro ini. 

Kita melaksanakannya untuk membangun kekuatan positif kita dan melemahkan kekuatan negatif kita. Ketika kita membicarakan karma, sebagai akibat dari perilaku kita, kita membangun kekuatan atau daya positif atau negatif. Itu mungkin positif dalam arti kekuatan positif yang gelisah, seperti dalam contoh seorang perfeksionis, atau bisa kekuatan positif yang dipersembahkan dengan bodhicita untuk dapat menjadi sebab untuk pencerahan. Kita perlu membedakan kedua bentuk ini dalam hal ini. Yang ingin kita lakukan dengan laku ngondro kita adalah mulai membangun, berbicara dalam istilah ilmiah, lebih banyak jalur saraf positif yang dipersembahkan untuk pencerahan. 

Kita semua memiliki fleksibilitas saraf yang mana otak kita dapat, dalam arti tertentu, memperbaiki sendiri. Pikirkan jalur-rintis negatif yang kita miliki dari kebiasaan yang telah kita bangun, terutama jika kita berpikir dalam rangka kehidupan tak berawal. Kita telah bertindak dibawah pengaruh amarah, keegoisan, keserakahan, dan ketakacuhan, berpikir bahwa kita adalah yang terpenting dan harus mendapatkan yang kita inginkan. Kita perlu memikirkan semua kebiasaan buruk seperti mengabaikan fakta bahwa orang lain memiliki perasaan, sama seperti kita. Mengabaikan orang lain seperti itu adalah sejenis ketakacuhan tentang kenyataan dan dampak dari perbuatan kita seakan kita bisa selalu memperlakukan orang dengan buruk dan itu tidak masalah. Misalnya, kita dapat bertengkar di depan bayi dan bayi itu tidak akan mengerti sehingga itu tidak bermasalah. 

Jalur-jalur saraf ini, yang membuat kita bertindak sesuai kebiasaan sangatlah kuat. Mereka tertanam sangat dalam karena kita telah melakukan hal-hal ini berulang kali. Cara penguraian ini adalah memahami kekurangan samsara pada tingkat yang berbeda, perilaku berulang kita yang tak terkendali. Inilah karma, berulang tak terkendali dan berdaya gandrung. Oleh karena ini, kita ingin membangun jalur saraf positif. Dan itu tidak mudah. Itu memerlukan pengulangan yang sangat banyak. Pengulangan adalah cara untuk membangun jalur saraf. Sehingga melakukan sesuatu 100,000 kali bukan cukup atau sebuah angka ajaib; hanya banyak dan itulah yang dimaksud. 

Pengulangan seperti itu mulai membangun lebih banyak jalur saraf positif dan itulah yang ingin kita lakukan. Itulah sebabnya kita melakukan laku ngondro ini. Laku-laku persiapan ini mulai membangun kekuatan positif dan melemahkan kekuatan atau daya negatif. Jika kita hanya melakukan latihan kita secara acuh tak acuh, terkadang meditasi, terkadang tidak, pengulangan tidak akan cukup. Diperlukan pengurangan yang tetap dan terus-menerus untuk mulai membangun jalur baru. Dalam istilah sutra, kita membicarakan bagaimana kita membangun kekuatan ini selama tiga lelaksawarsa yang tak terhitung. “Tak terhitung” adalah sebutan untuk angka terbesar dalam sistem matematika India, jadi kita juga dapat menyebutnya tiga miliaran lelaksawarsa, meskipun itu juga kata yang samar dalam bahasa Inggris. Kita harus banyak membangun ini untuk melawan fakta bahwa kita telah membangun kekuatan dan daya negatif tak bermula yang tak terhitung. Kita harus menghabiskan jumlah waktu yang sangat lama. 

Dorongan dalam Sutra-Sutra Mahayana

Hanya sebagai sampingan, sutra-sutra Mahayana dipenuhi dengan pujian pada kekuatan membacanya atau pada mendaraskan mantra tertentu dan melakukannya akan memurnikan, misalnya, kekuatan negatif selama 60,000 lelaksawarsa. Mereka dipenuhi dengan semua angka-angka luar biasa ini. Ini mungkin terlihat gila dan kita mungkin bertanya untuk apa ini semua dan merasa malu tentangnya. Tetapi, jika kita memikirkannya, Buddha tidaklah bodoh. Terdapat tujuan untuk semua ini. Meskipun beberapa orang mungkin menganggap angka lelaksawarsa ini secara harafiah, tetapi cara saya berpikir agar masuk akal adalah untuk memberi kita dorongan. Saat kita mendengar tentang kekuatan positif sebanyak tiga miliaran lelaksawara atau yang tak terhitung dan kita berpikir bahwa jika kita mendaras mantra tertentu, akan mengatasi setidaknya 60,000 darinya, kita dapat jauh mengurangi angka besar ini. Itu memberi kita dorongan. 

Penting untuk menghindari lajat bahwa pembangunan kekuatan positif sangatlah mudah; tetapi juga menghindari lajat bahwa itu akan mustahil. Sutra-sutra Mahayana ini membantu kita mulai berpikir dalam angka yang sangat besar. Sutra-sutra ini memberitahukan ajaran Buddha kepada jumlah makhluk yang banyak dari semua alam yang berbeda yang hadir di sana. Kita dapat menganggapnya sebagai dongeng atau kita dapan menganggapnya sebagai cara untuk membuka cita kita untuk berpikir tentang semua makhluk berkesadaran. Kita perlu mulai berpikir dalam angka yang sangat besar dan lingkup yang sangat luas; dan bahwa memungkinkan untuk memiliki pemurnian ini dan membangun kekuatan positif ini. Tetapi kita harus melakukannya dengan usaha kita sendiri. Oleh karena itu, kita memiliki latihan persiapan permulaan ini.

Bagaimana untuk Tidak Mempraktikkan Ngondro

Penting untuk tidak melakukan sujud-sembah hanya sebagai latihan ragawi tanpa apapun dalam cita kita. Itu tidak menghasilkan banyak dampak. Jika begitu kasusnya, kita mungkin saja melakukan 100,000 push-up atau sejenisnya. Ini sama sekali bukan yang dimaksud dengan sujud-sembah. Juga, kita memerlukan samadi. Jika kita melakukan sujud-sembah dengan cita melamun, berharap sesi sudah berakhir, itu juga tidak akan banyak berguna. Kita ingin membangun jalur positif. Melakukan sesuatu dengan raga dan ucapan kita bersamaan melakukan sesuatu dengan cita kita sangat membantu untuk menghindari lamunan.

Sangat mudah untuk terbiasa melakukan semua latihan kita hanya dalam kepala kita, secara batin. Saya melakukan itu dan berbicara dari pengalaman. Akan jauh lebih sulit untuk bersamadi jika kita hanya melakukan sesuatu dengan cita. Jika kita melakukan sesuatu yang ragawi secara bersamaan, ditambah mendaras sesuatu sekaligus, tidak terdapat banyak ruang tersisa untuk melamun. Memang sangat terampil untuk menyatukan raga, wicara, dan cita. Pastinya, sebagai seorang Buddha, kita ingin raga, ucapan, dan cita kita berpadu secara penuh. 

Oleh karena itu, sangat membantu untuk membiasakan memadukan raga, wicara, dan cita dalam latihan kita, terutama dalam melakukan laku ngondro ini. Ini bukan hanya secara ragawi melakukan sesuatu dan mendaras blah, blah, blah. Dalam setiap aliran akan ada sesuatu berbeda yang kita daraskan. Tidak hanya terdapat satu cara melakukannya. Jika kita memikirkan Dharma dan cara Buddha mengajar dengan sarana terampil dan cara berbeda untuk beda orang, maka tentu saja, akan terdapat banyak ragam cara untuk berlatih. Itu tidak masalah. Merupakan kesalahpahaman besar untuk berpikir bahwa kita benar dan orang lain salah dan membawa jiwa persaingan ini dalam laku Dharma kita.

Dengan bersujud-sembah, kita memahami perlindungan dan bahwa kita berjalan ke arah positif Buddha, Dharma, dan Sangha dan merekalah sasaran yang mana kita bersujud-sembah. Kita ingin mencapai keadaan Buddha, Dharma, dan Sangha ini sendiri dan kita memberi hormat padanya. Akan membantu untuk memikirkan perlindungan dan sujud-sembah dalam rangka hasilnya, mereka yang sudah mencapainya; jalannya, pencerahan kita yang ingin kita capai dengan semua latihan ini; dan landasannya, anasir kodrat Buddha kita sebagai dasar yang mana kita dapat mencapainya. Lalu, kita menunjukkan hormat dengan cita kita berpusat pada mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan. 

Pemurnian Vajrasattva Berdasar pada Penyerahan

Laku ngondro penting lainnya adalah Vajrasattva. Praktik Vajrasattva harus didasarkan pada penyerahan atas dua kebenaran mulia pertama. Apa yang ingin kita murnikan dengan laku Vajrasattva? Penderitaan dan sebab-sebab penderitaan. Kita perlu memahami ini dan memiliki keyakinan dalam kebenaran mulia ketiga dan keempat. Kita perlu yakin bahwa memang memungkinkan untuk melenyapkan semua daya negatif itu. Kita akan melakukan ini dengan menerapkan kekuatan yang berlawanan. Tetapi, laku Vajrasattva adalah pemurnian sementara. Satu-satunya hal yang akan melenyapkan semua daya negatif ini adalah pemahaman kita tentang sunyata agar kita tidak mengulangi perilaku negatif. Kita bisa kurang lebih membersihkan batu tulis dengan Vajrasattva, tetapi itu tidak memastikan kita tidak akan berperilaku negatif lagi. 

Kita perlu memiliki keyakinan penuh pada empat kebenaran mulia. Oleh karena itu, kita menerapkan kekuatan berlawanan seperti Vajrasattva dan seterusnya untuk memurnikan. Tanpa ini, apa yang kita lakukan? Kita hanya mendaras seratus suku kata dan itu tidak masuk akal. Itulah mengapa kita memiliki laku Vajrasattva yang rinci ini dan kita membayangkan pemurnian terjadi secara grafis.

Persembahan Mandala

Sangat penting untuk melakukan laku ngondro selanjutnya, persembahan mandala, dengan cinta, welas asih, dan kemurahan hati. Kita sedang membuat sebuah persembahan dan apa yang kita sembahkan adalah keadaan paling baik untuk semua orang agar semua orang dapat mencapai pencerahan. Pendarasan tradisional baku, seperti yang saya terjemahkan, adalah: 

Dengan mengarahkan dan mempersembahkan dasar ini pada Bumi-Bumi Buddha, diurapi dengan air harum, berserak dengan bunga, dan dihiasi dengan Gunung Meru, empat pulau, sebuah matahari dan sebuah bulan, semoga semua yang mengembara dituntun ke tanah suci murni. 

Apa yang dimaksud dengan itu? Yang dimaksud adalah semoga semua orang dapat berlatih di tanah suci murni, yang kita bayangkan dalam cara tradisional India dengan Gunung Meru dan seterusnya. Ciri geografis dari tanah ini bukan intinya. Intinya adalah kita membayangkan dan mempersembahkan keadaan paling baik untuk dapat memperoleh kebebasan dan pencerahan untuk semua orang. Dalam tanah suci murni, semoga segalanya sempurna untuk dapat melatih Dharma setiap saat. Ini bukan hanya kita ngeluyur di tanah suci murni dan menikmati diri. Setiap saat di sana, kita berlatih dan mendengar ajaran dan seterusnya untuk memperoleh pencerahan.

Dengan cara ini kita melatih kemurahan hati, menginginkan semua orang memiliki ini. Jika tidak, kita tidak berbeda dengan seorang anak yang bermain cincin dan nasi dan seterusnya dan itu tidak akan masuk akal. 

Guru Yoga

Laku ngondro guru yoga hanya akan masuk akal ketika kita memiliki bodhicita, jika tidak ini adalah pemujaan kepribadian dan bisa cukup aneh. Ini bisa menyasar ke arah yang sangat negatif. Kita ingin mendapatkan ilham dalam rangka raga, wicara, dan cita, biasanya dari pendiri aliran kita atau sosok hebat lainnya. Apa yang kita lakukan? Orang ini melambangkan pencerahan kita yang-masih-belum-tercapai. Kita ingin memperoleh pencerahan itu dengan bodhicita. Kita melihat ini dicerminkan dalam guru. “Semoga saya memiliki ilham untuk dapat mencapai keadaan tercerahkan yang kamu lambangkan.” Ini ditujukan pada guru, yidam atau Buddha. Ini adalah guru yoga, bukan sembah guru. Itu bukanlah yang dimaksud.

Memahami Tujuan Ngondro

Latihan-latihan persiapan dasar yang tidak dibagikan ini didasarkan pada yang dibagikan: empat pemikiran yang mengalihkan cita pada Dharma, dengan berlindung, paramita dan bodhicita didasarkan padanya. Ngondro bukanlah solusi ajaib untuk masalah kita. Ini bukanlah cara untuk membayar iuran buruk kita, menyelesaikannya secepat mungkin, agar kita dapat bergabung dengan kerumunan dan mendapatkan barang baik. Ini bukan dilakukan dengan gagasan bahwa kita adalah pendosa dan ini adalah hukuman yang harus kita lakukan untuk menutupi dosa kita agar Buddha memaafkan kita. Ini adalah kesalahpahaman total tentang jalan umat Buddha. 

Cobalah pahami tujuan ngondro. Ini untuk membangun lebih banyak jalur saraf positif dan bukan hanya menurunkan badan dan bersujud-sembah. Itu bukan intinya. Tindakan ragawi dan hal wicara yang kita katakana membantu kita berpusat pada keadaan batin yang positif.

Mengambil Pembayatan dan Melakukan Laku Tantra Secara Pradini

Saat pembayatan diberikan, penting untuk tidak menghadiri hanya karena semua orang lain pergi dan kita merasa harus mengikuti atau orang lain akan berpikir buruk tentang kita. Kita tidak seharusnya pergi seperti itu. Sangat penting, dan ditekankan berulang kali dalam ajaran, untuk memeriksa dahulu guru dan laku tantra tertentu. “Apakah latihan ini benar-benar yang ingin saya lakukan? Apakah saya siap melakukannya? Apakah ini guru yang dapat saya percaya? Apakah ini guru yang saya yakinkan?” 

Jangan hanya mengikuti nama besar atau karisma guru itu. Hitler itu berkarisma; tetapi bukan berarti kita mengikuti seseorang hanya karena ketenaran atau kepribadian berkarisma. Tidak semua orang akan merasakan hubungan dekat dengan setiap guru, bahkan setiap guru hebat. Kita adalah individu. Kita harus merasa diilhami oleh guru dan memiliki sejenis hubungan dengannya, jika tidak itu tidak akan berhasil. Meskipun orang lain merasakan hubungan itu dengan lama hebat tertentu yang memberikan pembayatan, kita mungkin tidak. Itu tidak masalah. Jangan merasa diharuskan untuk pergi ke pembayatan hanya karena mereka diadakan.

Yang disebutkan dalam ajaran adalah jika kita tidak siap namun mengambil pembayatan dan memasuki laku tantra tanpa bodhichitta pada tahap maju – tidak harus bodhicita yang tidak digunakan saat kita memiliki ini setiap saat, namun bodhichitta tingkat dalam – itu hanya berakibat pada dilahirkan kembali sebagai hantu dalam wujud salah satu dewa tantra ini. Kenapa? Itu karena daya positif yang mungkin kita bangun tidak disembahkan untuk pencerahan. Itu hanya daya positif samsara. Daya karma samsara akan menyebabkan sejenis kelahiran kembali samsara. Kita membayangkan kita berada dalam wujud dewa ini, sehingga wujud kelahiran kembali yang terjadi adalah wujud-hantu dari dewa ini. 

Itu cukup menakutkan jika dipikirkan. Intinya adalah untuk tidak terlibat dalam laku tantra hingga kita merasa siap. Itu bukan berarti kita tidak dapat menghadiri pembayatan ini. Itu dapat menjadi hal yang sangat mengilhami. Tetapi, seperti yang disebutkan oleh banyak ahli tradisional dalam sastra ini, jika kita menghadiri pembayatan, kecuali kita mengambil sumpah-sumpahnya, kita masih belum menerima pembayatan. Kita harus mengambil sumpah-sumpahnya. Sumpah bodhisattwa terdapat dalam semua kelas tantra. Dalam dua kelas lebih tinggi tantra, juga terdapat sumpah tantra. Dan, seperti yang ditekankan Atisha dalam Suluh bagi Jalan menuju Pencerahan, kita perlu memiliki dasar dalam paling tidak beberapa tingkat sumpah pratimoksha untuk pembebasan individu – baik sumpah awam atau biarawan – agar memiliki wadah untuk dapat menerima dan menyimpan sumpah-sumpah bodhisattwa.

Hanya berada di sana saat pembayatan dan tidak mengetahui apa yang terjadi, kita belum mengambil sumpah. Ini adalah kesalahpahaman oleh orang-orang. “Saya berada di sana dan saya tidak tahu apa yang terjadi. Tidak ada terjemahan atau saya tidak memahami penerjemah dan sekarang saya terjebak dengan ini,” Itu bukan yang terjadi. Kecuali kita secara sadar mengambil sumpah, kita belum menerimanya. Sehingga, kita bisa berada di sana, sebagai apa yang digambarkan Yang Mulia Dalai Lama, sebagai seorang “pengamat netral.” Itu baik-baik saja. Orang Barat memanggilnya “pergi untuk pemberkatan.” Itu tidak masalah; tidak ada yang salah dengan itu. Tetapi, jangan merasa bahwa hanya karena kita di sana untuk penyemangatan sebagai pengamat netral bahwa kita telah mengambil sumpah dan tanggung jawab dan sekarang akan melatih tantra.

Sumpah-Sumpah

Untuk mengambil sumpah, seperti yang salah seorang guru saya katakan, “Sangat beruntung bahwa tidak terdapat lebih banyak kumpulan sumpah karena kita akan mengambilnya juga dan tidak menepatinya.” Jika kita mengambil sumpah, kita harus sangat serius untuk mencoba menepatinya dan tidak melihat sumpah itu sebagai hukuman atau batasan. Mereka, sebenarnya, adalah pedoman yang sangat membantu. Ini adalah pembatas atau penahan agar kita tidak melewatinya. Mereka memberikan bentuk tertentu pada perilaku kita. Akan sangat membantu untuk memiliki sejenis pedoman untuk jenis perilaku atau sikap yang paling merugikan kemampuan kita untuk membantu orang lain. 

Misalnya, dengan sumpah bodhisattwa pertama untuk menahan diri dari memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain karena kemelekatan, rasa iri, dan seterusnya, jika kita selalu bertindak seakan “Sayalah yang terbaik dan semua orang lain tidak berguna,” maka orang-orang tidak akan benar-benar mempercayai kita. Orang-orang merasa ada yang salah dan mereka sedang dijualkan sesuatu atau bahwa seorang guru sedang menjual dirinya sebagai seorang guru. Ini tidak membantu. Jika kita berkata buruk tentang seseorang, orang akan berpikir mungkin lain kali kita akan berkata buruk tentang mereka saat mereka tidak ada. Ini menimbulkan kecurigaan dan akan mencegah kita dari membantu mereka. Dalam cara ini, kita perlu memahami sumpah-sumpah ini. 

Sumpah-sumpah tantra tidak mudah untuk dijalankan – misalnya, meditasi pada pandangan benar tentang sunyata enam kali sehari. Jika kita tidak memiliki gagasan tentang pandangan benar, bagaimana kita melakukan itu? Terdapat pertimbangan penting untuk dipertimbangkan ketika menghadiri pembayatan. Apakah kita sudah memeriksa jika kita ingin melakukan latihan ini? Itu adalah inti dari mengambil pembayatan untuk latihan tertentu. Yaitu bahwa kita ingin melakukan latihan itu; jika tidak, mengapa kita di sana? Untuk pemberkatan dan semangat? Itu tidak masalah; tetapi tidak jika kita benar-benar di sana untuk dapat melakukan latihan. Mungkin kita tidak berencana untuk langsung melakukan latihan, tetapi mungkin seorang lama yang sangat tua dan seseorang yang sangat kita hormati dan mereka mungkin tidak akan ada sampai kita siap untuk benar-benar melatihnya. Oleh karena itu, sekarang kita menanam daya untuk dapat melakukannya nanti. Itu tidak apa-apa. Tetapi kita akan harus menjalankan semua sumpah-sumpah hingga saat itu tiba. 

Raga Seorang Buddha

Sangat penting untuk memahami apa yang kita lakukan dengan mengambil pembayatan ini. Tanpa bodhicita, seperti yang saya katakan, membayangkan diri kita sebagai salah satu yidam, sosok-sosok Buddha ini, akan membangun sebab untuk terlahir kembali sebagai hantu dalam wujud sosok Buddha ini. Tetapi dengan bodhicita, kita mempersembahkan kekuatan positif dari latihan kita untuk pencerahan. Sekali lagi, kita kembali pada karma. Daripada dilahirkan kembali dengan raga samsara dan segala batasannya, kita ingin menerima raga seorang yidam. Yidam adalah seorang sosok meditasi, atau yang terkadang disebut seorang dewa. Kenapa? Kesalahpahaman apa yang terjadi karena itu? Bukankan itu cukup aneh? Apakah ini yang ingin kita lakukan, menjadi sosok ini dengan semua lengan dan wajah dan kaki dan seterusnya ini, memegang semua alat yang berbeda ini? Apa itu?

Rupa raga seorang Buddha, dengan kata lain, rupa yang mana seorang Buddha muncul, adalah untuk memenuhi tujuan orang lain. Dharmakaya memenuhi tujuan seorang Buddha’s sendiri untuk memiliki penghentian sejati untuk semua pengaburan, menjadi mahatahu, memiliki cinta yang seimbang untuk semua orang, dan seterusnya. Tujuan seorang Buddha adalah untuk dapat membantu semua orang, namun kita benar-benar membantu orang dengan raga dan wicara. Memiliki rupa dari sosok-sosok yidam atau Buddha ini adalah cara untuk dapat membawa manfaat bagi orang lain. Bagaimana ini akan bermanfaat untuk orang lain? Setiap lengan, setiap wajah, setiap kaki melambangkan kewaskitaan yang berbeda, penyadaran atau pemahaman yang berbeda tentang ajaran dasar. Misalnya, enam lengan adalah enam paramita. Tiga wajah adalah raga, wicara, dan cita. Semuanya melambangkan sesuatu. Sosok-Buddha ini, adalah infografis. Mereka membantu kita memadukan semua ajaran yang berbeda dan mengingatnya di saat bersamaan. Inilah yang ingin kita dapat lakukan sebagai seorang Buddha. Kita berwujud dalam rupa-rupa berbeda ini sebagai cara yang mana orang lain dapat berlatih. Ini sangat penting untuk dipahami. 

Daripada kekuatan positif matang menjadi lingkungan samsara yang baik, kita ingin ia matang menjadi lingkungan sempurna yang cocok untuk latihan. Ini adalah mandala. Sekali lagi, setiap ciri arsitektur melambangkan unsur tertentu dalam jalur Buddha dan membantu orang lain untuk selalu mengingatnya. 

Daripada secara gandrung mengulangi kebiasaan samsara, kita menginginkan kegiatan mencerahkan seorang Buddha yang sungguh membantu dan menyemangati orang lain. Daripada kebahagiaan biasa kita yang datang dari daya positif samsara, kita ingin kesadaran sukacita seorang Buddha yang tidak terkait dengan kebingungan dan tidak memiliki batasan. 

Menjadi sangat penting, jika kita akan melakukan laku tantra dan mengambil pembayatan, untuk memiliki sedikit pemahaman tentang apa itu tantra. Kita perlu memiliki kepercayaan pada cara tantra untuk benar-benar melakukannya. Tidak seharusnya hanya berdasar pada seorang guru memujinya atau propaganda bahwa akan mudah atau cepat dan kita memerlukan sesuatu yang cepat karena kita tidak memiliki banyak waktu. Kita perlu pemahaman dasar tentang apa yang kita akan terlibat dengan.

Ajaran Tujuh Permata Arya

Untuk ini, saya selalu menemukan bahwa ajaran dan sajian tentang tujuh permata arya sangat membantu. Atisha sering menekankan ini dalam Karangan Permata Bodhisattwa

(1) Pertama, terdapat keyakinan, terkadang diterjemahkan sebagai kepercayaan, tetapi itu tidak menyampaikannya dengan penuh. Kita perlu keyakinan dalam ajaran. Jika kita tidak yakin pada cara-cara tantra dan bahwa mereka manjur dan bahwa kita memang dapat mencapai pencerahan, itu tidak akan berhasil. Kita perlu yakin pada apa yang sedang kita capai dan bahwa itu dapat dicapai, dan bahwa kita memang dapat melakukannya.

(2) Kedua adalah tata tertib. Tanpa mengambil sumpah dan memiliki tata tertib untuk menahan diri dari perilaku negatif dan berperilaku positif dan membangun, dan tata tertib untuk benar-benar meditasi dan melakukan semua latihannya, tidak akan ada tantra.

(3) Permata arya selanjutnya adalah kemurahan hati. Kita harus memberikan waktu untuk latihan ini. Juga, kita membayangkan bahwa kita membantu semua orang, sehingga itu membutuhkan kita bermurah hati dengan waktu kita. Itu harus ada di sana. Kita tidak dapat mengharapkan perkerjaan buru-buru. Ini akan memakan banyak waktu dan usaha.

(4) Kita juga perlu mendengarkan. Kita perlu medapatkan pengajaran benar dan memikirkannya agar kita yakin dengan pemahaman kita. Mendengar pada dasarnya berarti belajar; baik itu membaca atau apapun agar kita memiliki semua informasi Dharma dan memikirkannya, memahami dan mencernanya. Kemudian, dengan yakin kita dapat menggabungkannya dengan cara-cara tantra.

(5) Juga terdapat rasa kehormatan-diri susila. Kita tidak melanggar sumpah dan memiliki kehormatan pada diri kita berdasar kodrat Buddha kita untuk tidak bertindak secara gila. Seperti yang ditekankan berulang-ulang, kita merahasiakan latihan-latihan ini, seperti yang sering diterjemahkan. “Rahasia” tidak memberikan rasa yang terlalu benar. Sungguh, makna yang paling membantu adalah menjaga mereka untuk pribadi. Kita tidak mengumbarkan apa yang kita lakukan pada orang lain. Kita tidak memasang gambar sosok Buddha yang mengerikan atau telanjang di ruang tamu kita di mana semua orang yang masuk akan melihatnya kemudian menanyakan itu apa atau mulai meremehkannya atau berpikir bahwa kita melakukan hal yang sangat aneh. Tidak ada yang lebih mematahkan semangat daripada orang lain mengkritik atau menertawakan apa yang kita lakukan. Jagalah tetap pribadi. Bukan urusan orang lain apa yang kita lakukan dengan latihan kita. Anggaplah itu secara serius.

Terdapat bagian dari pembayatan yang menyebutkan bahwa kita perlu menjaga latihan agar tersembunyi dan pribadi dan menggambarkan semua hal buruk yang terjadi jika kita tidak melakukannya. Kita mungkin mengambil hal seperti “kepala kita remuk” secara harafiah; atau, kita dapat juga memahaminya sebagai itu akan menghancurkan keyakinan dan tenaga kita seluruhnya selama latihan kita. Jika kita melakukan cara ini dan semua orang menertawakan dan mengkritik kita, kita tidak menginginkannya. Latihan kita adalah sesuatu yang kita ingin sayangi sebagai sesuatu yang khusus dan berharga yang kita lakukan. Jangan hanya mengumbarkannya dengan sebuah kaos Kalachakra sebagai contoh. 

(6) Permata Arya lainnya adalah peduli bagaimana tindakan kita mencerminkan orang lain, terutama guru dan silsilah kita. Kita berlatih tantra, contohnya, tapi kemudian kita mabuk dan bertengkar dan menyebabkan berbagai macam gangguan buruk. Itu tidak akan pernah berhasil. Yang terutama relevan adalah jika kita tidak berhubungan baik dengan orang tua dan tidak merawat mereka dengan baik. Itu akan mencerminkan ajaran Buddha, dan guru kita, dengan buruk.

Terkadang, saya menanyakan siswa-siswa saya mengapa mereka tidak keluar dan mencuri. Kenapa? Apakah karena mereka takut masuk neraka? Tidak ada yang berpikir begitu. Biasanya, itu hanya karena tidak terasa benar. Mereka hanya tidak akan melakukan hal seperti itu. Kenapa? Karena kita memiliki harga diri yang cukup. Itulah anasir yang dibicarakan dalam permata Arya ini. Kita memiliki cukup harga diri untuk tidak bertindak seperti itu dan kita mempertimbangkan bagaimana itu akan mencermikan guru dan silsilah kita.

(7) Permata Arya terakhir adalah kesadaran pembeda akan sunyata dalam rangka diri yang berlatih, apa yang kita latih, dan latihan itu sendiri. Ketiga ini muncul bergantung satu dengan yang lain. Ini bukan kita seperti ulat lemah di bawah sini dan guru kita sangat menakjubkan di atas sana dan latihan-latihannya sangat istimewa. Hal terpenting hanyalah melakukan latihan tanpa merasa canggung. Ini bukan kita adalah yogi yang begitu hebat melakukan ini atau itu; atau, bahwa kita begitu buruk dan pelaku yang tidak baik dan seterusnya. Jangan membuatnya bersifat ganda, cukup lakukan latihan dengan pemahaman bahwa segala hal akan muncul secara bergantung berdasarkan sebab-musabab, kembali pada ajaran dasar kita tentang karma. Segala hal terjadi sesuai dengan sebab dan akibat dan kemunculan bergantung.

Kesalahan Penekanan-Berlebihan pada Rincian Visualisasi dan Upacara 

Pokok terakhir yang ingin saya bahas adalah berpikir bahwa bagian terpenting dari laku tantra adalah melakukan upacara dan memvisualkan semua rincian dengan benar. Ini dapat menjadi kesalahan, terutama pada permulaan jika, misalnya, kita bertanya tentang semua perhiasan yang dipakai oleh dewa dan bagaimana ia akan terlihat dengan semua rincian kecil dari itu. Kita tidak dapat menjalankan semua itu dalam visualisasi kita awalnya. Mustahil pada awal untuk mendapatkan semua rinciannya. Sebagai akibat mencoba untuk mendapat semua rincian dengan benar dan gagal, kita menjadi patah semangat. Itu tidak membantu sama sekali. Di lain sisi, jika kita hanya melakukan upacara dengan kepala yang kosong, itu hanya seperti seorang anak bermain dokter atau rumah-rumahan. Itu hanya bermain dan tidak akan memiliki banyak dampak juga.

Meskipun kita perlu memiliki gagasan umum tentang apa yang kita lakukan, dan sedikit gagasan umum tentang rinciannya, jangan tergandrung oleh rincian-rincian itu. Mereka bukan hal terpenting. Hal yang paling penting adalah pemahaman kita tentang apa yang kita lakukan. Dalam kelas tertinggi tantra, kita ingin mengalihkan proses kematian, bardo dan kelahiran kembali. Kita perlu memahami bagaimana itu terjadi dan daripada kelahiran berulang yang tak terkendali terjadi, secara sejajar, kita muncul dalam wujud seorang Buddha sungguhan. Ini adalah bagian penting dari latihan. 

Terdapat dua anasir yang terlibat dalam segala bentuk visualisasi. Visualisasi berarti membayangkan – dan jangan berpikir bahwa ini hanyalah visual. Sangat menyesatkan untuk hanya menyebutnya visualisasi, karena kita membayangkan dengan semua indra kita. Pembayangan adalah kekuatan sangat kuat yang kita miliki dan kita memanfaatkannya dalam tantra. Banyak buku petunjuk dan panduan meditasi menyebutkan terdapat dua anasir yang diperlukan untuk visualisasi yang sukses. Anasir pertama adalah kejernihan. Kejernihan berarti benar-benar memiliki sesuatu muncul dalam bayangan kita, meski tidak harus jelas terfokus. Anasir kedua adalah kebanggaan dewa. Kebanggaan dewa berarti, dengan dorongan bodhicita dan pemahaman benar, kita mengambil visualisasi ini sebagai dasar untuk sematan “aku.” Visualisasi diri kita sebagai sosok Buddha ini melambangkan pencerahan yang belum kita capai, tetapi yang dapat kita capai berdasar pada anasir kodrat Buddha yang merupakan bagian dari arus batin kita. Seperti “aku” adalah sematan dari rupa biasa kita, “aku” juga adalah sematan yang sah atas arus batin kita sepanjang jalan ketika kita akan menjadi Buddha. Berdasar pada sematan itu, kebanggaan dewa adalah perasaan bahwa kita adalah sosok-Buddha ini, tetapi dengan pemahaman tentang sunyata dan tidak mengenali “aku” secara kuat dengan sosok ini. Benar-benar menjadi sosok ini hanya dapat muncul secara bergantung pada sebab dan keadaan.

Dalam rangka kebanggaan dewa itu dan pemahaman benar tentang sunyata dan kemunculan bergantung, kita merasa bahwa ini adalah “aku.” Perasaan ini bukan sesuatu yang gila, karena kita paham bahwa benar-benar menjadi Buddha dalam rupa dewa tidak akan terjadi saat ini juga. Mengenai kejernihan dari semua rincian, naskah-naskah mengatakan kebanggaan dewa adalah yang terpenting. Visualisasi bisa cukup kabur, tetapi hal penting adalah merasa bahwa “Saya adalah ini,” dan ini adalah sesuatu yang dapat kita capai. Seiring peningkatan samadi kita, akan semakin jelas rincian dari visualisasi. Ketahui rinciannya, tetapi jangan tergantrung untuk mendapatkan, misalnya, semua perhiasan dengan benar, dan mengingat semua hal yang dipegang dalam lengan. Itu dapat membuatmu gila.

Nasihat untuk Saat Kematian

Sangat menarik ketika kita memikirkan kematian kita dalam rangka latihan apa yang dilakukan ketika saatnya tiba. Kita meniru dalam tantra apa yang akan terjadi saat kita mati. Kita ingin bisa mati dengan menopang keadaan cita cahaya jernih dengan pemahaman penuh tentang sunyata dan muncul dalam rupa seorang dewa. Itu akan sangat luar biasa, tetapi seperti Yang Mulia Dalai Lama katakan, kecuali kita sangat terlatih untuk dapat melakukan itu, itu hanya akan menakuti kita ketika kita sedang mati jika kita mencoba membayangkan namun tidak dapat mengingat semua rincian dan apa yang kita pegang di tangan ini atau itu. Tertekan seperti itu, kita akan menghancurkan seluruh kesempatan untuk dapat mati dengan keadaan cita yang tenang dan jernih, karena kita mengkhawatirkan semua rincian tentang apa yang kita pegang di tangan dalam visualisasi. Yang Mulia menyarankan akan jauh lebih baik untuk berfokus dengan bodhicita, cinta dan welas asih saat kita sedang mati. “Semoga saya dapat lanjut memiliki kelahiran kembali yang berharga sebagai manusia agar saya dapat lanjut mengusahakan pencerahan dan bermanfaat untuk orang lain.” Juga, pikirkan tentang guru kita dan matilah seperti itu, kecuali kita sangat terlatih dalam laku tantra kita. Jika sangat terlatih, itu tidak masalah; tapi, kebanyakan dari kita tidak. 

Ini adalah nasihat yang sangat membantu dan cocok dengan nasihat untuk tidak berpikir bahwa hal terpenting dalam tantra adalah mendapat semua rincian dengan benar.

Tiga Asas Sang Jalan

Penyerahan

Untuk laku tantra yang sukses, Tsongkhapa menekankan bahwa kita memerlukan tiga jalur utama penyerahan, bodhicitta, dan pemahaman benar tentang sunyata. Mengapa kita memerlukan penyerahan? Penyerahan berarti tekad untuk terbebas dari sesuatu. Istilah Tibetnya secara harafiah berarti kita bertekad kuat untuk melakukan sesuatu. Kita menjadi yakin akan itu. Apa yang kita tekadkan untuk terbebas dari? Kita bertekad untuk melenyapkan dan terbebas dari samsara dan semua batasan kita. Lebih tepatnya, cita mencitrakan segala jenis sampah atau sifat ganda atau apapun pada semua hal dan kita percaya itu sesuai dengan kenyataan. Itulah yang kita lepaskan dalam tantra. Yaitu penciptaan-rupa biasa dari cita dan kepercayaan bahwa itu sesuai dengan kenyataan. Kita percaya bahwa kita dan semua orang memiliki keberadaan yang mandiri, keadaan yang mapan oleh sesuatu dengan sendirinya, mandiri dalam lingkungnya. 

Contoh paling mudah dan jelas dari keberadaan yang tampaknya swabina/mandiri adalah sebuah website. Ketika sebuah halaman website muncul pada layar telepon kita, ia terlihat seakan ia muncul hanya dengan kekuatannya sendiri. Ia seperti muncul secara mendadak dan sepertinya lengkap dengan sendirinya. Di situ dia, wham, swabina/mandiri dengan sendirinya. Ia tidak terlihat seakan bergantung pada puluhan ribu jam pekerjaan oleh seratus atau lebih orang untuk membuat benda ini. Ia tidak terlihat seakan memerlukan uang dan waktu yang banyak untuk menciptakannya. Ia tidak terlihat seperti itu sama sekali, bukan? Mengapa tidak? Bagaimana ia terlihat bagi kita datang dari cita kita; dan cita kita terbatas. Dia membuatnya terlihat seperti itu, seakan ia mandiri.

Kenyataannya adalah kemunculan bergantung. Halaman website itu muncul pada telepon kita bergantung pada semua sebab dan keadaannya beserta pada bagian dalam telepon itu. Sangat luar biasa seberapa banyak ia bergantung. Ini juga adalah contoh ajaran tentang karma. Hal tidak muncul dari hanya satu sebab, tetapi dari gabungan banyak sebab. Buddha mengatakannya dengan baik: satu ember air tidak dipenuhi hanya oleh tetesan pertama atau terakhir. Ia dipenuhi dengan kumpulan dari semua tetesan. Apapun yang terjadi muncul secara bergantung pada sebab dan keadaan yang tak terhitung. Tidak ada yang swabina/mandiri sendiri dengan kekuatannya sendiri. 

Kita ingin meninggalkan penampakan palsu dan menyesatkan dari keberadaan swabina/mandiri dan juga cita kita menciptakan penampakan-penampakan itu. Yang Mulia Dalai Lama selalu sangat tertarik pada fisika kuantum dan banyak berdiskusi dengan ilmuwan. Dengan fisika kuantum, meskipun tidak seluruhnya sejalan, terdapat kemiripan pada teori kehampaan. Misalnya, kita memiliki bidang kuantum, berarti terdapat semua kemungkinan bersamaan ini. Hanya dengan interaksi dengan pengamat yang kemudian bidang itu runtuh menjadi sebuah partikel atau gelombang, atau menjadi partikel di sana-sini. 

Dalam fisika kuantum, bidang kuantum hanya dapat runtuh sekali; tetapi, di sini kita memiliki bidang kuantum kemunculan bergantung. Inilah yang dilihat oleh seorang Buddha, bidang kuantum ini yang berisi semuanya yang saling berhubungan dengan semuanya: semua sebab dan keadaan masa lalu, sekarang, dan masa depan, semua makhluk, dan seterusnya. Seorang Buddha melihat seluruh bidang kemunculan bergantung secara bersamaan. Ini adalah cita mahatahu seorang Buddha. Cita terbatas kita meruntuhkannya hanya pada satu hal, bergantung pada pencitraan dan perangkat keras kita. Tetapi penampakan apa yang cita kita runtuhkan adalah penampakan yang hanya kita lihat, dan tampak bagi kita sebagai swabina/mandiri. Ditambah, apa yang kita lihat melalui perangkat keras mata manusia kita, dan apa yang dilihat seekor lalat melalui mata serangga multi-prismanya, sangatlah berbeda. Apa itu kenyataan? Bagaimana kita meruntuhkan bidang ini bergantung pada melalui apa kita melihatnya. Ini hal yang sama dengan kerangka citra kita dan seterusnya. Cita terbatas kita meruntuhkan bidang ini menjadi sebuah penampakan yang tampaknya swabina/mandiri dengan banyak pencitraan di dalamnya seperti “Saya tidak berguna” atau “Ini mengerikan,” dan kemudian kita mengeluh.

Kita meninggalkan itu semua dan sebaliknya kita ingin meruntuhkan bidang itu menjadi mandala dan sosok Buddha, yidam dan semua dewa-dewi. Ini karena sangat berguna bagi orang lain untuk dapat berlatih dengannya. Sebagai seorang Buddha, kita ingin muncul dalam raga sosok Buddha dan mandala dan mempersembahkannya pada orang lain untuk dimanfaatkan pada sang jalan, karena semua lengan dan kaki yang berbeda ini melambangkan unsur-unsur yang berbeda dari sang jalan. Ini membantu mereka untuk memadukan semua unsur sang jalan secara bersamaan. 

Setelah kita meruntuhkan bidang kuantum ini menjadi hanya satu penampakan, jika kita menganggap penampakan itu sebagai sesuatu yang swabina/mandiri, ini tidaklah benar, baik kita meruntuhkannya menjadi penampakan biasa kita ataupun penampakan dari seorang sosok-Buddha. Itulah mengapa pemahaman tentang sunyata sangatlah penting, untuk merobohkan anggapan semua penampakan sebagai kenyataan yang swabina/mandiri dan nyata. Meskipun begitu, kita masih ingin meninggalkan pembuatan-penampakan biasa cita kita dan menggunakan kemampuannya untuk membuat penampakan meruntuhkan bidang kuantum menjadi tanah suci murni dan berbagai visualisasi yang kita lakukan. Penyerahan serta pemahaman benar tentang sunyata diperlukan di sini.

Bodhicita

Apa yang kita visualisasikan dan bayangkan adalah apa yang ingin kita capai karena itu melambangkan pencerahan kita yang masih belum terjadi. Dengan bodhicita, kita ingin mencapai pencerahan yang-masih-belum-terjadi ini dan kita bertujuan untuk mencapainya demi kemanfaatan orang lain. Dengan berpraktik sekarang, kita sedang berlatih. Melakukan ini membangun daya yang lebih kuat untuk mencapainya secara lebih berdaya guna daripada latihan sutra saja.

Pemahaman Benar tentang Sunyata

Pemahaman yang benar tentang sunyata adalah bahwa pencerahan yang-masih-belum-terjadi dengan sosok-Buddha dan mandala ini tidak sudah ada, hanya berada di dalam kita dan menunggu untuk keluar ketika kita membangun kekuatan positif dan kesadaran mendalam yang cukup. Membayangkan pencerahan kita ada seperti itu adalah kesalahan-kaprah besar. Kodrat Buddha tidak hanya duduk di dalam kepala kita menunggu untuk keluar. Pencerahan tidak sudah ada di sana, kita hanya tidak menyadari kita sudah tercerahkan. Itu bukanlah pemahaman benar tentang kodrat Buddha. Terdapat perbedaan antara apa yang terjadi sekarang dan apa yang belum terjadi, namun dapat terjadi. Pencerahan bukanlah sesuatu yang mustahil atau yang tidak nyata. 

Misalnya, kita dapat berpikir tentang esok hari, bukan? Esok hari tidak akan terjadi hari ini tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada esok hari dan bahwa itu tidak nyata. Terdapat perbedaan besar antara sesuatu yang tidak ada dan sesuatu yang tidak terjadi sekarang. Pencerahan masa depan kita tidak terjadi saat ini; tetapi, itu bukanlah sesuatu yang sama sekali tidak ada. Pencerahan bukan mendadak datang dan tidak hanya duduk di dalam kepala kita menunggu untuk keluar. Ia tidak akan muncul dari ketiadaan; ia tidak ada secara ganda dengan terpisah dari cita kita dan arus batin kita dan semua daya kita. Bukan halnya kita ada di sini dan pencerahan di sana dan kita tidak mungkin mencapainya. 

Penting untuk memahami kemunculan bergantung. Hal-hal muncul secara bergantung pada banyak sebab dan keadaan dan itu adalah satu-satunya cara pencerahan kita dapat terjadi. Ini adalah satu-satunya cara kita dapat memiliki laku tantra yang berarti. Kita perlu memahami apa yang terjadi dan bahwa kita akan harus bekerja keras dan mempersiapkan diri untuknya. Laku tantra bukanlah sesuatu yang mana kita mengawali laku ajaran Buddha kita. Ini bukan untuk pemula. Ini adalah jenis latihan yang cukup tinggi. 

Mengalihkan Hidup Kita

Jika kita sudah terlibat dalam tantra dan kita merasa bahwa kita masih belum siap atau bahwa ini pradini, kita perlu lebih berusaha dalam ajaran-ajaran dasar. Kita tidak seharusnya memikirkan ajaran sutra dasar tentang empat pemikiran adalah barang untuk anak kecil. Ajaran-ajaran dasar adalah yang benar-benar mengalihkan hidup kita dan seluruh tujuannya adalah untuk menerapkannya dalam kehidupan kita. Ini bukan hanya melatihnya di atas bantal meditasi kita. Latihan sebenarnya adalah kehidupan. Dalam keadaan sulit kita perlu melatih kesabaran dan kelapangan dada dan pemahaman. Kita perlu memahami, ketika seseorang bertindak dalam cara yang sangat buruk, bahwa ini muncul dari sebab dan keadaan. Kita tidak bertanggung jawab untuk semua yang terjadi dalam semesta atau bahwa kita mengendalikan segalanya. Itu seluruhnya adalah mitos, bukan? Kita tidak dapat mengendalikan segalanya tapi kita dapat menyumbang. Namun, segala hal muncul secara bergantung pada banyak sebab dan keadaan. 

Pertanyaan-Pertanyaan

Inilah yang ingin saya sajikan tentang tantra dan ngondro, sedikit penjelasan tentang kesalahpahaman dasar dan hanya sedikit nasihat tentang bagaimana membuat latihan kita berarti dan berdaya guna. Jika terdapat pokok lain yang anda ingin saya bicarakan, mungkin daerah kesalahpahaman lain tentang guru kerohanian, apapun, silahkan bertanya. 

Bahasa Latihan dan Memasukkan Makna dalam Laku Kita

Saya punya pertanyaan tentang bahasa. Dalam ajaran Buddha Tibet apakah penting untuk melakukan laku dalam bahasa Tibet atau bisa dalam bahasa ibu kita? Beberapa orang menekankan pentingnya menggunakan bahasa sendiri agar menjadi lebih bermakna dan datang dari hati kita dan yang lain menyarankan bahwa bahasa Tibet atau asli memiliki kualitas kerohanian dan tidak patut diremehkan. Bisakah anda menceritakan pemikiran anda tentang ini?

Dalam rangka bahasa laku, pertama-tama, orang Tibet tidak melakukan laku mereka dalam bahasa Sansekerta. Mereka melakukannya dalam bahasa Tibet; jadi, orang Tibet sudah menerjemahkan semuanya. Beberapa mantra mereka simpan dalam Sansekerta, tetapi di samping mantra dan beberapa nama bunga dan sejenisnya, semuanya diterjemahkan dalam bahasa Tibet. Seorang lama besar yang menekankan semua latihan dalam bahasa Tibet adalah Kalu Rinpoche yang lalu. Beliau bersikeras bahwa semua orang melakukan laku mereka dalam bahasa Tibet sebab beliau memiliki banyak pusat Dharma di berbagai negara dan beliau merasa bahwa jika semua orang melakukannya dalam bahasa yang sama, bahasa Tibet, maka orang-orang dapat berlatih bersama dari semua negara yang berbeda ini. Bukan halnya bahasa Tibet adalah sesuatu yang sakti. Mendaras dalam bahasa Tibet ditekankan pada tingkat yang sangat praktis untuk membangun sebuah komunitas.

Namun, Yang Mulia Dalai Lama mengatakan yang terbaik adalah untuk memahami apa yang kita lakukan. Kita dapat memahaminya paling baik dalam bahasa kita sendiri; tetapi, bahasa itu semestinya juga puitis dan berirama, yang tidak begitu mudah dalam banyak bahasa. Ia perlu mengalir dengan mudah ketika kita mendaras sesuatu sebagai laku pendarasan. Jika kita membaca sebuah naskah, bahasanya perlu cukup jelas agar kita memahami artinya. 

Dzongsar Khyenste Rinpoche menjelaskannya dengan sangat baik ketika berbicara di Jerman belakangan ini. Beliau mengatakan bahwa jika orang Tibet harus melakukan semua laku mereka dalam bahasa Jerman, tertulis secara fonetis dalam huruf Tibet, beliau ragu akan ada orang Tibet yang melakukan laku apapun. Sangat membantu untuk melihatnya dari sudut pandang berbeda tentang betapa anehnya untuk bersikeras bahwa kita mendaras hal dalam bahasa yang tidak kita ketahui. Terdapat pro dan kontra dari masing-masing sudut pandang tentang apakah kita semua melakukannya dalam bahasa Tibet asli atau kita melakukannya dalam bahasa individu kita sendiri.

Pengalaman pribadi saya seiring saya mempelajari dan memahami bahasa Tibet adalah pada tahun-tahun pertama laku Dharma saya, saya melakukan semuanya dalam bahasa Tibet. Tetapi, kemudian, karena waktu sangat singkat, dan saya melakukannya dengan sangat cepat dalam kepala saya, latihan saya berubah menjadi sebuah tindakan hamper hanya membalikkan halaman daripada benar-benar melakukan sesuatu atau menambahkan makna apapun dalam apa yang saya baca dengan cepat dalam bahasa Tibet. Oleh karena itu, setelah beberapa saat, saya bertukar pada bahasa Inggris karena itu lebih bermakna untuk saya. Tetapi, tidak peduli dalam bahasa apapun kita melakukan laku kita, mereka dapat dengan mudah menjadi laku membalikkan halaman dan membaca cepat.

Jika masalah utama kita bukan melamun – dan itu adalah tantangan terbesar – tetapi jika itu bukan yang paling menantang bagi kita, masalah selanjutnya adalah memberikan makna dalam apa yang kita ucapkan atau baca. Itu sangat sulit untuk benar-benar dilakukan dan melakukannya dengan cepat. Serkong Rinpoche dulu selalu mengatakan bahwa kita seharusnya dapat melewati seluruh tingkat bertahap dari sang jalan dalam waktu yang diperlukan untuk meletakkan satu kaki pada pemijak kaki pelana dan meletakkan kaki yang lain di atas kuda. Beliau akan mengatakan bahwa kematian tidak akan menunggu kita untuk menyiapkan posisi kita dan melewati semuanya dengan baik dan pelan. Saat kematian datang, kita perlu dapat menyiapkan semuanya dengan segara.

Inilah yang kita bertujuan untuk dapat melakukan, tidak hanya pada kematian tetapi juga dalam hidup. Jika terdapat sebuah keadaan yang terjadi, seseorang mulai berteriak pada kita atau sejenisnya, kita tidak dapat mengatakan, “tunggu sebentar,” selagi kita duduk dalam posisi yang benar, menghitung nafas kita untuk menenangkan diri, kemudian melalui seluruh alur penalaran tentang orang tersebut adalah ibu kita dalam kehidupan lalu dan semua itu, dan akhirnya, kita berdiri dan memiliki kesabaran dan mengharapkan hal baik untuk dia. Kita tidak mempunyai waktu untuk itu. Kesabaran kita harus seketika.

Kita perlu memberikan makna pada apa yang benar-benar kita lakukan. Jika kita melakukan tantra, banyak dari lakunya meliputi laku pendarasan. Pendarasan ini seperti naskah sebuah opera. Kita melalui empat sikap yang tak terukur dan perlindungan. Semua ngondro terdapat pada bagian awal dari semua sadhana. Dalam bentuk sadhana yang lebih panjang semuanya termasuk di dalam. Selalu terdapat Vajrasattva, guru yoga dan persembahan mandala. Laku sebenarnya adalah untuk dapat benar-benar membangkitkan keadaan cita untuk masing-masing dari ini dan bukan mengebut dan hanya membalikkan halaman. Tidak peduli apakah kita melakukan laku pendarasan dalam bahasa Tibet atau dalam bahasa kita sendiri, sangat memungkinkan untuk melakukannya tanpa makna dalam masing-masing kasus. Hanya karena menggunakan bahasa kita tidak menjamin kita akan memberikan makna padanya. Itulah pekerjaan sebenarnya dan susah untuk benar-benar merasakan sesuatu, untuk benar-benar merasakan cinta, misalnya, dan kemudian lanjut ke bagian selanjutnya dari naskah pendarasan. Apakah kita benar-benar merasakan cinta? 

Tanggung Jawab Bersama dan Karma

Pertanyaan saya adalah tentang karma kelompok atau bersama akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi secara global dan lokal. Bagaimana cara kerja karma bersama ajaran Buddhis? Bukankah kita bagaimanapun terhubung sebagai umat Buddha pada apa yang terjadi di Burma, misalnya, dalam beberapa cara? Hingga saya dihadapi oleh seseorang belakangan ini, tidak pernah terpikir bagi saya bahwa orang lain akan mengira saya seperti umat Buddha fanatik di Burma juga, menganiaya minoritas.

Pertanyaannya tentang karma bersama dan tanggung jawab kita dalam rangka itu. Pertama-tama, terdapat mitos bahwa semua umat Buddha adalah orang baik. Kita tidak dapat mengatakan itu dengan kelompok orang apapun, bahwa semua orang seperti ini atau seperti itu. Kita semua adalah individu. Kita dapat memiliki analisis data tertentu terhadap persentase yang baik dan kapan mereka baik, tetapi ini tidak membantu.

Dalam rangka tanggung jawab individu, jika kita melihat dalam sastra abhidharma pada daftar anasir-anasir batin yang selalu hadir dalam setiap tindakan membangun sebagai dasar dari etika ajaran Buddha, mereka memasukkan rasa harga diri moral dan kepedulian atas bagaimana tindakan kita mencerminkan kelompok besar kita, baik itu orang tua kita atau ajaran Buddha. Setiap tindakan kita mencerminkan orang lain, seperti tindakan mereka mencerminkan kita sebagai umat Buddha. Dalam segi itu, kita tidak bertanggung jawab untuk perilaku mereka; tetapi perilaku mereka mencerminkan ajaran Buddha dan kita mengikuti ajaran Buddha dan ini pastinya sangat merugikan.

Tetapi, hanya karena seseorang mengatakan bahwa ia adalah umat Buddha atau Kristen bukan berarti ia mengikuti ajaran Yesus atau Sang Buddha. Juga merupakan mitos bahwa semua biksu telah tercerahkan dan semua orang Tibet adalah Buddha. Orang adalah orang dan semua orang memiliki sampah samsara tersendiri untuk diatasi. 

Dalam rangka karma bersama, apakah kita bertanggung jawab untuk perilaku mereka di Myanmar? Tidak, kita tidak bertanggung jawab untuk itu. Apakah orang-orang akan mengatakan bahwa ini mencerminkan ajaran Buddha dan oleh sebab itu mencerminkan “saya?” Iya; tetapi kita tidak dapat benar-benar membela perilaku mereka, tetapi kita dapat menjelaskan bahwa agama bukanlah anasir satu-satunya. Juga terdapat kelompok suku berbeda yang terlibat dan terdapat sejarah konflik antara orang Bengal dan Burma. Terdapat banyak anasir sejarah dan ini tidak sesederhana itu. Tetapi kita tidak mengampuni apa yang terjadi dan jangan mengatakan bahwa itu baik atau membenarkannya. Tetapi kita perlu menjelaskan pada orang lain untuk tidak berpikir bahwa perilaku ini benar-benar mengikuti ajaran Sang Buddha.

Kita perlu menjelaskan bahwa ini hanyalah orang yang biasa dan bingung yang melakukan penganiayaan. Seperti yang dikatakan Yang Mulia mengenai Islam, hanya karena terdapat beberapa orang “nakal”, seperti yang beliau katakan, terdapat orang-orang “nakal” dalam setiap kelompok agama. Mengatakan bahwa semua orang adalah teroris hanya karena sekelompok kecil orang yang tidak benar-benar mewakili ajaran agama adalah sebuah kesalahan. Ini membantu kita untuk tidak mencitrakan itu pada orang-orang agama lain ketika mereka memiliki kelakuan buruk dalam komunitas mereka. Kita bisa hanya menjelaskan pada orang lain bahwa ya, ini mengerikan dan bahwa kita setuju dan umat Buddha menyalahkan itu. Kita dapat mengatakan bahwa itu adalah keadaan yang sangat rumit dan bukan hanya kebaikan melawan kejahatan. Apa lagi yang dapat kita lakukan?

Saya pikir pertanyaan Anda lebih berurusan dengan tanggungg jawab bersama daripada karma. Karma bersama adalah pokok lain. Mengapa kelompok orang tertentu yang cedera dalam bencana alam? Itu adalah hal lain.

Memberi Contoh dan Mengajarkan Anak-Anak Nilai-Nilai Universal 

Sebagai umat Buddha, bukankah sudah waktunya untuk lebih banyak berbicara tentang kepercayaan umat Buddha yang nyata dalam welas asih dan kedamaian karena dunia perlu mengetahui ini?

Dalam rangka isu-isu bersama ini, perlukah kita berpikir pada tingkat yang lebih global dan universal? Saya pikir ini bukan masalah karma bersama daripada masalah kemunculan bergantung. Kita tidak hanya ada sebagai individu sendiri. Apa yang terjadi pada dunia muncul secara bergantung pada apa yang dilakukan setiap orang dan interaksi antar orang. Kita dapat menyumbang pada itu, tetapi kita perlu menyadari bahwa terdapat sangat banyak anasir lain yang terlibat.

Jika ada yang disebut umat Buddha bertindak dalam cara yang sangat non-Buddhis, seperti di Burma, kita dapat mencoba memberikan contoh dari apa yang merupakan cara Buddhis yang benar. Tetapi kita hanya satu individu dan ketika kita berbicara tentang pandangan besar bersama, ini benar-benar sebuah sematan, untuk menggunakan istilah teknis, pada banyak individu. Kita dapat memandang dan melihat trennya, hampir sebagai analisis data, dari x jumlah orang yang baik, x jumlah orang yang tidak baik, dan sebagai sematan, kita dapat mengatakan terdapat sekelompok orang baik dan sekelompok orang tidak baik. Terdapat tren dan statistic ini yang memiliki keabsahan. Tetapi, statistik terbentuk oleh setiap orang individu yang berperilaku dalam cara tertentu.

Saya pikir hal terpenting adalah menetapkan contoh dari yang dimaksud dengan benar-benar memasukkan ajaran Buddhis dalam praktik. Buddha mengajar dalam dua cara, terdapat ajaran kitab suci yang berdasar pada apa yang benar-benar beliau katakana dan ajarkan, kemudian terdapat ajaran yang dijelaskan oleh contohnya berdasarkan pada penyadarannya. Kita juga dapat mengajar dalam kedua cara, baik secara wicara dan dalam rangka contoh yang kita berikan. Ini hanya dapat dilakukan secara individu. Kita dapat mengilhami orang lain, dan kita dapat melihat tren yang lebih besar sebagai sematan untuk itu, jika lebih dari satu orang mengilhami orang lain dengan contoh mereka. Dalam arti itu, kita mencoba mempengaruhi dan membuat semuanya lebih baik.

Kita harus makul. Yang Mulia Dalia Lama sangatlah bijaksana dalam pendekatannya. Sangat sulit untuk mengubah kebiasaan dan pola orang dewasa pada titik ini dalam kehidupan mereka dalam rangka cara mereka mengatasi masalah dunia hanya dengan penyerangan dan kekerasan dan kepentingan sendiri. Yang perlu kita lakukan adalah mengubah sistem pendidikan agar daripada hanya mengajarkan nilai-nilai duniawi, kita juga menambahkan diatasnya apa yang beliau sebut “nilai-nilai universal” atau “nilai-nilai dasar manusia.” Ini adalah yang disebut “etika duniawi” dasar yang diterima secara umum oleh semua agama dan bahkan mereka yang tidak menerima agama apapun. Ini termasuk kebaikan dasar, kesabaran, rasa memaafkan, menyayangi dan menjaga orang lain – hal-hal dasar seperti itu. 

Kita dapat mulai mengajarkan nilai-nilai ini pada anak-anak yang sangat muda. Terdapat program-program yang dikembangkan, seperti satu universitas di Amerika dan satu di India, untuk sebuah kurikulum untuk membawa ini ke dalam sistem pendidikan. Ini dilakukan dengan latihan-latihan yang sangat sederhana. Saya sudah melihat bahan yang sedang mereka kerjakan dan itu menakjubkan. Misalnya, mereka memiliki sebuah latihan untuk anak TK di mana anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan guru berdiri di tengah. Guru mengatakan, “Semua orang yang menyukai ketika seseorang baik padamu, datang berdiri di tengah lingkaran.” Semua anak-anak pergi ke tengah lingkaran. Kemudian mereka kembali. Kemudian guru mengatakan, “Semua orang yang menyukai ketika seseorang jahat padamu, datang berdiri di tengah lingkaran.” Tidak ada yang datang ke tengah.

Dengan cara ini, anak-anak diajari nilai dari kebaikan dan, sederhananya, bahwa bersikap baik jauh lebih baik dibandingkan bersikap hahat pada seseorang. Terdapat perbedaan. Seperti itu, kita dapat secara bertahap memperkenalkan gagasan-gagasan ini dalam lingkung non-religius dalam sistem pendidikan. Proyek-proyek percobaan sejauh ini sangatlah sukses. Jika kita berbicara tentang mengubah semuanya secara bersama, kita harus mulai pada tingkat di mana ia akan benar-benar berdaya guna. Kita perlu bersabar karena ini membutuhkan waktu. Ini benar-benar adalah tentang generasi masa depan, anak-anak kecil ini. 

Dengan program-program seperti ini, akan terdapat harapan untuk masa depan; itu jika kita dapat membuat orang-orang muda ini mengangkat kepala mereka dari telepon mereka dan benar-benar terlibat dengan orang lain. Itu akan menjadi tantangan besar. Ketika kacamata kenyataan maya mengambil alih, maka akan sangat susah bagi orang-orang yang menggunakannya untuk terlibat dengan dunia nyata. Saya percaya kuat bahwa merupakan kewajiban kita sebagai orang-orang yang memiliki kepercayaan dalam ajaran Buddhis untuk mencoba menjelajahi cara-cara yang dapat membantu orang-orang di masa depan. Kita sudah dapat melihat apa yang akan menjadi masalah dengan generasi muda. Kita perlu berpikir ke depan tentang bagaimana kita bisa membantu generasi-generasi masa depan menghindari bahaya ketika kebanyakan orang akan digantikan oleh robot dan kecerdasan buatan. Bagaimanakah mereka akan mengatasi kehidupan mereka dan membuatnya bermakna? 

Kita perlu memikirkan ini sekarang. Tanggung jawab bersama kita adalah kepada generasi-generasi masa depan dan anak-anak muda sekarang, yang, pada usia satu setengah tahun, sudah bekerja dengan monitor tablet. Akan seperti apa mereka saat mereka dewasa? Ini adalah tantangan sebenarnya jika kita akan menjadi Buddhis bertanggung jawab untuk membantu sesama.

Nasihat Terakhir tentang Membangun Jalur Saraf Baru yang Bermanfaat

Sebagai rangkuman dari apa yang sudah kita bahas, ketika kita membicarakan meditasi, ini berarti membangun kebiasaan baik, jalur saraf yang lebih baik. Itulah yang kita lakukan. Tentu saja, kita perlu berdiam untuk memulai; tapi, hanya berdiam pastinya hanyalah permulaan. Itu adalah persiapannya dan usaha sesungguhnya adalah membangkitakn keadaan cita yang positif. 

Jika kita akan terlibat dengan laku tantra yang sangat berdaya guna dan mengagumkan ini, misalnya, kita perlu mempersiapkan dengan benar. Kita perlu berpikir dalam rangka segalanya akan muncul secara bergantung pada sebab dan keadaan. Jika kita ingin mencapai hasil, kita perlu membangun sebabnya. Kemudian semuanya akan mengikuti dari sebab dan akibat. Semua bagian berbeda yang ingin kita padukan dalam praktik laku kita pertama perlu diusahakan secara individu. Kemudian, secara bertahap kita mencoba untuk menyatukan mereka semua. 

Meskipun kita hanya berpikir dalam rangka welas asih dan kebijaksanaan, kita memerlukan keduanya. Tetapi pertama kita perlu melatih welas asih kemudian kebijaksanaan atau dalam urutan sebaliknya. Kemudian, kita belajar untuk menggabungkannya. Hal yang harus benar-benar dimasukkan dalam hati adalah latihan Dharma adalah pekerjaan serius. Seperti yang dikatakan salah seorang guru saya, “Jika kamu mempraktikkan cara khayalan, kamu mendapatkan hasil khayalan. Jika kamu mempraktikkan cara makul, kamu mendapatkan hasil makul.” Kita perlu melakukan laku Dharma kita dengan cara yang makul. Jika kita ingin mencapai sebuah tujuan, kita perlu melakukan ini, ini, ini, dan ini secara teratur, dengan makna dan hati kita di dalamnya. Semakin kita membiasakan diri berlatih seperti itu, semakin latku kita akan masuk ke hati.

Orang lain menanyakan tentang perbedaan antara pemahaman intelektual dan kecerdasan “firasat” atau emosional. Ini berhubungan dengan seberapa yakin kita terhadap sesuatu. Dengan pemahaman intelektual, kita mengetahui sesuatu dan bahkan bisa diyakinkan itu benar dan bermanfaat. Tapi, ini bukan hanya diyakinkan. Kita perlu menjadi begitu terbiasa dengan sesuatu hingga kita benar-benar merasakannya. Itulah caranya kita sampai pada “firasat” cinta atau welas asih, misalnya. Kita sangat terbiasa dengannya. Ini bukan hanya berpikir “Saya semestinya mencintai semua orang, mereka sudah sangat baik pada saya.” Kita bisa mengetahui itu, tetapi masih merasa jengkel. Kita bahkan bisa diyakinkan bahwa mengembangkan welas asih itu membangun. Kita bisa setuju bahwa seluruh dunia bergantung pada usaha orang lain dan mereka sangatlah baik. Mereka melakukan pekerjaannya dan kita tidak perlu melakukannya. Tapi, jika kita meditasi, benar-benar membudayakan ini lagi dan lagi, ini membangun jalur saraf yang positif dan kita merasakannya.

Itulah yang harus kita lakukan dengan dengan kekenyalan saraf. Kita perlu mengubah cara cita kita terhubung. Satu-satunya cara kita dapat melakukan itu adalah melalui sebab dan akibat. Hal pertama adalah untuk memahami dan menjadi yakin bahwa ajaran-ajaran Dharma benar. Kemudian, kita memiliki kepercayaan dan bisa mulai mencernanya. 

Saya perlu menyinggung, karena ini datang dari salah satu pengajaran Asanga, bahwa untuk membangun kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini, kita mungkin perlu mengingatkan diri kita dengan kata-kata. Ketika kita sedang berusaha berpusat pada sesuatu, terdapat sebuah salah-kaprah bahwa kita harus mendiamkan cita kita seluruhnya dan mencapai samadi sempurna. Terdapat penekanan berlebih pada samadi yang seluruhnya tanpa pemikiran wicara. Naskah itu mengatakan mengingatkan diri kita dengan kata-kata tentang keadaan cita yang ingin kita bangkitkan bukanlah sebuah gangguan. Gangguan, atau melamun, adalah berpikir tentang sesuatu yang sama sekali berbeda. Untuk tetap berfokus, terkadang kita perlu mengingatkan diri kita dengan kata kunci seperti “welas asih” atau “cinta” untuk membantu kita tetap fokus. Jika tidak, kita mungkin duduk di sana dan bengong dan itu bukan tujuannya. Saat kita mulai bengong dan tidak ada yang sedang terjadi, kita perlu mengingatkan diri kita. Ini tidak harus rangkaian kata-kata yang panjang, tapi hanya kata kunci.

Ambilah sejenak untuk membiarkan itu masuk ke hati.

Memandang Laku sebagai Olahraga Batin

Saya pikir bahwa sangat membantu untuk memandang laku tantra, terutama laku pendarasan sadhana, sebagai sebuah olahraga batin. Banyak dari kita melakukan olahraga fisik yang mana kita melakukan berbagai latihan dan mengulanginya terus-menerus agar kita menjadi lebih kuat secara fisik. Laku tantra kita adalah latihan batin dan memang adalah olahraga jika kita melakukan laku sadhana dengan benar. Kita mendapatkan ilham dari para guru, keempat sifat yang tidak terukur, perlindungan, bodhicita, Vajrasattva, guru yoga, dan satu demi satu. Ini memang sebuah olahraga. Kita bisa hanya blah, blah, blah dan membalikkan halaman atau kita dapat benar-benar menggunakannya sebagai olahraga batin untuk mencoba membangkitkan keadaan-keadaan cita ini satu demi satu. Tetapi, kita harus siap dan ini berarti kita telah mengerjakan masing-masing sebelumnya sehingga tidak memerlukan waktu yang sangat lama untuk membangkitkan setiap bagian. Kita harus sudah akrab dengannya; lalu, sebagai sebuah olahraga kita melalui ini semua. Sangat luar biasa jika kita bisa melakukannya. Seperti olahraga fisik dapat membuat kita lebih kuat, pada tingkat batin dan emosional, wawasan-wawasan dan kesadaran-kesadaran ini membuat kita lebih kuat.

Jika kita melihat laku kita seperti itu, maka ketika kita membuat ikatan untuk melakukan pendarasan tantra dan laku visualisasi tertentu setiap hari untuk seumur hidup kita, kita tidak akan memikirkannya sebagai sesuatu yang membosankan. Akan sangat menantang jika kita melihatnya seperti itu. Panduan laku sadhana kita adalah panduan olahraga kita dan akan memerlukan lebih dari satu kehidupan untuk menguasainya. Tetapi kemudian kita menghargai seberapa bagusnya untuk memiliki jenis-jenis laku ini dan kita sangat menghormati cara tantra.

Persembahan

Pemahaman dan kekuatan positif apapun yang datang dari ini dapat masuk semakin dalam dan bertindak sebagai sebab bagi semua orang untuk mencapai keadaan tercerahkan seorang Buddha demi kebaikan kita semua.

Top