Pertanyaan tentang Agama Buddha di Kehidupan Masa Kini

Jalan Tengah antara Pengendalian Penuh dan Ketidakpedulian Penuh

Sejauh yang saya pahami, ada dua keekstreman: pertama adalah keekstreman pengendalian penuh atas segala sesuatu, dan keekstreman yang lain adalah tidak melakukan apa-apa, hanya duduk-duduk saja, dan berkata, "itu tidak masalah." Jadi keekstreman lain ini seperti tidak melakukan apa-apa, dan hanya menerima apapun yang terjadi. Lalu bagaimana ajaran Buddha mengartikan jalan tengah, kedudukan tengah di antara dua keekstreman pengendalian penuh dan tidak peduli tentang apapun?

Jalan tengahnya adalah melakukan apa yang kita bisa, tetapi tidak melebih-lebihkan akibat yang akan dimilikinya. Saya akan memberi Anda sebuah contoh: saya punya sebuah situs web. (Iklan!) Mengapa saya merintis situs web ini? Ada beberapa alasan. Salah satunya adalah saya memiliki keistimewaan yang luar biasa dan keberuntungan untuk belajar dengan Dalai Lama dan guru-guru beliau – beberapa guru besar dari generasi terakhir yang telah menerima semua latihan mereka di Tibet. Saya tinggal di India selama dua puluh sembilan tahun bersama orang-orang Tibet, dan segala sesuatu yang saya pelajari, saya menulis karena ini adalah aliran yang asli dan nyata. Saya telah bepergian keliling dunia, pertama-tama sebagai penerjemah guru saya, dan kemudian setelah beliau wafat saya diundang untuk mengajar keliling dunia. Saya menerjemahkan banyak sekali buku-buku dan bahan-bahan lainnya. Hasilnya saya punya sekitar 30. 000 halaman yang terdiri dari bahan-bahan yang tidak diterbitkan – banyak sekali. Dan saya tidak mau itu dibuang ke tempat sampah ketika saya meninggal. Saya ingin membagikan ajaran-ajaran asli yang telah saya dapatkan.

Yang saya lihat di Barat adalah tingkatan ajaran Buddha, cara ajaran ini dijalankan dan diajarkan di Barat, sangat banyak diencerkan, sangat banyak disederhanakan. Sehingga saya bisa saja duduk dan berkata: "Ya, ini zaman yang bobrok. Tidak ada yang bisa kulakukan. Tak terelakkan ajaran-ajaran itu akan menyimpang." Atau saya bisa berpikir pada keekstreman yang lain: "Aku akan menjadi juru selamat ajaran Buddha." Kedua pemikiran ini adalah ekstrem.

Alih-alih saya berpikir: "Ya, aku punya bahan, dan aku bisa mengumpulkan sekelompok orang yang dapat membantuku untuk membuat situs web ini. (Sebenarnya, seseorang menawarkan diri untuk membuatkan situs web untukku, untuk memulainya. ) Dan aku akan berusaha yang terbaik untuk menjadikan bahan-bahan ini tersedia. Jika orang-orang membacanya, bagus. Jika ini berguna, bagus. Aku berharap bisa sedikit memberi andil, tapi aku menyadari bahwa ini tidak akan menyelamatkan alam semesta."

Di satu sisi, saya longgar tentang hal itu, tapi di sisi lain, saya terus mengerjakannya. Itulah bagaimana saya melewatkan waktu saya, kecuali adakalanya saya bepergian untuk mengajar. Saya mengerjakan situs web ini sepanjang waktu, setiap hari, dan saya menyukainya – saya menikmatinya. Ini bukan berarti seolah-olah saya merasakannya sebagai pekerjaan yang tidak menyenangkan. Dan perlahan-lahan, situs web ini tumbuh. Situs web ini telah ada sejak November 2001, dan saat ini kami mendapat rata-rata 3. 000 orang membacanya setiap hari. Kami berharap untuk memiliki sekitar satu juta pengunjung pada 2011. Jadi ini pasti memiliki suatu dampak, tapi saya tidak melebih-lebihkannya dengan berpikir bahwa situs ini akan mengubah segala sesuatu, dan kini ajaran Buddha tidak akan disederhanakan di Barat – tentu saja tidak. Jadi, Anda perlu bersuka cita dengan apa yang Anda dapat lakukan, apa yang Anda dapat capai, dan Anda tidak perlu menyesal dan merasa buruk tentang apa yang tidak dapat Anda selesaikan.

Ada sebuah wawasan yang sangat penting dalam jalan Buddha yang disebut "tekad luar biasa." Tekad berarti saya pasti akan melakukannya. Ini berhubungan dengan mencapai tataran tercerahkan seorang Buddha, sehingga Anda bisa bermanfaat bagi orang lain sebanyak mungkin. Sikap ini adalah berkehendak mengambil tanggung jawab. Bahkan jika tidak ada orang yang melakukannya, saya akan melakukannya. Ini bukan berarti sayalah satu-satunya yang bisa melakukannya, tapi saya tidak peduli jika saya tidak mendapat bantuan. Tidak ada yang akan menghentikan saya. Saya akan melakukannya. Ini berarti menerima segala kesulitan yang akan dibawanya, dan tidak bersikap tidak makul tentang itu – pemahaman bahwa di sana akan ada tantangan-tantangan. Tapi seperti yang saya katakan, Anda melakukan apa yang Anda bisa. Kegigihan yang disebut "kegigihan bagai zirah." Ini seperti mengenakan seperangkat zirah, bahwa tak peduli betapa sulitnya hal ini, saya tidak peduli. Itu tidak akan menghentikan saya.

Kebanggaan yang Egoistis tentang Berjuang menuju Pencerahan

Pertanyaan saya lebih berkaitan dengan keagamaan Buddha dan bukan pada filsafat semacam itu. Pertanyaan saya adalah tentang dorongan yang menggerakkan kita dalam ajaran Buddha, yang merupakan dorongan untuk mencapai pencerahan agar dapat membantu semua orang – ada sesuatu yang sangat luar biasa tentang itu. Saya dapat mengatakan saya akan mencapai tujuan itu, dan saya akan menyelamatkan semua makhluk. Tapi bagaimana bisa saya menghindari perangkap rasa kebanggaan yang egoistis tentang mencapai pencerahan?

Ya, ada perbedaan antara percaya-diri dan tergila-gila pada diri sendiri. Ketika saya mengatakan ini dengan tekad luar biasa, "Aku tidak peduli betapa sulitnya ini. Aku akan melakukannya," itu perlu dikatakan tidak dari kedudukan suatu ego yang besar, seperti dalam: "Betapa hebatnya aku bahwa aku bisa melakukannya dan akan melakukannya." Anda hanya melakukannya karena itu perlu dilakukan. Shantidewa mengatakan hal ini secara sangat indah. Ia berkata bahwa duka tidak bertuan. Duka harus disingkirkan bukan karena itu duka saya atau karena itu duka Anda; duka perlu disingkirkan semata-mata karena itu adalah duka dan itu menyakitkan. Jadi jika ada duri di telapak kaki Anda, tangan Anda membantu kaki Anda, dan mengambil duri itu. Tangan Anda tidak berkata, "Aku baik-baik saja di atas sini. Duri itu masalahmu." Maka demikianlah, mengambil tanggung jawab dan melakukan sesuatu – Anda melakukannya karena itu perlu dilakukan.

Karena Anda berkata bahwa Anda berasal dari latar belakang ajaran Buddha, Anda harus menyusun ulang: Ada aku, si perantara tindakan; ada orang-orang yang berusaha Anda bantu; ada hal yang Anda lakukan, tindakan itu sendiri; dan semua ini saling bergantung. Anda tidak bisa memisahkan satu hal dan membesar-besarkan itu: "Aku, akulah orang yang melakukannya." Tindakan-tindakan Anda bergantung pada adanya orang lain yang akan menjadi penerima usaha Anda. Dan apapun yang Anda lakukan, itu memerlukan bantuan dan kerja sama orang lain.

Jadi Anda harus terus-menerus bermeditasi dan mengingat bagaimana Anda ada dalam kerangka hal apapun yang Anda lakukan, dan tidak menjadikannya sandungan ego. Bagaimana Anda tahu itu sebuah sandungan ego? Itu merupakan sandungan ego ketika Anda merasa tidak aman dan tenaga di dalam diri Anda tidak membawa kedamaian. Mungkin Anda khawatir tentang apa yang orang akan pikirkan tentang Anda. Anda berpikir "Apakah aku cukup baik?" Anda khawatir mengecewakan orang lain dan sebagainya. Lakukan saja. Bertindaklah sebaik yang Anda bisa.

Teori-Teori tentang Kebahagiaan: Ajaran Buddha Dibandingkan dengan Ilmu Kejiwaan Modern

Saya punya pertanyaan yang lebih teoritis tentang unsur-unsur keberadaan kita, tentang ketidakbahagiaan dan sebab-sebabnya. Penjelasan Buddha tentang apa yang menyebabkan ketidakbahagiaan tampaknya serupa dengan penjelasan yang diberikan oleh berbagai aliran kejiwaan Barat modern; sebagai contoh, kejiwaan positif Seligman, Erich psikoanalisis Erich Fromm, atau kejiwaan eksistensial Viktor Frankl. Apa perbedaan antara sudut pandang Buddha dan ilmu kejiwaan modern, mengenai kebahagiaan dan sebab-sebabnya?
Video: Dr Chönyi Taylor — ”Psikologi Barat dan Psikologi Buddha”
Untuk menyalakan subtitle, klik ikon Subtitel di sudut kanan bawah layar video. Untuk mengubah bahasa subtitel, klik ikon “Setelan”, lalu klik “Subtitel” dan pilih bahasa yang Anda inginkan.

Alex: Kita di sini membedakan antara sains dan filsafat Buddha sebagai lawan dari keagamaan Buddha. Namun, mereka tidak benar-benar ada secara terpisah, sehingga jika kita ingin meninjau kejiwaan Buddha secara lebih lengkap, maka kita perlu memasukkan wawasan kehidupan masa lalu dan masa depan. Ajaran Buddha menyatakan bahwa kebahagiaan dan ketidakbahagiaan adalah hasil dari perilaku sebelumnya.

Pertama-tama ada kesadaran persinggungan, yaitu kesadaran bahwa sesuatu itu menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral ketika kita bersinggungan dengan itu. Mengapa kita mengalami sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan? Kadang-kadang persinggungan dengan sesuatu yang sama persis (misalnya, seorang teman) dapat dialami sebagai menyenangkan atau sebagai tidak menyenangkan. Di satu tingkat, bagaimana kita mengalami persinggungan ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada pertemuan kita sebelumnya: kita melewatkan waktu yang menyenangkan atau kita bertengkar. Ini juga dipengaruhi oleh tataran cita atau keadaan kita ketika bertemu teman kita: kita kesepian dan ingin ditemani, atau kita sedang sibuk atau terlalu lelah. Tetapi pada tingkat yang lebih dalam, mutu kesadaran penghubung kita ketika bertemu teman kita adalah hasil dari daya-daya positif atau negatif yang kita bangun pada kehidupan terdahulu dari perilaku kita. Daya-daya positif dari perilaku-membangun kita terdahulu menghasilkan pengalaman persinggungan dengan teman kita sebagai hal yang menyenangkan dan kita merasa bahagia. Sebaliknya, jika kita mengalami persinggungan ini sebagai hal tidak menyenangkan dan kita merasa tidak bahagia, ini adalah hasil dari daya-daya negatif dari perilaku-merusak kita terdahulu. Perilaku merusak berarti bertindak, berbicara atau berpikir di bawah pengaruh perasaan-perasaan yang gelisah, seperti kemarahan, kemelekatan, keserakahan, atau kebodohan.

Misalnya ketika kita bertemu dengan teman kita, kita mengalaminya sebagai hal yang tidak menyenangkan dan kita merasa tidak bahagia. Unsur-sebabnya mungkin adalah kita beradu-pendapat saat kali terakhir kita bertemu atau, bahkan jika kita melewatkan waktu yang menyenangkan, kita sedang dalam suasana hati yang buruk. Tapi itu hanya unsur-sebab bagi munculnya unsur kompulsif. Karena tidak bahagia, kita merasa seperti melakukan sesuatu, misalnya membentak Anda, "Pergi!" Aku tidak bahagia dan, seperti merasa haus, ini benar-benar perasaan buruk yang ingin kita singkirkan: "Aku tidak suka ketidakbahagiaan itu. Enyahkan itu dariku!" Maka, berdasarkan kecenderungan sebelumnya untuk membentak, desakan untuk membentak Anda itu secara kompulsif muncul, dan saya pikir jika Anda pergi, ketidakbahagiaan saya akan menyingkir. Itu mengarah pada perilaku kompulsif ingin membentak. Saya berpikir untuk membentak dan kemudian saya benar-benar membentak Anda. Dan kemudian, karena membentak adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan menciptakan semakin banyak ketidakbahagiaan, bentakan kita yang kompulsif membangun sebab-sebab lebih lanjut untuk tidak hanya mengulangi kebiasaan membentak ini, tetapi juga untuk mengalami persinggungan dengan lebih banyak hal secara tidak menyenangkan dan merasa tidak bahagia lagi. Jadi ajaran Buddha memberi kita uraian yang sangat rinci ini.

Dan semua ini berasal dari kebingungan tentang diri kita sendiri dan bagaimana kita ada. Apa yang kita perlu pusatkan adalah pada citra-citra ini, angan-angan tentang bagaimana kita berpikir bahwa kita ada – bahwa kita harus selalu bahagia, kita harus selalu mendapatkan yang kita inginkan, dan sebagainya – semua itu tidak sesuai dengan kenyataan. Ini adalah pernyataan cukup unik yang pada umumnya tidak ditemukan dalam kejiwaan Barat, pernyataan tentang kehampaan. Kita bereaksi terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak nyata dan kehampaan mengacu pada ketiadaan; sesuatu yang sama sekali tiada dan tidak pernah ada. Yang sama sekali tiada adalah sesuatu dalam kenyataan yang sesuai dengan citra kita tentang apa yang mustahil, sosok nyata yang saya angankan, yang mustahil. Misalnya, seorang "aku" yang merupakan pusat alam semesta dan harus selalu mendapatkan yang kuinginkan. Kita mungkin berpikir seperti itu, kita mungkin merasa seperti itu, tapi tidak ada dalam kenyataan yang bersesuaian dengan itu. Atau contoh yang saya sering gunakan: pasangan yang sempurna, seperti pangeran atau putri di atas kuda putih yang akan memenuhi semua keinginanku. Itu hanya dongeng. Tidak ada orang seperti itu. Dan ketika kita memusatkan cita pada total ketiadaan penuh sasaran itu, ketika kita menyadari bahwa tidak ada yang seperti itu, ketika kita yakin – k emudian semua perilaku kompulsif dan perasaan-perasaan yang gelisah (yang berdasar pada keyakinan yang keliru ini) berhenti.

Bisakah Manusia menjadi Sepenuhnya Makul

Pertanyaan saya lebih filosofis. Di awal kuliah Anda mengatakan bahwa salah satu sebab duka kita adalah ketidakmakulan. Apakah menurut Anda manusia bisa menjadi sepenuhnya makul?

Saya mengatakan salah satu sebab duka adalah ketidakmakulan. Apakah saya percaya bahwa manusia bisa menjadi sepenuhnya makul? Yah, pertama-tama, bersikap makul tak berarti tidak memiliki perasaan. Bersikap makul berarti cara berpikir kita sah, cara pemahaman kita sah. Jadi misalnya, adalah tidak makul berpikir bahwa sayalah satu-satunya orang di dunia yang memiliki masalah ini. Itu tidak makul. Itu tidak masuk akal. Sehingga ketika kita bersikap rasional tentang hal itu, ketika kita menyadari bahwa banyak orang memiliki masalah yang sama, maka itu memungkinkan kita untuk merasakan welas asih, kasih, dan belas kasihan kepada mereka.

Tentu saja, banyak dari pemikiran kita yang tidak makul. Itu karena kita tidak benar-benar melatih diri untuk menguraikan: Bagaimana saya berpikir? Apakah ini cara berpikir yang benar atau salah? Tapi dengan latihan, saya pikir memungkinkan untuk memperbaiki cara berpikir kita. Inilah yang kita lakukan dalam meditasi. Kita menguraikan rasa-rasa kita. Misalnya, mungkin saya merasa buncah. Saya akan meninjau apa yang terjadi selama hari itu, dan saya mungkin menyadari bahwa saya buncah tentang ini atau tentang itu. Lalu saya bertanya mengapa pada diri sendiri, dan saya menyadari bahwa saya buncah karena alasan ini atau itu, yang adalah tidak makul. Mereka bukan alasan yang benar. Jadi ketika saya menguraikan, ketika saya menyusun ulang pikiran, saya melihat keadaan itu dengan cara yang sama sekali berbeda, yang jauh lebih makul, sehingga saya tidak terlalu buncah. Dan saya melatih diri saya sendiri dalam meditasi supaya tidak bersikap terlalu tidak makul, sehingga dalam kehidupan sehari-hari saya juga tidak bersikap terlalu tidak makul.

Dalam latihan Buddha Tibet, tata pendidikan berdasar pada mantik dan adu-pendapat. Pokok adu-pendapat itu adalah untuk menemukan ketidakmantapan dalam cara pemikiran Anda, dan dalam cara berpikir orang lain. Apa yang terjadi adalah bahwa Anda menyatakan pemahaman Anda tentang sesuatu, dan kemudian orang lain menguji Anda dan menjajaki Anda untuk melihat seberapa mantap Anda tentang itu. Pada diri Anda sendiri, Anda tidak akan mempertanyakan pemahaman Anda sekritis orang lain pada diri Anda. Dan hasil dari latihan adu-pendapat ini adalah bahwa dengan apapun yang Anda pikirkan, Anda berlatih menguraikan secara kritis. Selama beberapa waktu ini tidak harus merupakan uraian lisan, ini hanya cita Anda berpikir seperti itu. Anda memiliki kepastian dalam pemahaman Anda dan di sana tidak ada ketidakmantapan, yang menyiapkan Anda untuk menjadi lebih tepat-guna dalam meditasi. Jika Anda mencoba bermeditasi pada ketidaktetapan, misalnya, dan Anda tidak benar-benar memahami ketidaktetapan atau pemahaman Anda kacau, Anda tidak akan mendapatkan apapun kecuali lebih banyak kebingungan.

Satu hal yang Anda harus waspadai dalam latihan dan adu pendapat adalah menjadi apa yang saya sebut "monster adu-pendapat." Monster adu-pendapat adalah orang yang tidak pernah tahu kapan harus berhenti beradu pendapat. Jadi apapun yang orang lain katakan – monster adu-pendapat langsung terjun dan menyerang mereka, dan mulai beradu-pendapat dengan mereka. Perilaku itu menyebabkan seseorang kehilangan teman dengan sangat cepat. Saya akan mengaku bahwa ketika pada awal saya pergi ke India, berasal dari universitas tempat saya berkembang dengan baik, saya sengaja tidak memasuki latihan adu-pendapat, karena saya tahu bahwa saya akan menjadi monster adu-pendapat. Jadi, Anda harus berhati-hati.

Monster Adu-Pendapat dan Bagaimana Anda Menaklukkan Mereka

Apa yang dapat saya lakukan jika saya sudah menjadi monster adu-pendapat?

Yang Anda lakukan jika Anda telah menjadi monster adu-pendapat adalah belajar untuk meredamnya. Ini disebut kesabaran dan tenggang rasa terhadap orang lain. Jika seseorang menerima pendapat Anda dan pada sikap Anda memperbaiki mereka, itu bagus. Tapi jika mereka tidak menerima, maka yang Anda lakukan adalah hanyalah kata-kata kosong. Anda juga perlu belajar bagaimana bersikap diplomatis, untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengatakan sesuatu dan kapan itu tidak tepat, bagaimana mengatakan sesuatu dalam cara yang tidak menyakiti, dan yang tidak memiliki dorongan bahwa "Aku benar, aku hebat, dan kamu bodoh." Lagipula, Anda mencoba untuk membantu seseorang, bukan mencoba untuk merendahkan mereka dan menunjukkan pada mereka betapa bodohnya mereka. Dan kita tidak perlu mengatakan semua hal yang kita pikirkan. Itu adalah wawasan yang sangat penting. Selama kita tahu dalam benak kita bahwa yang dikatakan orang lain itu tidak makul, maka itu tidak apa-apa, Anda tidak perlu menunjukkan itu.

Sebagai contoh, Anda punya anak berusia tiga tahun, dan ini sudah jam tidur. Anak Anda tidak mau pergi tidur, dan ia mulai berteriak pada Anda: "Aku benci kamu! Aku benci kamu!" Nah, itu tidak makul. Apakah Anda percaya bahwa anak Anda benar-benar membenci Anda? Tidak, anak Anda hanya lelah dan rewel. Jadi Anda bertenggang rasa. Anda tidak harus mengoreksi anak Anda, berkata kepadanya "Kamu tidak benar-benar membenciku," dan memulai pembahasan panjang-lebar. Ini konyol. Anda sangat sabar, dan Anda menghadapi anak Anda dengan cara-cara yang tepat pada saat itu.

Dalam contoh lain, mungkin Anda sedang bersama pasangan Anda atau teman Anda, dan ia sangat marah. Ia berkata, "Aku benci kamu dan aku tidak ingin melihatmu lagi." Ini menarik, karena kemudian apa yang kita citrakan tentang ucapan itu? Kita mungkin mencitrakan pikiran bahwa "Kamu tidak pernah mengasihiku. Kamu tidak akan pernah mengasihiku lagi. Inilah apa yang kamu pikirkan sepanjang waktu." Anda menjadi sangat marah. Anda buncah. Tapi jika Anda berpikir sebaliknya: "Baik, ia buncah. Ia mengatakan hal itu, tapi aku menyadari bahwa ia sangat marah saat ini, dan itu adalah pernyataan yang tidak makul." Pada saat itu, memulai adu pendapat dengannya – "Apa maksudmu tidak ingin melihatku lagi?" – ini konyol. Saya tahu dalam benak saya bahwa ini tidak makul, dia buncah, dan jadi aku sabar, dan memutuskan untuk menunda membicarakan tentang itu esok.

Ajaran Buddha Manjur

Apakah Anda memiliki pencerapan jenis ini tentang kenyataan?

Saya berusaha untuk itu, tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa saya selalu berhasil. Saya bisa secara pasti mengatakan bahwa setelah mempelajari dan menjalankan ajaran Buddha selama hampir lima puluh tahun pasti ada kemajuan. Ini manjur.

Jenis Pekerjaan yang Benar untuk Jalan Rohani

Saya punya pertanyaan tentang kerja dan pekerjaan. Pekerjaan apa yang dapat membantu saya untuk tetap terhubung ke jalan rohani ini? Saya punya sebuah contoh. Saya bisa bekerja di suatu perusahaan hukum yang besar, tapi teman saya mengatakan jangan, perusahaan hukum ini terlalu besar dan ini akan menggilasmu dan menghancurkan semangatmu. Kamu akan terganggu dan akan lupa untuk mengikuti jalan rohani. Tampaknya sebagian besar umat Buddha memilih bekerja paruh-waktu atau mereka pekerja lepas dan bekerja hanya ketika mereka ingin. Jadi dapatkan Anda menggabungkan pekerjaan dan kerja dengan jalan rohani?

Yah, tak seorangpun mengatakan itu mudah! Pertama-tama, kita tidak perlu memegang kendali atas jenis pekerjaan apa yang kita lakukan. Di banyak negara saat ini, ada banyak sekali tuna karya dan Anda sangat beruntung jika Anda mendapatkan pekerjaan. Idealnya, tentu saja, kita berusaha menemukan suatu jenis pekerjaan yang kita senang melakukannya, yang tidak membuat kita kesal, dan yang bermanfaat bagi orang lain. Dan sambil bekerja, kita mencoba mengembangkan berbagai mutu baik yang kita upayakan dalam ajaran Buddha, seperti kesabaran, pengertian, dan welas asih kepada orang lain. Dalam dunia yang ideal, kita berusaha mendapatkan pekerjaan yang menyalurkan bakat dan kemampuan kita, tapi kita mungkin tidak mampu melakukan itu karena alasan-alasan ekonomi dan sosial. Jadi apa pun jenis pekerjaan yang kita dapatkan, jika kita bisa mendapatkannya – m anfaatkan keadaan itu, jalani itu. Dan meskipun orang lain di tempat kerja mungkin mencoba menciptakan suasana yang penuh tekanan, ini berarti kita lebih ditantang untuk melawan tekanan itu. Usahakan untuk meluangkan cukup waktu untuk melakukan setidaknya beberapa jenis laku harian Buddha atau laku rohani, apapun laku itu.

Jika Anda melakukan suatu jenis laku rohani – dan mari kita berbicara tentang laku Buddha – adalah penting bahwa itu bermakna dan bukan sekadar pengulangan dari upacara yang sudah tak bermakna bagi Anda, karena itu tidak memiliki dampak yang besar. Yang paling berguna adalah menetapkan sebuah niat setiap hari, seperti: "Aku akan mencoba untuk tidak buncah hari ini. Aku akan mencoba untuk bersabar. Aku akan mencoba untuk pengertian," dan seterusnya. Yang juga berguna, pada akhir hari, adalah meninjau bagaimana kita menghadapi hari itu. Jika kita menjadi kesal atau tertekan, lihatlah langkah-langkah apa yang bisa diambil untuk menghadapinya secara lebih baik. Jika kita memerlukan cara-cara untuk membantu menenangkan kita, kita dapat menggunakan cara-cara Buddha, misalnya, memusatkan pada napas. Bahkan jika kita melakukan semua ini hanya selama lima menit setiap hari, itu adalah sesuatu yang berharga. Cobalah untuk menemukan keseimbangan dalam hidup Anda. Dan cobalah mengenal diri Anda sendiri dengan baik untuk mengetahui apa ketidakseimbangan Anda, dan apa yang perlu Anda lakukan untuk menyeimbangkan diri Anda.

Saya akan memberi sebuah contoh. Seorang teman baik saya sangat tertekan dengan pekerjaannya, dan ia adalah pelaku ajaran Buddha. Ia mendapati bahwa bermain piano sangat membantu. Sewaktu muda ia bermain piano tapi ia berhenti. Ia mendapati bahwa bermain piano selama lima belas menit di pagi hari, atau lima belas menit di malam hari, memberikan keseimbangan. Ada sesuatu yang kreatif dalam harinya – sebuah kegiatan yang menggunakan otak kanannya, bukan otak kiri. Jadi yang Anda lakukan untuk membawa keseimbangan tidak harus kegiatan Buddha. Sekadar bermain piano, misalnya, amat sangat membantu baginya.

Saya menemukan bahwa jika saya berusaha mengatasi keadaan-keadaan yang mungkin saya jumpai dalam pekerjaan, itu jauh lebih berguna bagi laku rohani saya daripada hanya tinggal di wilayah nyaman dan menjalankan laku yang lebih umum.

Itu benar. Hanya melalui tantangan-tantangan itulah kita bisa berkembang.

Tidak hanya duduk di rumah dan menyenandungkan puji-pujian, tapi melakukan sesuatu untuk benar-benar membantu orang lain.

Benar. Membantu orang lain tentu jauh lebih baik. Benar-benar membuat tangan Anda kotor dan terlibat membantu orang lain tentu jauh lebih bermanfaat daripada hanya duduk dan mengucapkan mantra-mantra.

Mengapa Duka Ada?

Seseorang dilahirkan dengan keinginan untuk bahagia, dan orang itu tidak memiliki keinginan untuk menderita, tapi ia tetap saja menjumpai duka, dan mungkin ia tidak memiliki penawarnya. Banyak orang menderita, dan banyak orang tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga mereka hanya memperbesar duka itu. Tidak ada yang mantik dalam hal ini. Mengapa itu semua terjadi? Mengapa kita memiliki duka ini? Mengapa duka ini ada?

Duka ada karena kebingungan kita tentang kenyataan. Anda tahu bahwa kegiatan batin kita menciptakan suatu wujud, dan wujud ini sangat membingungkan. Sebagai contoh, seolah-olah ada suara di dalam kepala kita berbicara sepanjang waktu. Sehingga rasanya seolah-olah ada aku kecil bersemayam di dalam kepala kita, berbicara. Itulah pencipta dalam diri kita yang mengatakan: "Ooh, apa yang orang pikirkan tentang diriku? Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku harus melakukan ini sekarang. Aku harus melakukan itu" – khawatir dan sebagainya. Jadi seolah-olah ada "aku" kecil yang padu bersemayam di dalam kepala kita, tapi konyol jika Anda berpikir demikian. Tidak ada “aku” kecil yang duduk di belakang perangkat kendali, dengan informasi muncul di layar dan melalui pengeras suara, dan kemudian “aku” kecil ini menekan tombol-tombol dan membuat tubuh kita melakukan sesuatu, atau menyebabkan mulut kita mengatakan sesuatu. Itu adalah angan-angan, bukan? Ilmu tata syaraf akan setuju dengan itu. Tapi terlihat seolah-olah itu nyata; kita percaya bahwa ada "aku" sesungguhnya yang padu, bersemayam di sana, dan itu adalah sesuatu yang kita khawatirkan. Ini adalah pembatasan dari perangkat keras yang kita miliki, tubuh kita.

Tanpa Penawar, Duka Berlanjut Tanpa Akhir

Tapi 95% manusia hidup dengan duka ini dan mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Lalu apa yang terjadi – akankah ini berlanjut tanpa akhir?

Ya. Itu akan berlanjut kecuali Anda melakukan sesuatu tentang itu. Keadaannya tidak harus seperti itu. Orang harus bangun, dan menyadari bahwa ini tidak bersesuaian dengan kenyataan, dan bahwa ia percaya pada angan-angan dan bertindak berdasarkan angan-angan ini – seolah-olah ada "aku" kecil yang harus membela diri, ia harus menyerang, dan seterusnya. Kadang-kadang, tentu saja, Anda harus membela diri dan menegakkan diri Anda. Bukan ini persoalannya di sini. Jika seseorang melempar sesuatu pada Anda, tentu saja Anda harus mengangkat tangan Anda, dan Anda melakukan itu secara otomatis.

Tapi Anda bisa menyadari bahwa Anda tidak perlu merasa terancam; tak ada yang harus Anda bela. Anda tidak perlu membuktikan diri; Anda tidak perlu membuktikan bahwa Anda layak mendapatkan kasih, dan seterusnya. Ini adalah kekhawatir yang menggelikan. Ini didasarkan pada keyakinan bahwa ada "aku" kecil yang harus membuktikan diri. Dan ketika Anda bebas dari itu, maka Anda hanya bertindak; Anda hanya bertindak dengan penuh welas asih, kesabaran, penuh kasih – tanpa kekhawatiran. Anda mampu berpikir: "Jika tindakanku membantu, itu bagus. Jika mereka tidak membantu – bagaimana lagi? Aku bukan Tuhan." Tapi kecuali kita menyadari bahwa semua sampah yang kita bayangkan ini hanyalah sampah, maka ya, duka ini akan berlangsung selamanya. Oleh karena itu, kita merasa welas asih kepada orang-orang yang tidak paham. Ketika mereka bertindak secara merusak, daripada marah kepada mereka dan ingin menghukum mereka, sikap kita adalah berdasar welas asih: Mereka bertindak seperti ini karena mereka tidak paham, seperti anak-anak nakal.

Akankah Ada Ajaran Buddha Barat di Masa Depan?

Ajaran Buddha telah berkembang dengan diadaptasi ke dalam budaya-budaya yang berbeda, seperti budaya Tibet, Cina, Thailand, dll. Apakah Anda pikir suatu hari nanti akan ada masa ketika ajaran Buddha diadaptasi ke dalam budaya Barat sehingga kita akan dapat menjalankannya bukan sebagai aliran budaya dari bangsa tertentu, melainkan sebagai aliran asli budaya Barat?

Secara umum, iya. Tetapi tidak ada hal seperti ajaran Buddha di luar lingkung budaya. Lagipula, Buddha berasal dari India dan diajarkan dalam lingkung India. Jadi terlepas dari ke negara atau budaya mana ajaran Buddha menyebar, ada unsur-unsur dasar India yang mendasar bagi cara berpikir Buddha. Yang saya maksud adalah kelahiran kembali di bawah pengaruh karma, tujuan kebebasan dari kelahiran kembali dengan memperoleh pengetahuan dan pemahaman untuk melawan kebodohan, kemungkinan untuk menjadi makhluk yang tercerahkan, dan keyakinan pada berbagai rupa kehidupan lain selain manusia dan binatang. Semua hal ini adalah bingkai budaya umum dari ajaran Buddha, tak peduli ke mana ajaran ini pergi. Lalu ada hal-hal tertentu yang beraneka-ragam dari tiap-tiap budaya.

Saya membedakan antara apa yang saya sebut "Dharma-Sari" (Dharma berarti ajaran-ajaran Buddha) dan “Dharma Sejati." Dharma-Sari adalah rupa rendah-kalori, rendah-kafein, di mana tidak ada wawasan tentang kelahiran kembali dan sebagainya. Dharma-Sari hanyalah untuk masa kehidupan ini saja, yang sah-sah saja, tapi ini mengurangi ajaran Buddha semata-mata pada rupa kejiwaannya. Ini bermanfaat, tak diragukan lagi, dan memiliki ciri-ciri yang khas. Tetapi ini bukan yang sejati; ini bukan Dharma yang asli. Jadi jika ajaran Buddha Barat menjadi sekadar rupa Dharma-Sari dari ajaran Buddha, saya pikir itu akan menjadi kerugian besar. Itulah salah satu hal yang saya coba lakukan dengan situs web saya – saya mencoba untuk setidaknya menunjukkan Dharma yang Sejati.

Ada perkembangan-perkembangan Barat yang dapat ditambahkan pada penyajian tradisional Asia yang akan sangat membantu bagi cara pemahaman kita. Kita sebagai orang Barat berpikir secara sejarah, sehingga kita memahami perkembangan gagasan-gagasan dari waktu ke waktu. Kita sangat mahir dalam tata-tata pembandingan – itulah cara kita belajar. Kita ingin tahu, misalnya, apa pandangan tentang kehampaan dalam aliran ini dibandingkan dengan aliran itu, dan bagaimana itu berkembang? Kita memahami hal-hal dengan memahami perbedaan-perbedaan itu. Jadi saya pikir ini akan menjadi sifat yang menyatu dalam ajaran Buddha Barat – masuk ke dalamnya, dan berpadu dengannya, cara pemahaman kita yang lebih ilmiah dalam memahami ajaran Buddha – tidak hanya meyakini bahwa sesuatu telah tertulis dalam naskah-naskah, dan demikianlah adanya.

Yang Mulia Dalai Lama selalu berusaha memadukan sains dan ajaran Buddha, terutama sains otak. Dalam ajaran Buddha tidak ada pembahasan tentang otak. Sains otak di Barat tidak sedikitpun bertentangan dengan ajaran Buddha, dan dapat melengkapi ajaran-ajaran Buddha dengan sangat baik. Juga ada pembahasan tentang fisika partikel, fisika kuantum, kosmologi, dan pokok-pokok semacamnya. Dalai Lama mengatakan, dan Buddha berkata, bahwa kita harus menerima hal-hal yang dapat dibuktikan sebagai kebenaran, dan jika itu tidak benar, lupakan saja. Ini tidak disertai dengan sikap merasa paling benar bahwa segala sesuatu ada dalam naskah-naskah Buddha, dan Buddha mengatakan itu berabad-abad yang lalu, sehingga tidak ada hal baru yang perlu kita pelajari. Sebaliknya, jika ada sesuatu yang tidak tepat dalam ajaran-ajaran Buddha, kita harus memperbaikinya, menurut apa yang ditemukan oleh sains.

Sedangkan untuk perubahan-perubahan dangkal Barat terhadap ajaran Buddha, mengapa tidak? Kaum Tibet pasti tidak memiliki jenis musik yang sama atau jenis bunga persembahan yang sama seperti kaum India, jadi kita tidak perlu memiliki hal yang sama seperti kaum Tibet. Hal-hal tersebut sepele dan hanya penghias. Namun, apapun unsur-unsur Barat yang kita bawa, seperti musik, dll, sangat penting bagi kita untuk bersikap terhormat dan bermartabat, tidak hanya dangkal dan biasa.

Top